#17 Prisoned.

147 14 3
                                    

"Dad!", panggil Jack begitu menginjakkan kaki di 'ruang keluarga' nya. Suaranya seakan membelah langit.

Mr. Willene yang tadinya memandang ke luar jendela langsung mengalihkan pandangannya ke putra adopsinya itu dan juga Kayna. Tatapan Jack tergolong tajam saat memandangnya. Mr. Willene yakin, pasti ada yang tidak beres.

"Well, ada apa putraku? Dan selamat datang kembali Kayna, senang bisa melihatmu.", sapa Mr. Willene dengan hangat. Bibirnya menyunggingkan sebuah senyuman.

"Dad, kenapa kau tak pernah bilang bahwa Josh masih mengincarku?! Kau tak selesaikan masalahnya?!", dengus Jack. Wajahnya langsung geram ketika mengucapkan kalimat itu.

Mr. Willene terkejut dan terdiam. Ia mematung disana. Wajahnya diselimuti oleh keringat dingin dan senyumannya perlahan luntur.

"Dad?! Dad, jawab aku! Dia bahkan telah membunuh Nathan! Kayna diteror, Hanako pun ikut diteror karenaku dan dia butuh bantuan disana!", seru Jack. Giginya menggertak.

Mr. Willene mengerjapkan matanya dan berpikir keras. Bagaimana bisa?! Dia sudah menghukum Josh, namun anak itu masih melawan saja. Dan sekarang meneror Jack?! Dan Kayna?

"Jack! Aku sudah menghukumnya, aku sudah mencoba menyelesaikannya! Tapi dendamnya kepadamu itu melebihi segalanya! Aku tidak bisa melawan dendam, Jack! Aku tidak cukup kuat!", bentak Mr. Willene akhirnya. Tangannya mengepal dengan kuat.

Kayna cukup takut dibuatnya. Dia segera mendekat ke arah Jack. "Jangan paksa dia, Jack.", ujar Kayna sambil menepuk pundak Jack.

Bukannya tambah tenang, Jack malah semakin marah. Dia meninju tembok yang ada di sebelahnya dan mengerang, membuat Mr. Willene menjadi iba melihat Jack.

"Apa salahku?! Kenapa aku yang selalu terlihat salah?! Itu bukan salahku, Dad, asal kau tahu! Aku tidak mengambil belahan jiwanya! Aku tidak membunuhnya! Aku tidak menginginkannya! Aku---", suara Jack seketika mengecil dan tergantikan dengan suara tangisan.

Jack sudah tersungkur bersandar di tembok. Memang tangisannya tidak kencang, namun, semua orang tahu bahwa Jack mampu mempengaruhi emosi orang-orang yang ada di sekitarnya. Kayna sangat sedih. Ia baru sekali ini melihat Jack tampak begitu rapuh.

"Siapa yang mau muff---Jack, astaga! Kau kenapa, nak?", seru Mrs. Willene yang baru saja datang. Ia segera menaruh nampannya dan bersimpuh menghibur Jack.

Mrs. Willene memeluk putranya itu. Dan mengelus puncak kepalanya. "Dia kenapa?", tanyanya pada Kayna dan Mr. Willene.

"Josh masih mengincarnya karena masalah yang sama. Aku tidak tahu harus melakukan apa. Anak itu memang telah buta oleh amarah dan dendam.", ujar Mr. Willene.

"Dia mengincarku juga, Mr. Willene---maksudku Dad.", celetuk Kayna yang sedaritadi berdiri mematung di dekat Jack.

Mr. Willene memandang Kayna dan menggelengkan kepalanya. "Sebenarnya apa yang kau mau, Jack?! Tujuanmu kesini hanya untuk menyampaikan hal itu? Sebaiknya, pulanglah, aku bahkan tidak bisa membantumu.", kata Mr. Willene dengan tatapannya yang menjadi sangat dingin. Itu cukup menusuk hati Jack. Halus namun menyakitkan.

"Aku menginginkan belahan jiwaku, Dad! Aku tidak mau menjadi gay! Aku tidak bisa hidup tanpa perempuan, Dad! Aku tidak bisa! Aku tidak bisa jauh dari Hanako, dad!", teriak Jack.

Mr. Willene terkejut dan segera beralih menatap Jack yang sudah mulai bangkit dan sedang menyeka air mata. "Kau?! Apa?! Kau telah melanggar banyak perjanjian, Jack! Dan kali ini kau mau membangkang lagi?!", bentak Mr. Willene. Emosinya kini benar-benar memuncak.

"Tolong jangan halangi aku! Aku hanya ingin hidup bahagia bersamanya, aku tahu dia belahan jiwaku yang sebenarnya, Dad! Walau kau tak pernah mengatakannya! Tolonglah!", seru Jack.

Bagi Mr. Willene, tak ada hukum yang boleh dilanggar, dan tak ada ampun bagi siapapun yang melampauinya. Mr. Willene langsung memanggil pengawalnya dan menyuruh mereka untuk meringkus Jack.

"Tidak ada toleransi kali ini. Maafkan Dad, Jack. Hukum tetaplah hukum, tidak boleh ada yang melanggarnya!", ujar Mr. Willene dengan tegas. Jack masih memohon, namun pengawal itu sudah menyeretnya ke penjara.

Kayna dan Mrs. Willene hanya bisa berpelukan dan menatap Jack dengan iba. Sangat-sangat-sangat iba. Hidup Jack memang lebih keras dari siapapun.

"Dad! Hanako disana butuh perlindungan!kau tidak bisa menahanku seperti ini! Dad! Daaaad!---"

Suara Jack menghilang di balik pintu. Jantung Kayna seakan mau keluar dari tempatnya. Dia langsung menatap Mr. Willene.

"Kau pulanglah! Aku tahu kau telah menemukan belahan jiwamu, jadi pergilah sebelum aku berubah pikiran dan menyakitimu! Jadikan ini rahasia.", sentak Mr. Willene.

Kayna pun segera pamit dan meninggalkan ruangan itu. Memang sangat mengerikan. Saat ia sedang berjalan keluar gerbang, seorang gadis menahannya.

"Hei! Mana Jack?!", teriak gadis itu.

"Cari saja di penjara! Apa urusanmu?! Jika kau mencoba menyakitinya ak---"

Gadis itu menempelkan telunjuknya ke mulut Kayna. Dan berbisik di telinganya.

"Shut...up... Aku tidak akan menyakitinya. Kuperingatkan kau, dia milikku. Jangan biarkan siapapun menyentuhnya."

"Kau terlambat satu langkah, gadis kecil. Iris mata Hanako sudah berubah. Jack benar-benar menandainya.", ucap Kayna sinis. Tangannya memegang telunjuk Rosie.

Rosie mencebik dan tertawa pelan. "Jack tetap milikku.", desis Rosie. "Apapun caranya."

"Kalau dia mau. Baka kadabra!", seru Kayna sembari melepaskan diri dari Rosie dan berlari pulang. Rosie menjerit kesakitan setelah dimantrai Kayna. Ia memegangi tangannya yang tiba-tiba sakit. Rosie lupa bahwa keluarga Italia sangat kuat.

*Baka Kadabra = mantra umpatan yang sering digunakan Keluarga Willene yang ada di Italia untuk membalas perlakuan sengit seseorang :v*

                                      ***
"Enyahlah kau!"

Pengawal-pengawal itu melempar Jack yang tidak berdaya ke dalam sel tahanan. Sel itu terbuat dari kaca yang hanya bisa dipecah dengan api. Setidaknya itulah yang dikatakan nenek moyang.

Jack meringis kesakitan. Dasar pengawal sialan!, gumam Jack sambil menatap tajam ke arah pria-pria yang berbadan lebih kekar darinya itu.

"Hey! Get me out of here! Hey! Please! Shit! Get me out! You really---fck!", teriak Jack yang terus menerus menggedor-gedor kaca tahanan itu.

Pengawal-pengawal itu tetap tidak memperdulikannya. Jack pun hanya bisa bersandar di kaca itu. Otaknya penuh dengan Hanako. Semua tentang gadis itu. Ia harus mencari cara untuk keluar. Hanako membutuhkannya.

                                     ***
"...Jack!... Jack!... Jack! Kau dimana?! Jack?! .... Jack! Aku membutuhkanmu!? Bantu aku! Jack!?..."

Jack terkejut dan terbangun. Ia baru sadar sedaritadi ia ketiduran di ruang tahanan. Hanako terus memenuhi pikirannya. Semua perasaannya bercampur menjadi satu, perasaannya abstrak. Ia kacau, sangat kacau, tanpa Hanako. Ia ingin kembali.

Jack menelungkupkan wajahnya di kedua lututnya. Dia bingung. Tak tahu harus melakukan apa. Pikirannya kacau. Yang ia inginkan hanyalah beristirahat.

     Nako, jika aku bisa menemuimu sekarang juga, aku ingin bilang bahwa aku sebenarnya mencintaimu. Aku tidak gay. Aku ingin hidup bahagia bersamamu. Mempunyai anak dan keluarga denganmu.  Menuju senja di sampingmu, melihat anak cucu kita tertawa di sekitar kita. Mengakhiri hidup dengan bahagia. Melihat kau yang sudah beruban dan keriput. Aku ingin itu, Nako.

     Aku tidak bisa membohongi perasaanku sendiri. Aku mencintaimu. Aku tidak gay, Nako, aku tidak mau lagi! Kau segalanya bagiku. Te Amo, Hanako Greeve..

Unexpected Heart [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang