#26 Waiting

155 11 0
                                    

Berbagai alat medis sudah terpasang dengan sempurna di sekeliling ranjang Jack. Hanako tak henti-hentinya menunggu dan memandang lelaki itu. Berbagai jenis perban membalut badan Jack---dada, tangan, kaki, kening. Semuanya. Kayna dan Saka menatap Hanako dengan iba. Gadis itu seperti kehilangan semangat hidupnya.

Dad berdeham dan Hanako langsung menatap ke ayahnya itu. "Sayang, Dad tidak tahu bahwa kau mencintainya sedalam itu. Kalau kau ingin bersamanya, Dad merestuimu.", ujar Dad tiba-tiba. Mom tersenyum dan mengangguk.

"Terimakasih, Dad, Mom. Tapi, aku tidak tahu kapan dia akan bangun...", jawab Hanako. Ia kembali menatap pria-nya itu.

"Doakan saja, Nako. Dia akan bangun.", ujar Kayna. Saka merangkul kekasihnya itu.

"Trims, Kayna. Dia selalu ada dalam doaku.", jawab Hanako.

Saka tersenyum dan berjalan ke samping ranjang Jack. Ia memperhatikan monitor detak jantung yang ada di sebelah Jack. Normal. Stabil. Jack hanya koma. Saka terus memperhatikan wajah Jack. Ia tidak ingat bahwa lelaki yang bersama Kak Seinna itu wajahnya seperti Jack. Seingatnya, justru seperti Josh. Tapi ia tidak yakin.

"Maaf sebelumnya, Mom, Dad, Nako,aku ingin sedikit mengungkit kecelakaan Kak Seinna.", ujar Saka hati-hati.

Ketiga orang yang disebutnya itu langsung menatap wajah Saka, membuatnya sedikit tidak enak untuk mengungkit kejadian itu. Saka melangkah ke kursi di sebelah ranjang Jack dan duduk disana. Ia bersiap memulai pembicaraan.

"Kalian tahu bahwa aku ada disana saat Kak Seinna tewas..."

"Bersama seorang lelaki?", sahut Mom. Saka pun mengangguk.

"Lelaki itu adalah Jack. Tetapi aku tidak yakin karena wajahnya justru seperti saudaranya Jack. Aku tidak mengerti. 180° berbeda. Kalaupun Jack, ia kan aktor, pastilah beritanya menyebar luas dengan cepat, tetapi berita itu langsung lenyap seperti ditelan bumi.", lanjut Saka.

Hanako langsung menelan ludah. Jack bersama kakaknya saat kecelakaan itu---kenyataan ini cukup membuatnya teriris. Jack pernah nyaris mati dan ia mengalaminya untuk kedua kalinya. Dad mengangguk mendengar penjelasan Saka. Beliau tidak terlalu memikirkan kejadian itu. Yang terpenting sekarang adalah pelaku yang nyaris membunuh putrinya dan mungkin calon menantunya itu.

"Saka, apa FBI sudah menemukan pelaku penganiayaan ini?", tanya Dad.

Saka menggeleng. "Mereka baru mulai menyelidiki. Mereka dalam perjalanan kesini, mungkin bertanya pada Hanako karena ia dalam keadaan sadar.", jawab Saka.

Dad mengangguk. Pintu kamar pun diketuk. Kayna segera beranjak membukakan pintu. Beberapa orang formal---berjas biru dongker dengan name-tag yang bertengger di dada sebelah kanan---memasuki ruangan.

"Permisi, Tuan Greeve. Saya agen Chosen dari FBI, ingin meminta keterangan saksi dari anak bapak.", ujar pria berkacamata itu sembari menunjukkan kartu namanya.

"Silahkan.", jawab Dad.

Agen Chosen dan anak buahnya bergerak menuju Hanako yang langsung terduduk.

"Selamat pagi, nona Greeve. Saya agen Throne dari FBI. Saya akan mengajukan beberapa pertanyaan, jawab dengan singkat dan jelas. Jangan terlalu tegang,  rileks saja.", ujar salah satu anak buah agen Chosen.

Hanako mengangguk dan mendengarkan agen Throne dengan seksama.

"Pukul berapa kira-kira kejadian itu?"

"Pukul 1 dini hari."

"Berapa orang yang melakukan penganiayaan? Dan seperti apa bentuknya?"

"3 orang, satu kekar, satu cungkring, satu gempal. Semuanya menggunakan baju berwarna hitam dengan sedikit robekan di bagian lengan."

Unexpected Heart [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang