Bagian 24

624 101 18
                                    

"Kata mama tadi kakak-kakak kamu juga lagi pada jalan, kenapa gak ngajak mereka jalan bareng kita ajah?" tanya Jevan pada gadis cantik yang duduk di sebelahnya.

"Kalau jalan bareng mereka juga, kita direcokin. Terus gak ada waktu buat kita ngobrol berdua."

"Hah?" tanya Jevan spontan sambil menoleh ke arah Ayana.

Ayana balik menatap Jevan. "Kamu masih punya hutang cerita sama aku loh, Je."

Jevan menggerutu pelan, padahal dia sudah berharap lebih dari maksud kalimat Ayana tadi. Dia menghela napas sejenak. "Lusa, aku diangkat sabeum jadi pengganti Sammy sebagai ketua taekwondo unit sekolah, Nay."

Ayana masih diam. Dia ingin mendengar cerita Jevan lebih jauh lagi.

"Semenjak kejadian Sammy mukul Keenan, sabeum ngeberhentiin Sammy sebagai ketua unit. Itu ajah udah cukup gak adil buat Sammy. Sekarang sabeum nunjuk aku buat gantiin posisi Sammy. Sahabat macem apa aku? Ck!" Ada sedikit emosi yang tertekan dari nada bicara Jevan. Dan Ayana tau, itu adalah emosi yang disembunyikannya selama beberapa hari ini. Emosi yang akhirnya bisa sedikit Jevan keluarkan.

"Aku boleh ngasih sedikit saran?" tanya Ayana setelah jeda beberapa saat.

Mendengar pertanyaan Ayana yang terdengar hati-hati, Jevan tertawa renyah. "Aku keliatan emosi banget ya?" tanya Jevan dengan senyum lebar seolah ingin menunjukkan bahwa dia masih terlihat enjoy walau hal yang sedang dibahas adalah hal yang membuat dia gelisah beberapa hari ini.

"Kamu udah cerita ke Sammy?" Pertanyaan Ayana dibalas gelengan kepala oleh Jevan. "Aku pikir, kalian bisa saling sharing soal masalah ini. Siapa tau Sammy malah dukung kamu." Ayana menggengam tangan kiri Jevan. "Je, jangan kamu anggap Sammy selemah itu. Kamu jauh lebih kenal dia."

Jevan terdiam sambil berpikir tentang kalimat dari Ayana. Dia memang belum menemukan waktu yang tepat untuk bicara pada Sammy—atau Jevan yang terlalu takut membahas masalah ini dengan Sammy. Dia tidak ingin menambah kesakitan hati Sammy—tidak untuk dalam waktu dekat.

"Je." Sentuhan tangan Ayana menyadarkan lamunan Jevan. "Mau aku ajah yang nyetir?" Ada kekhawatiran dalam diri Ayana melihat Jevan yang nampak memikirkan masalahnya terlalu dalam hingga tak menyadari lampu di depan sudah berwarna hijau.

"Eh, gak usah, kok. Maaf, ya." Jevan tersenyum tipis sambil melajukan lagi mobilnya.

Ayana menatap sendu lelaki yang mencoba fokus mengemudikan mobil itu. Mungkin seharusnya dia tidak menanyakan hal itu tadi. Tapi bila Ayana tidak bertanya, Jevan pasti akan menyimpan masalahnya sendiri. Artinya Jevan tidak akan kunjung mendapatkan jawaban atas masalahnya.

Sebuah hembusan napas pelan keluar dari mulut Ayana. Dia berharap Jevan mau segara menyelesaikan masalah ini. Karena sudah cukup Jevan memendam kegelisahannya sendiri.

***

Sammy menatap wajah samping Naomi yang asik menatap layar televisi di depannya. Malam ini Sammy menikmati malam minggu dengan menonton sebuah film horor di ruang tengah keluarga Prasetya. Bukan hal baru untuk Sammy. Hanya menghabiskan waktu menonton film bersama Naomi dan Sinka sama sekali tak membosankan untuk Sammy. tapi kali ini rasanya sikap Naomi agak berbeda.

"Ci, bagi popcornnya dong," pinta Sinka yang duduk di atas sofa.

Naomi meraup sedikit popcorn di toples yang ada di depannya dan memberikan itu pada Sinka.

"Cici gendut, pelit," celetuk Sinka sambil cemberut melihat hanya seraup popcorn yang diberikan cicinya.

Suasana kembali hening. Mata Naomi dan Sinka tertuju pada adegan film yang mulai menyeramkan. Tapi Sammy masih betah menatap wajah Naomi, seakan ada hal yang dia cari dari keanehan sikap Naomi malam ini.

LimaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang