Bagian 21

647 96 16
                                    

"Mi. Naomi," panggil Viny pada perempuan yang duduk di sampingnya. Viny sedari tadi memperhatikan teman sebangkunya ini sibuk melamun selama pelajaran.

Naomi agak terkejut dan menoleh pada Viny. "Kenapa, Vin?"

"Lo yang kenapa, Mi? Ngelamun gitu dari tadi." Viny memutar posisi duduknya menghadap Naomi setelah melihat guru keseniannya benar-benar sudah keluar dari kelas.

Naomi memaksakan seulas senyum. "Gak papa, Vin."

Viny mengerutkan kening karena melihat raut wajah dan tingkah Naomi berbanding terbalik dengan ucapannya. "Yakin?" Naomi mengangguk dan menyandarkan kepalanya ke atas meja, tatapannya kembali menerawang entah kemana.

"Kalau lo punya masalah, lo tau gue bisa dengerin kapanpun, Mi," ucap Viny yang hanya dibalas anggukan kecil dan senyum tipis oleh Naomi. Viny menahan diri untuk tidak memaksa Naomi bercerita padanya saat ini juga. Bila Naomi merasa ada yang perlu untuk diceritakan, tanpa Viny mintapun temannya ini pasti akan bawel dengan sendirinya. Tapi setelah melihat ini Viny semakin berpikir, betapa banyak hal yang dia lewatkan di sekolah selama seminggu ini.

***

"Jadi Lidya gak bisa dihubungi dari tadi pagi?" tanya Sammy pada Jevan dan Melody yang tiba-tiba saja datang ke apartemennya sepulang sekolah. Kedua orang itu mengangguk sebagai jawaban.

"Apa kita ke rumahnya ajah?" tanya Melody.

Sammy dan Jevan terdiam sesaat, mereka sama-sama berpikir tentang kemungkinan orangtua Lidya sedang bertengkar lagi sehingga Lidya tidak bisa bersekolah hari ini. Mereka berdua sama-sama ingin menutupi itu satu sama lain.

"Gue tanya Okan dulu," ucap Jevan sambil mengeluarkan ponselnya dari dalam saku celana, lalu membuat panggilan pada Okan.

Kening Melody mengerut karena bingung sejak kapan Jevan menyimpan nomor telepon Okan. Berbuat ramah saat bertemu saja tidak pernah.

"Sial! Gak aktif nomornya," umpat Jevan.

Sammy memejamkan mata untuk berpikir sambil menyandarkan punggungnya ke sofa dengan tangan dilipat di depan dada. Sedangkan Jevan sibuk menghubungi beberapa temannya yang mungkin tau keberadaan Okan sekarang. Dan Melody yang semakin dibuat gelisah karena dua lelaki di depannya ini tak kunjung membuat tindakan.

Sammy membuka mata ketika sebuah ingatan terlintas di kepalanya. "Gue tau tempat biasanya club motornya Okan ngumpul." Dia ingat bila dia mengantar-jemput Naomi setiap hari, dia akan melewati sebuah warung kecil di sudut jalan menuju rumah Naomi. Dan tempat itu sering ramai dipakai berkumpul oleh teman-teman sekolahnya. Mereka membuat club motor kecil-kecilan karena hobi mereka memodifikasi motor dan touring kesana kemari. Okan salah adalah satu anggotanya. "Warung yang di deket rumah sakit mau ke jalan rumah Naomi. Nama warungnya sering disebut sama anak sekolah kok. Apaan, ya?" Sammy berusaha mengingat.

"Warcil?" tanya Melody.

"Bukan."

"Warvil?"

"Bukan, bukan." Sammy berpikir semakin keras.

"Warbil?" tanya Melody lagi, mengabsen semua tempat tongkrongan anak-anak sekolahannya.

Sammy masih menggeleng. "Nama orang kok warungnya."

"Warung pak Martin? PM?" tanya Jevan yang sedari tadi diam-diam ikut berpikir juga.

Sammy menjentikkan jari. "Nah, iya!" serunya.

"Ya udah, kita coba cek kesana," ucap Melody.

Jevan menatap wajah Melody yang sangat khawatir saat ini. "Melody sama gue duluan," ucap Jevan. "Lo jemput Viny dulu, Sam. Dia juga berhak tau keadaan Lidya," lanjutnya pada Sammy.

LimaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang