#3 Tidak lagi, kalian!

372 27 3
                                    

"Aku..."

Anjirlah, kenapa Ian tanya soal itu, ya? Aku, kan, jadi bingung harus jawab apa, gumam Saka. Sedikitpun ia tak berani menoleh kepada Ian. Lagipula, apa gunanya jawabannya itu untuk Ian?
Ian pasti takkan peduli.

"Saka? Kau masih hidup, kan?", suara Ian itu memecah keheningan diantara mereka berdua. Ian melangkah mendekati Saka yang hanya terpaku di tempatnya.

"A... A... AKU TIDAK MENCINTAINYA, IAN! Sungguh!". Saka akhirnya menjawab hal itu dengan terpaksa dan mengacungkan dua jarinya membentuk huruf 'V'. Dia terkejut.

Dan itu adalah kebohongan terbesar Saka. Dia bahkan tak pernah berbohong sebelumnya. Langkah kaki itu mendadak hilang. Ian berhenti di tempatnya, dimana ia terakhir kalinya menapakkan kaki. Sepertinya, dia masih jauh di belakang Saka.

Ian menepuk pundak Saka. Ternyata, dia tepat di belakang Saka. Hal ini membuatnya sedikit marah. "Jangan berbohong, kawan.", ucapnya. Saka memejamkan matanya, mencoba menahan amarah dan merenungkan apa tindakan yang pantas untuk membalas Ian.

Saka menepis tangan Ian yang masih ada di pundaknya. Dia enggan menoleh kepada orang yang pernah membuatnya sakit hati ini. Kemudian, Saka berbalik badan sehingga membuat Ian terkejut.

"Jangan tanyakan hal itu lagi! Aku bisa menamparmu jika kau bukan pacarnya Nako!". Kata-katanya hampir sama seperti yang diucapkan Ian ketika di apartemen Hanako.

"Sudah kuduga kau mencintainya! Lepaskan tanganku, dasar maho!", tukas Ian. Ditariknya tangannya yang masih digenggaman Saka dengan kasar.

"Aku tidak maho! Lalu kenapa jika aku mencintainya?! Memang kau saja yang boleh, ha?!"

"Aku bisa memutuskan Hana dan merelakannya padamu, jika itu maumu!"

Kata-kata Ian itu membuat Saka terkejut. Dia akan memutuskan Hanako?! Untuk dirinya?! Jangan sampai! Hanako terlihat bahagia saat bersama Ian. Walau terkadang, Hanako menangis juga di dadanya. Di pelukannya. Dan itu, adalah pemandangan terburuk yang dilihat Saka.

"Jangan putuskan dia, bodoh!". Ian tersungkur di lantai dengan sekali dorongan dari Saka. Pria itu berbahaya sekali ketika marah. Lebih ngeri daripada saat Ian yang marah.

Tindakan Saka itu memancing perhatian dari orang-orang di sekitarnya. Orang-orang itu menatap mereka berdua dengan bertanya-tanya, secara Ian adalah CEO perusahaan terkenal dan Saka adalah fotografer profesional yang cukup dikenal masyarakat.

"Kenapa? Bukankah kau mencintainya, Mr. Grand?!", Ian membalas Saka dengan nada 'mengejek' sembari kembali bangkit dari lantai yang dihantamnya tadi.

"Justru itu karena aku mencintainya! Dia bahagia bersamamu, jangan buat dia menangis untuk ke sekian kalinya! Apa kau tahu berapa liter air mata yang ia tumpahkan kepadaku karenamu?!"

Ian tertegun mendengar kata-kata Saka. Selama ini, ia tak pernah melihat pacarnya itu menangis di depannya, bahkan memikirkannya saja tidak. Kenyataannya, Hanako itu lebih memilih Saka untuk berkeluh kesah dan menangis sejadinya. Ian tidak berkutik.

"Ada apa ini?!". Para security mulai berdatangan menghampiri lokasi kejadian.

Ian hanya bisa memandang Saka yang muali hilang di kerumunan orang yang mengerubunginya, meninggalkannya dengan raut wajah super kesal dan .... sedih.... APA?!

***
"Akhirnyaaaa... Welcome to New York, sweety!", ujar mommy dan daddy yang tampak sumringah sejak pesawatnya landing.

Hanako memang baru sekali ini menginjakkan kakinya di New York. Setelah perjalanan yang sangat lama dan melelahkan itu, Hanako akhirnya menghirup nafas kebebasan. Ia pun mengaktifkan handphonenya. Notif jebol.

Unexpected Heart [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang