#14 Iris Tembaga

168 17 0
                                    

      Hari berikutnya berjalan normal. Bangun, syuting, makan, ke kamar mandi, tidur. Ya setidaknya itulah yang dilakukan Hanako dan Jack---tentu dengan sedikit 'sentuhan' di dalamnya. Semua teratur dan tidak ada kendala apapun. Namun, ada satu hal yang mengganjal pikiran Hanako, besok ia harus mengantar Jack ke Pleasure Waves Party. Pesta gay.

                                      ***
"Hey, Nako, kenapa kau melamun terus? Ini sudah malam. Kau tidak mengantuk?", tanya Jack. Ia duduk di tempat tidur Hanako dan memandangi gadis yang duduk meringkuk memeluk kaki jenjangnya.

Pertanyaan Jack membuyarkan pikiran Hanako yang entah terfokus kemana. Hanako menoleh dan menggelengkan kepalanya. Jack menghela nafas dan mengambil sebuah pulpen serta notes yang terpaut kecil untuk tangannya, kemudian menyodorkannya ke Hanako.

"Kau aneh sekali sejak tadi sore---pendiam. Ceritalah padaku. Jika kau tak mau bicara, setidaknya tulislah di kertas ini.", ujar Jack. Wajahnya memohon dan tampak sedih.

Hanako pun mengambil kertas dan pulpen itu dari tangan Jack. Ia menuliskan sesuatu.

Jack, i'm good.

Begitulah tulisan yang tertera di kertas notes begitu Jack membacanya. "I'm not sure.", tukas Jack. Air mukanya berubah menjadi khawatir.

"Hey, buddy, i'm alright. I'm good. See?", kata Hanako sembari tertawa. Ia merentangkan tangannya.

Jack merasa ada sesuatu yang aneh dalam tawa gadisnya itu. Seperti ada ekspresi lain yang menodai tawa murni nan indah itu. Ia mengamati raut wajah Hanako.

Fear, gumam Jack. Matanya menelusuri setiap detail wajah Hanako. Dan ia hanya menemukan ekspresi ketakutan dari wajah Hanako. Entah kenapa ia yakin sekali dan mengenalinya cukup baik.

"Apa yang kau takutkan, nona Greeve?", tanya Jack. Hanako terbelalak kaget karena Jack berhasil mengenali ekspresi takut yang ia pendam sejak tadi sore. Hanako menggeleng lesu.

Jack  duduk mendekati Hanako dan mendekapnya. Ia membelai halus rambut Hanako. "Ayolah, Nako---kau ketakutan. Apa yang kau takutkan?". Jack menempelkan pipinya ke puncak kepala Hanako.

"Jack, kumohon jangan pergi ke pesta itu. Perasaanku tidak enak."

Jack beralih memandang gadis itu. Ia bisa merasakan suhu badannya semakin panas.

"Kenapa? Mungkin kau hanya belum pernah melihat kenyataan yang 'tidak seburuk itu', Nako."

"Tidak, Jack. Entah mengapa aku merasa akan terjadi sesuatu disana. Kumohon."

"Orangtuaku sudah mulai mengincarku, aku tak dapat melakukan apapun selain itu."

"Jack---tinggallah. Jangan pergi kesana. Kau pergi ke pesta gay lainnya saja, tetapi jangan ke Pleasure Waves."

Jack semakin bingung mengapa gadisnya ini melarangnya pergi. Aura ketakutan terpancar jelas di tubuhnya yang gemetaran. Tiba-tiba Hanako berteriak sambil memegangi kepalanya dan pingsan. Jack terkejut dan menelpon ambulans.

Hanako semakin tak karuan. Penglihatannya mulai buram. Pikirannya mulai kabur. Potongan gambar mengerikan yang baru saja berkelebat di angan-angannya, langsung sirna. Berubah menjadi hitam pekat. Kepalanya pusing sekali.

Pleasure Waves. Surat. Pria. Polisi. Darah. Luka. Jack. Semua itu tadinya terlihat---lagi dan semakin jelas dalam pandangannya. Padahal tadi sore, ia melihat hal yang hampir serupa. Hanako tak mengerti dan ia merasa sesuatu mengalir keluar dari hidungnya kemudian semuanya benar-benar hitam.

Beberapa pria mengangkat tubuhnya. Ia masih dapat mendengar dengan jelas suara-suara di sekitarnya. Namun, matanya tak bisa terbuka. Sukar sekali.

"Hold on. Please.", gumam Jack, ia memegang tangan Hanako dan menggenggamnya seerat mungkin.

Unexpected Heart [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang