Bagian 14

632 90 8
                                    

Catatan sedikit :
Part sebelumnya yang aku maksud Farish itu Mario ya. Aku lupa edit. Maaf banget *bungkuk*
Farish = Mario

Makasih juga buat sarannya. Kalian sangat membantu.

Buat yang minta isinya lebih dipanjangin. Aku lagi belajar nulis pendek tapi konsisten. Jadi mohon kemaklumannya ya.

Pemeran lelaki di cerita ini : Sammy, Jevan, Mario, Keenan, Natha dan banyak cameo lain😂

Selamat membaca~~~

***

Sammy menghembuskan napas pelan untuk mentralkan lagi hati dan pikirannya. Dia sudah siap kalau harus kena omelan Naomi pagi ini. Kemarin Sammy memilih pulang menemui orangtuanya ke Bandung sambil menenangkan diri dan me-refresh-kan kembali kepalanya setelah begitu banyak masalah yang datang dan pergi dalam akhir-akhir ini. Memang sentuhan lembut dari ibu pada anaknya seperti mantra sihir yang mampu membuat tenang. Terbukti Sammy merasa lebih baik setelah pulang dari Bandung.

“Pagi, Sayang!” sapa Naomi yang baru masuk ke dalam mobil. Sammy mengangkat sebelah alisnya. “Udah sarapan? Kok ngeliatin akunya begitu?” Naomi tersenyum tipis.

“Eh, udah kok.” Sammy memajukan mobilnya. “Gimana seleksinya kemarin?”

Kini Naomi agak pending karena berpikir untuk menyusun kata yang tepat agar tidak menyinggung Sammy. “Ya, gitu. Cape. Di Bandung gimana mama sama papa? Sehat?”

Sammy tau Naomi mengalihkan pembicaraan, tapi dia senang pagi ini Naomi kembali menjadi pacarnya yang pengertian. “Mama sama papa sehat kok. Mereka nanyain kamu malah.” Sammy mengelus rambut Naomi.

“Oh, ya? Nanti kalau ke Bandung lagi, aku ikut, ya? Waktu itu kan ketemu mama cuma sebentar pas kamu masuk rumah sakit karena usus buntu.”

“Siap! Kemarin kan kamu seleksi. Eh, minggu depan seleksi tahap dua, kan?”

Naomi menatap wajah Sammy, sepertinya lelaki ini sudah tidak masalah menyinggung masalah seleksi atlet Porda. “Iya. Itu juga kalau aku lulus tes fisik kemarin.”

“Optimis dong!” Sammy melempar senyum.

***

“Sammy!” Melody dan Lidya tersenyum lebar melihat Sammy yang sedang berjalan sendiri di koridor. Sammy melambaikan tangan pada keduanya.

“Sendirian ajah! Kelihatan kaya jomblo!” celetuk Lidya sambil menyelipkan tangannya di tangan kiri Sammy. “Padahal kan yang jomblo akut mbak-mbak yang di sebelah.” Lidya melirik Melody.

“Enak ajah!” Melody menatap tajam Lidya.

“Cepet move on makanya, Mel,” ucap Sammy yang tersenyum dan menggeleng-geleng melihat kedua sahabatnya.

“Tuh, bener, tuh! Setuju sama Sammy!” Lidya memeletkan lidah pada Melody.

“Eh, rese, ya!” Melody mencoba menangkap Lidya, namun Lidya mengelak dan berlindung di balik badan tinggi Sammy.

“Gak kena, wlee!” Lidya menggoda Melody.

“Ih, Sammy awas!” Melody sulit menangkap Lidya karena terhalang Sammy. “Lidya awas ya, kalau kena gue bejek, lo!”

“Hai, semua!” sapa Jevan pada tiga sahabatnya.

“Gak takut!” Lidya berlari dan berlindung di balik badan Jevan.

“Eh, apaan nih?” Jevan kaget diserbu oleh Lidya dan Melody. Belum lagi mereka berdua memutari tubuhnya.

Sammy menggeleng-geleng dan tertawa. Mereka kadang lupa umur. Lalu matanya menangkap Viny yang sepertinya akan mendekati mereka. Daripada Viny juga menjadi target tempat berlindung Lidya, Sammy berjalan dan merangkul Viny ke arah kantin.

“Kenapa, sih?” Viny merasa aneh dengan sikap Sammy.

“Udah, ke kantin ajah, yuk!”

“Itu anak-anak, tapi ....”

“Udah biarin ajah,” bujuk Sammy.

Viny tersenyum jahil. “Eh, woy, buruan! Sammy mau traktir kita katanya!” teriak Viny yang langsung mengalihkan perhatian ketiga sahabatnya.

“Mau!”

“Serbu!”

“Ikut!”

Ketiga sahabatnya itu langsung berlari mengejar Sammy dan Viny.

Sammy menatap jengah Viny, membuat Viny tertawa karena berhasil mengerjai Sammy. “Udah, ngutang ajah dulu sama kang Eman,” ucap Viny ringan.

Huft! Sammy lemas. Dia harus memutar otak untuk menyusun kalimat agar bisa meminta kasbon dulu ke kantin karena uang di dompetnya harus bisa bertahanan sampai bulan depan. Viny memang niat mengerjainya.

***

Viny mengitari rak-rak novel untuk mencari novel yang tengah dicarinya. Sudah lama dia tidak mampir ke toko buku untuk menambah daftar bacaannya. Mungkin karena kegiatannya akhir-akhir ini memang cukup padat dan menguras tenaga.

“Vin!” Lidya menepuk bahu Viny. “Gue duluan, boleh? Okan udah nunggu di luar.”

Viny menghela napas pelan. Memang salah dia mengajak Lidya ke toko buku. “Iya, boleh.” Viny tersenyum tipis. “Tapi pulangnya jangan lebih dari jam tujuh, ya? Inget waktu.”

Lidya mengangguk dan tersenyum. “Oke, Kakak!” Lidya memeluk Viny sebentar sebelum pergi.

Sendiri lagi, keluh hati Viny.

Viny mengambil buku yang akan dibelinya ke kasir untuk dibayar. Sambil menunggu antrian di depan kasir, Viny memainkan ponselnya.

“Ehm,” deham seseorang di belakang Viny. “Viny, kan?” tanyanya memastikan.

Viny mengerutkan kening, bertanya-tanya siapa lelaki jangkung yang mengenal namanya ini.

“Ini gue, Natha, sepupunya Naomi.” Lelaki itu lalu tersenyum lebar, menunjukkan eyesmilenya.

“Ah!” Viny baru ingat. “Kak Natha! Maaf gue lupa.”

“Gak papa. Asal gak lupa mau bayar ke kasir. Udah kosong, tuh!” ucap Natha menunjuk kasir di depan Viny yang sudah kosong.

“Lo apa kabar, Vin? Udah lama gak main ke kafe gue lagi.” Natha berjalan di samping Viny saat mereka sama-sama keluar dari toko buku.

“Baik, kok. Lagi ada kegiatan ekskul ajah, jadi jarang bisa main.”

“Oh, taekwondo, ya?”

“Yap! Lo pasti tau dari Naomi, kan?”

Natha mengangguk. “Begitulah. Eh, lo mau langsung pulang atau gimana?”

“Tadinya mau makan dulu, tapi ....”

“Gue punya rekomendasi makanan Jepang yang enak disini. Lo suka makanan Jepang, kan?”

“Suka, sih. Tapi lo ada waktu? Maksudnya lo emang gak ada acara gitu?”

Natha menggeleng. “Kagak. Gue emang mau kesana,” ucap Natha sambil tersenyum. “Kalau lo mau, gue yang traktir.”

Viny mengangguk. Tak ada salahnya makan dulu sebentar bukan? “Tapi gue bayar sendiri ajah.”

“Oke. Gak masalah.”

***

Bersambung~~~

Tahan dulu ah ViNju momennya wkwk

Naomi kembali baik karena... Lalala~~

LimaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang