Bagian 37

435 79 32
                                    

"Aku gak papa kok, Sam," ucap Viny sebelum merintih karena kakinya sengaja disenggol Melody.

"Ini gak papa?" tanya Melody yang ikut menatapnya tajam.

"Sakitnya cuma dikit kok. Lagian barusan udah dikasih pereda nyeri juga." Viny mengerucutkan bibir. Kini dia ada di ruang kesehatan dan berbaring di salah satu kasurnya lengkap dengan pergelangan kaki yang diberi perban.

Keempat sahabatnya ada di ruangan itu, lengkap dengan Yoga dan Natha. Pelatihnya dan sang ayah sedang bicara di luar ruangan.

Yoga mengacak-acak rambut adiknya. "Kamu ini ada-ada ajah, ya. Kalau udah sakit, bilang ajah sakit."

"Lo gak tau ajah Sammy hampir loncat dari tribun pas liat lo jatoh dan kesakitan gitu," ucap Jevan yang membuat Viny kembali menatap Sammy, tapi kali ini dengan tatapan bersalah.

Flashback

Sammy menatap khawatir pada Viny yang nampak semakin parah sejak babak semifinal dimulai. Bisa terlihat nyeri yang ditahan gadis itu dengan mati-matian. Saat selesai ronde pertama, terlihat pelatih memintanya untuk berhenti, tapi Viny menggeleng keras dan memutuskan untuk terus bertanding.

Saat ronde kedua dimulai, Viny langsung memaksakan sebuah tendangan ke arah kepala tapi kaki kanannya kehilangan keseimbangan karena dia memaksakan untuk memutarnya hingga Viny malah terjatuh dan meringis kesakitan di pergelangan kakinya.

"Viny!" teriak Melody dan Lidya spontanitas sedangkan Jevan membalakkan matanya shock.

Sammy langsung menatap ke arah bawa tribun tempat dia berada seolah menghitung kemungkinan yang akan terjadi kalau dia melompat ke sana agar segera mendekati Viny. Tapi belum sempat dia melakukan kenekadannya, dia melihat Viny sudah dibawa keluar area pertandingan. Hanya saja bukan itu yang membuat Sammy langsung terdiam.

Tangan Sammy menyengkram besi tribun dengan kencang. Dari sekian banyak orang di bawah sana, mengapa harus Natha yang menggendong Viny keluar arena? Dan kenapa hati Sammy merasa tak suka?

***

Kini yang ada di ruang rawat hanya Viny, sang ayah, pelatih, dan Sammy. Ketika yang lain keluar ruangan untuk memberi keleluasaan pada ayah dan pelatihnya yang akan berbicara serius dengan Viny, Sammy tidak bergerak dari tempatnya berdiri sama sekali seolah dia memang seharusnya ikut mendengarkan.

Ayah Viny mengerti kenapa Sammy bersikap seperti itu. Bagi Sammy, Viny salah satu hal yang berharga dalam hidupnya hingga wajar saja kini Sammy nampak sangat khawatir walau lelaki itu hanya diam saja sedari tadi.

"Kamu punya waktu istirahat sekitar 2 jam lagi sebelum pertandingan untuk posisi ketiga. Tapi saya sangat menyarankan kamu lebih baik tidak usah ikut karena bisa saja kondisi kaki kamu semakin parah," jelas sang pelatih pada Viny dengan tatapan serius.

"Saya tau kalau kamu bukan anak yang mudah menyerah. Sampai bisa bertahan di titik ini saja, kamu sudah cukup hebat karena kondisi kaki kamu dari awal tidak sebaik biasanya. Jadi saya harap kamu jangan memaksakan lagi, ya." Sang pelatih menepuk pundak Viny.

"Tapi kalau kondisi saya 2 jam lagi bisa membaik, saya masih bisa ikut kan, Beum?"

"Ratu ..." ucap sang ayah sambil menggeleng. Viny sangat mengerti bila sang ayah sudah memanggilnya begitu, berarti ada permintaan yang amat dalam dari hatinya. Dia mengelus lembut kepala putrinya. "Kamu istirahat ajah ya, Nak."

"Tapi Yah, ini itu satu-satunya kesempatan aku. Aku gak tau kapan lagi aku bisa ikut pertandingan kaya sekarang," ucap Viny dengan suara putus asa, membuat sang ayah menarik Viny ke pelukannya.

Ada jeda beberapa lama sebelum sang ayah kembali bersuara, "Kita lihat gimana kondisi kamu nanti. Kalau jalan ajah susah, ayah gak kasih ijin kamu tanding lagi sampai bener-bener pulih."

Viny mengangkat kepalanya dan tersenyum menatap sang ayah. "Beneran, Yah?" tanyanya yang dijawab anggukan. "Makasih!" Viny kembali memeluk erat tubuh sang ayah dan baru sadar sosok Sammy masih berdiri di tepi sebuah ranjang kasur yang berada di sebelah kasurnya. Lelaki itu masih menatapnya datar.

Seolah menyadari arti tatapan keduanya, kedua lelaki tua itu meninggalkan kedua anak muda yang beberapa menit setelah ditinggal pun masih saling terdiam.

Mereka saling bertatapan seolah bisa mendengar suara hati satu sama lain. Hingga akhirnya Viny mengalah karena Sammy hanya menatapnya datar sedari tadi.

"Sam, aku baik-baik ajah," ucap Viny yang masih hanya dibalas tatapan datar Sammy. "Oke, aku gak baik-baik ajah. Tapi kaki aku udah bisa digerakin dikit-dikit kok." Viny mencoba mengangkat kaki kanannya perlahan walau diiringi ringisan.

"Andra, ih! Aku gak bisa jalan ke situ buat minta maaf," keluh Viny.

"Bodoh," itu kata pertama yang keluar dari mulut Sammy. Dia berjalan mendekati Viny lalu menyentil keras kening Viny.

"Aw! Ih!" Viny mengelus bekas sentilan Sammy. "Ih kok jadi nyentil kaya Melody sih?"

"Harusnya kalau dari awal udah sakit, gak usah ikut sama sekali. Pas aku tanya tadi pagi, kamu bilang kamu gak papa. Kesalahan kecil ajah bisa bikin kaki kamu bener-bener patah loh, Vin." Sammy tidak sama sekali mengacuhkan pertanyaan Viny, wajahnya sangat serius hingga Viny memberengut.

"Tapi tadi aku berhasil sampai semifinal kok."

"Itu cuma beruntung. Beruntung lawan kamu gak nyerang kamu sampe cedera parah dan berakibat fatal."

Viny terdiam beberapa saat sebelum tersenyum lebar, menampakkan rentetan giginya. "Aku lebih suka kamu ngomel begini Dra, daripada diem terus kaya tadi. Aku jadi ngerasa bersalah banget bikin kamu khawatir gini."

Sammy menepuk-nepuk puncak kepala Viny lembut. "Aku khawatir setengah mati karena aku gak mau hal buruk terjadi sama kamu. Jadi jangan maksain diri kamu apalagi sampai sakit gini."

"Maaf." Viny menggenggam tangan Sammy yang menggantung bebas. "Aku cuma pengen ngeluarin semua yang aku bisa dulu. Aku gak mau gagal dengan penyesalan."

Sammy mengangguk dan tersenyum tipis, tanda mengerti atas semua keputusan Viny hari ini. Perlahan dia menarik Viny ke dalam pelukannya sambil mengelus rambutnya perlahan.

Suara pintu terbuka membuat Viny langsung menarik diri, terlebih saat dia tau siapa sosok yang masuk ke ruangan.

Natha tersenyum lebar sambil mendekati ranjang Viny. "Kalian mau kopi?" tanyanya sambil menunjukkan kantong plastik berisi kopi kaleng. Viny menerimanya dengan tersenyum, sedangkan Sammy hanya mundur selangkah dan terdiam sambil memperhatikan keduanya.

***

Bersambung~~~

Jiahhhh gue ditimpuk dah

See you bye bye~~

LimaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang