Bagian 31

571 94 25
                                    

Lidya menendang-nendang krikil sambil bersenandung pelan. Tubuhnya bersandar pada sebuah motor yang ditinggal pemiliknya ke dalam sebuah gang.

Tadi Lidya sebenarnya meminta ikut dengan Okan. Tapi pacarnya itu  bilang jalanan di gang sangatlah sempit dan sulit untuk parkir motor. Jadilah Lidya ditinggal di pinggir jalan bersama motor Okan.

"Hai, Cantik!" Seorang lelaki yang sedang lewat dengan seorang temannya menggoda Lidya.

Lidya hanya memasang wajah judes dan memandang arah lain. Malas meladeni orang iseng seperti itu.

"Sendirian ajah nih? Nungguin siapa?" tanya lelaki yang lain.

Lidya masih terdiam seolah tak mendengar perkataan apapun. Fokusnya tertuju pada kendaraan yang berlalu-lalang.

"Sombong bener ini anak," ucap lelaki yang pertama, membuat Lidya menatapnya datar. "Apa? Songong bener muka lo!" Tangan lelaki itu sudah siap melayangkan sebuah tamparan, tapi sebuah tangan menahan tangan lelaki itu.

Lidya yang ikut terkejut, melihat Okan menahan tangan lelaki kurang ajar yang menggodanya. Padahal tadinya Lidya yang akan menahan dan memelintir tangannya.

"Siapa lo? Arrghhkk!" Okan memelintir tangan lelaki itu hingga dia meringis. Lalu dengan satu dorongan, Okan membuat lelaki itu tersungkur.

"Sialan lo!" Sebuah pukulan keras melayang ke arah wajah Okan, namun Lidya langsung menendang lelaki yang satunya lagi sebelum pukulannya mengenai Okan.

"Cabut!" seru lelaki yang pertama pada temannya. "Liat perhitungan gue!" ancamnya sebelum mereka pergi meninggalkan Lidya dan Okan.

"Wow!" seru Okan merasa takjub pada kekasihnya. "Thanks, ya."

"Hehe, jangan lupa aku anak taekwondo. Aku bisa jaga diri kok," ucap Lidya dengan senyum lebar.

Okan mengangguk-angguk. "Oke. Tapi tetep aku harus jagain kamu. Kalau kenapa-napa kan tanggungjawab aku yang bawa kamu kesini."

"Iya deh. Yuk, jalan! Nanti kesorean."

***

Ada senyum yang tercetak di wajah Melody saat melihat meja di depannya sudah rapi. Hidangan makan siang yang tadi dia bawa, sudah tertata di atas meja.

"Sip!" seru Melody memuji hasil kerjanya sendiri.

Melody sengaja membawakan makan siang untuk Sammy karena dia khawatir pasca kejadian kemarin. Mungkin bila ada Viny, sekarang yang melakukan ini semua untuk Sammy bukan dirinya.

Sammy keluar dari toilet dengan rambut basah dan handuk di leher. Harum aroma masakan yang Melody bawa memenuhi indera penciumannya. Pasti karena tadi Melody menghangatkan masakannya dulu di dapur Sammy.

"Makan, Sam!" ucap Melody yang sudah duduk di sofa. Dia sudah tidak sabar menunggu Sammy selesai mandi.

Sammy tersenyum tipis—nyaris tak terlihat. Dia duduk di sofa yang berseberangan dengan Melody.

Sebuah tanya tercetak jelas di wajah Sammy ketika melihat hanya ada satu piring nasi disana. "Lo, udah makan?" Suara Sammy masih seperti orang yang tercekik—kering dan menyeramkan.

Dengan spontan Melody menuangkan segelas air untuk Sammy. "Suara lo nyeremin banget sumpah."

Sammy menenggak airnya hingga habis.

"Haus, Pak?" sindir Melody.

Sammy lagi-lagi hanya tersenyum tipis. "Thanks, Mel."

"Ayo dimakan." Melody mendekatkan sebuah sendok pada tangan Sammy.

LimaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang