Bagian 40

465 78 21
                                    

Sebulan sebelumnya ...

"Gerakan bantingannya kaya gini, bisa dicoba gak sama kalian?" tanya Jevan pada Sammy dan Melody saat latihan persiapan untuk demo ekskul tengah berlangsung.

Melody menyenggol tangan Sammy yang malah melamun. "Sam."

"Yah! Dia malah ngelamun," ucap Jevan. "Coba deh lo sama Melody latihan yang ini. Soalnya gerakannya cukup rumit." Lalu Jevan meninggalkan keduanya untuk kembali berdiskusi dengan pelatih.

Sammy mengusap wajahnya sebelum melihat video yang berputar di laptop milik pelatih mereka. Dari air mukanya, Melody yakin bahwa pikiran Sammy sedang berkelana entah ke mana.

"Lo kenapa sih, Sam?"

"Kenapa apanya?"

Melody kini memutar badannya menghadap Sammy agar memperhatikan lelaki itu dengan seksama. "Naomi, ya?" terkanya.

Sammy mengerutkan kening. "Apaan sih, Mel?"

"Lo sering gak fokus belakangan kaya gini gara-gara Naomi, kan?"

Sammy mengalihkan pandangannya ke arah layar laptop, berusaha untuk tidak berkontak mata dengan Melody. "Enggak, Mel."

"Gak usah bohong, Sam. Muka lo udah ngejawab semuanya."

"Gue gak kenapa-kenapa, Melody."

"Gue tau ya, lo masih sering merhatiin Naomi diem-diem," ucap Melody sambil melipat tangan di dada. "Kalian kenapa gak pernah coba ngomongin lagi baik-baik ajah, sih? Gue tau lo masih sayang banget sama dia."

"Lo cuma sekedar tau, bukan ngerti," ucap Sammy dengan nada datar.

"Apa lo pikir dengan sikap lo belakangan bisa bikin gue diem ajah? Lo temen gue, Sam. Gue cape liat lo pura-pura bersikap 'gue baik-baik ajah' tapi nyatanya enggak." Kesal tidak diperhatikan, Melody menutup layar laptop dengan kasar.

Sammy akhirnya menatap Melody. "Kalau gitu, lo gak usah jadi temen gue," ucapnya yang membuat Melody membalakkan matanya.

Mata Melody mulai berkaca-kaca. Niatnya untuk memberikan saran pada sahabatnya malah dibalas menyakitkan. "Sekarang gue ngerti kenapa Naomi ninggalin lo. Lo terlalu sibuk ngebuat pembenaran atas sikap lo yang ngebuat dia lama-lama muak," ucapnya sambil mendorong-dorong dada Sammy dengan telunjuknya.

Sammy dibuat bungkam. Dia terus memikirkan ucapan Melody. Benarkah dia seburuk itu?

***

"Lo kenapa jadi berantem segala tadi sama Melody?" tanya Lidya saat dia dan Sammy menuju jalan pulang. Melody meminta Jevan yang mengantarkannya, jadilah Lidya yang duduk di samping Sammy saat ini.

"Gue tadi ada salah ngomong."

"Pasti Melody awalnya bikin lo kesel, ya?" Lidya melipat tangan di dada. "Dia kan emang gitu, Sam. Rewel kalau liat salah satu di antara kita ada yang 'gak baik-baik ajah'."

Sammy hanya tersenyum tipis.

"Lagian gue juga gak paham, Sam, ngapa lo bisa ngegalau begini. Nih ya, biasanya kalau lo abis putus itu, lo santai-santai ajah. Ketawa-ketiwi sama Jevan sambil ngeledekin gue atau Melody. Ngajak kita nonton atau nongkrong di kafe bareng. Terus besoknya, lo nyari mangsa baru lagi."

Entah mengapa ucapan Lidya ada benarnya juga. Sammy belum pernah merasakan patah hati seperti ini. Naomi begitu berdampak besar untuk dirinya. "Karma kali ya, Lid?"

Lidya mengerutkan kening. "Mungkin. Emang lo gak minta saran ke Viny buat ngelakuin apa? Katanya hari minggu kemarin lo ke asrama dia."

"Dia nyuruh gue buat ngomongin baik-baik sama Naomi, sih. Tapi gue rasa, gue sama dia sama-sama butuh waktu buat tau seberapa besar rasa kita berdua sampai harus balikan lagi."

Lidya menggaruk kepalanya. "Duh, Sam! Bahasa lo berat bener. Intinya saran Viny sama Melody sama, kan? Kenapa lo marah sama Melody tapi sama Viny enggak?''

Sammy dibuat terdiam oleh pertanyaan gadis di sebelahnya. Pada dasarnya Melody sama perhatiannya dengan Viny, hanya saja cara keduanya menyampaikan saran yang berbeda. Dia jadi semakin merasa bersalah telah mengeluarkan kalimat tajam pada Melody tadi.

"Melody emang gitu, Sam. Dia kalau nyampaiin perasaan susah pake bahasa yang lembut kaya Viny. Tapi gue yakin, niat dia pasti baik. Gue sih udah sering diomelin terus sama dia," ucap Lidya yang seolah bisa membaca isi kepala Sammy.

Sammy kini tersenyum sambil menggelengkan kepala. "Ckckck. Gak nyangka gue kalau lo bisa ngomong sebener ini. Dibawa main sama Okan ke mana, sampe bisa pinter gini?"

Lidya memukul keras lengan kiri Sammy. "Gue emang pinter tau!"

Sammy meringis karena pukulan Lidya begitu keras. "Tapi masih jadi kang pukul terbaik. Patah deh tangan gue."

Lidya melotot. "Mau lagi?"

***

Jam istirahat, Sammy sudah meniatkan untuk mencari Melody dan meminta maaf padanya soal kejadian kemarin. Setelah dipikir memang Sammy yang kemarin sedang sensitif dan tidak paham pada sifat Melody. Padahal mereka sudah bersahabat cukup lama.

Baru saja dibicarakan, sosok Melody terlihat sedang berjalan sendirian di koridor kelas dengan setumpukan buku tulis di tangannya. Sammy langsung menghampiri gadis itu dengan langkah mantap.

"Mau gue bantuin?" tawar Sammy sambil berjalan di samping Melody, membuat gadis mungil itu menghentikan langkahnya karena terkejut.

"Ih, Sam! Gue kira siapa!"

"Kaget banget, ya?" Sammy juga tidak menyangka akan menjadi begitu mengejutkan. "Lo emang lagi ngelamun?"

"Enggak."

"Kok bisa kaget banget, sih?"

"Ya, namanya juga kaget," ucap Melody, menutupi kebohongannya yang memang tadi berjalan sambil melamun. Bukan hanya untuk Sammy, pertengkaran kecil antara keduanya kemarin juga mengusik pikiran Melody.

"Ya udah, maaf. Gue bantuin, ya?" Sammy berdiri di depan Melody sambil tersenyum.

Melody menatap Sammy beberapa saat sebelum menggeleng. "Gak usah." Dia melanjutkan langkahnya, melewati Sammy begitu saja.

"Masih marah soal kemarin, ya?" Sammy mengejar langkah Melody.

"Enggak, kok."

"Ckckck. Kemarin lo nyuruh gue buat gak bohong, tapi lo sendiri sekarang bohong. Muka lo masih keliatan marah tau, Mel."

Melody tidak menggubris ucapan Sammy dan terus melangkah menuju ruang guru untuk menyimpan buku tugas kelasnya.

Sammy lagi-lagi berdiri di depan Melody untuk menghentikan langkahnya. "Gue minta maaf soal omongan gue kemarin. Gue salah. Gue gak bisa ngendaliin emosi gue kemarin. Gue minta maaf."

Melody hanya diam sambil menatap Sammy. Lelaki di depannya memang nampak bersungguh-sungguh.

"Gue ngerti kalau niat lo baik. Lo gak mau gue begini terus. Tapi Mel, gue butuh waktu. Gue sama Naomi sama-sama butuh waktu buat berpikir sendiri dulu." Sammy memegang kedua bahu Melody. "Maaf kalau sikap gue belakangan sering bikin lo sama yang lain khawatir. Gue cuma butuh waktu buat nenangin diri. Please, trust me."

Tatapan Sammy membuat Melody akhirnya mengangguk dan tersenyum. Salah juga bila dia terus marah pada Sammy. Lelaki ini hanya sedang patah hati. Wajar emosinya begitu labil. Belum lagi Viny yang biasa menenangkannya sedang tidak bisa berbuat banyak karena jarak.

"Thanks, Mel." Sammy tersenyum, membuat hati Melody perlahan menghangat.

***

Bersambung~~

ShanMel. New pair? Ehehehehe *kaburrrr

See you bye bye~~~

LimaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang