Bagian 5

810 94 4
                                    

“Yo, ke kantin, yuk?” ajak Sammy pada siswa yang tengah asik memainkan SLR-nya.

Siswa itu menoleh ke sumber suara. “Lo gak ke kantin bareng Naomi? Nanti gue jadi kambing conge lagi. Ogah, ah! Males,” jawabnya.

“Kagak, kok! Naomi lagi males ke kantin katanya. Ngapa sih, lo? Lagi bokek, ya?”

Mario menoyor kepala Sammy. “Gue bukan anak kost kaya lo kali. Eh, lo tinggal di rusun deh.”

“Rusun apanya? Apartemen, coy!”

“Menurut gue sih rusun,” ucap Mario sambil bangun dari tempat duduknya.

“Terserah lo, deh! Ayo, buruan! Laper gue.” Sammy merangkul Mario keluar kelas.

“Idih, jijik gue!” Mario melepas paksa tangan Sammy, tapi temannya itu malah menyeringai.

Selain Jevan, Mario merupakan teman lelaki yang cukup dekat dengan Sammy. Karena Jevan memilih IPS dan Sammy memilih IPA, mereka berbeda kelas. Hingga Sammy menemukan teman baru yang menurutnya cukup unik karena sifat keras kepalanya yang membuat banyak orang tidak suka. Selera berteman Sammy memang cukup aneh.

“Lo masih betah ajah ngejomblo,” ucap Sammy.

“Banyak temen, banyak rejeki—banyak yang bisa dimintain bantuan.” Ini sifat utama Mario, yang penting dia untung.

“Jadi kalau lo pacaran, lo gak punya temen gitu?”

“Kalau gue punya cewe, nanti gue gak bisa deket sama cewe lain. Terus gue gak bisa bebas main sama temen gue yang lain. Pasti dia pengennya waktu gue cuma buat dia. Ribet deh! Apalagi pas putus. Cowo pasti yang dibilang bajingan, brengsek, pokoknya yang salah pasti cowo. Padahal kan belum tentu. Terus udah gitu gak mau temenan lagi si cewenya. Gak bisa dimintain tolong lagi dong?” Ada lagi sifat Mario yang membuat orang lain—terutama teman lelaki—kurang suka padanya; terlalu parno.

Sammy menggelengkan kepala. Pantas ajah, ada yang serius suka sama lo, lo cuekin, ucap batin Sammy. “Hidup lo terlalu berbelit-belit, coy! Kalau emang nyaman dan suka ya ambil ajah.”

“Kaya Jevan sama Ayana gitu?”

Sammy mengangkat sebelah alisnya. “Itu karena Jevan overprotec ajah.”

“Ya nanti kalau gue punya pacar, cewe gue yang overprotec,” lirih Mario yang membuat Sammy bungkam dan tersenyum miring.

***

Melody dan Lidya memilih menghabiskan jam istirahat mereka untuk duduk di bawah pohon jambu rindang di taman depan kelas. Melody sibuk mengerjakan tugas fisika yang baru saja diberikan oleh guru mereka. Sedangkan Lidya asik bermain ponsel dengan satu telinga yang tersumbat aerphone.

“Lid,” panggil Melody setelah menyelesaikan soal nomor satu.

“Em?”

“Lo gak ngerjain tugas?”

“Nanti ajah. Masih minggu depan juga dikumpulinnya.”

“Gak biasanya lo begini. Mumpung ada gue nih, gak mau nanya dulu? Nanti gue males ngebantuinnya ya,” ucap Melody sedikit melirik Lidya.

“Gue minta bantuan Viny ajah, atau enggak Sammy,” jawab Lidya enteng.

Melody menghela napas pelan. “Terserah, deh.”

“Lidya,” tegur seorang siswa yang menepuk bahu Lidya dari belakang. Bukan hanya Lidya, Melody pun langsung ikut menoleh. Siswa itu tersenyum lebar pada Lidya. “Ke kantin, yuk?”

Lidya langsung melepas earphonenya dan mengangguk. “Ayo!”

“Ehm, gue ditinggal sendirian nih?” sindir Melody tanpa melirik sedikitpun Lidya dan Okan.

“Tadi katanya gak laper, makanya gue minta Okan nemenin gue makan,” ucap Lidya. “Tuh, Viny juga mau kesini. Atau kita ke kantin bareng-bareng ajah berempat?” tawar Lidya.

“Gak usah. Tugas gue belum kelar.”

“Oke,” ucap Lidya seraya berdiri. “Vin, temenin Melody, ya? Gue mau makan dulu sebentar.”

Viny yang baru sampai di pohon itu melirik ke arah Melody, Lidya dan Okan bergantian sebelum mengangguk pertanda mengerti. “Ya udah sana. Jangan kebanyakan es ya, Lid. Suaranya udah mulai serak lagi tuh.”

Ayey, captain!” seru Lidya sebelum menggandeng tangan Okan ke kantin. Melody yang melihat itu lagi-lagi mendelik.

“Jangan sinis gitu dong, Mel. Baru seminggu mereka jadian. Wajarlah kalau masih maunya nempel terus,” ucap Viny sambil duduk di samping Melody.

Melody menaruh pensilnya. Dia frustasi karena soal nomor dua di bukunya tak kunjung terjawab. “Baru seminggu pacaran, tapi udah berasa kaya yang udah nikah ajah.”

Viny tersenyum. Di balik sifat keras Melody ada hati tulus yang ingin melindungi Lidya. “Daripada dia nangis terus, kan?” ucap Viny yang membuat Melody hanya mengangkat bahu. “Itu soal ngapa dibelit-belit begitu, deh? Itu kan gak jauh beda sama soal nomor satu.” Viny menunjuk jawaban yang Melody tulis di buku fisikanya.

“Tau, ah! Frustasi gue,” keluh Melody sambil bersandar pada batang pohon dan memejamkan mata untuk menenangkan diri.

Lagi-lagi Viny tersenyum melihat betapa berartinya Lidya bagi mereka.

***

“Lidya serius mau ikut ujian kenaikan sabuk gak, sih?” tanya Sammy saat latihan rutin taekwondo selesai. “Tadi janjinya cuma sebentar, terus mau nyusul. Tapi kok, gak dateng sampai kelar?

“Dia udah absen latihan tiga minggu berturut-turut loh. Sabeum sama gue juga jadi ragu mau daftarin dia buat ikut ujian kenaikan sabuk sama calon atlet Porda.” Sammy memijat pelipisnya.

“Ujian masih lusa, kan? Mungkin Lidya kejebak macet jadi gak bisa dateng tepat waktu,” ucap Viny.

“Macet? Katanya dia mau kerjain tugas di perpus,” ucap Melody. “Tunggu. Jadi dia sebenarnya kemana hari ini, Vin?”

Viny menghela napas pelan, agak menyesal karena kelepasan bicara jujur tadi. “Dia nonton sama Okan.” Viny kalah bila sudah ditatap tajam begini oleh ketiga sahabatnya.

“Lagi?” tanya Melody agak tinggi. Viny mengangguk pelan. “Makin keterlaluan ya tuh anak!”

“Gue ke rumah dia deh abis nganter Naomi,” putus Sammy.

“Aku ikut!” ucap Viny.

Sammy mengangguk. “Udah biar kita berdua ajah dulu yang kesana. Kalau semua, ibunya bisa curiga,” ucapnya sambil menepuk bahu Melody. Sammy tau kalau Melody juga ingin ikut. Tapi kalau Melody meledak-ledak disana, malah bahaya.

“Lo ngapa diem ajah, Van?” tanya Viny bingung pada Jevan yang tumben anteng berdiam.

“Lo juga udah tau kalau Lidya jalan sama Okan hari ini?” tuduh Melody.

Jevan langsung menggeleng keras. “Kagak! Gue juga kaget, sumpah!” Sebuah seringaian tercetak jelas di wajah Jevan. “Tapi gue boleh ke toilet sekarang, kan? Gue mules dari latihan tadi. Gak tahan nih. Boleh, ya? Aduh! Mampus udah keluar dikit,” ucap Jevan seraya berlari ke toilet membuat Sammy dan Viny tertawa.

“Udah, jangan jual mahal gitu ketawanya,” ucap Sammy pada Melody yang menahan tawa.

***

Bersambung~~~

Belum kerasa ya Melody pasangannya siapa? Nikmati ajah alurnya~~

LimaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang