Bagian 20

742 98 26
                                    

Kangen nulis sesantai ini. Maaf ya lama :(
Lagi ngeluwesin lagi nulisnya biar lebih santai. Semoga gak kecewa sama part ini😊😂

***

Jevan tersenyum cerah saat melihat seorang siswi sedang sibuk menata salah satu mading di sudut sekolah. Dengan langkah agak dipercepat, dia mendekati siswi yang sedang membetulkan kunciran rambutnya itu.

“Ribet banget sih, Ay,” ucap Jevan sambil membantu Ayana mengumpulkan rambut gadis itu dan mengikatnya menggunakan karet rambut. Selama kejadian itu, Ayana hanya tersenyum mengingat Jevan selalu bisa diandalkan soal hal seperti ini.

“Jago banget nguncir rambut cewe. Udah punya anak cewe ya, Pak?” ledek Ayana saat rambutnya sudah merasa rapi.

Jevan mendengus pelan. “Makasih dulu gitu, baru ngeledek,” cibir Jevan.

Ayana menyeringai. “Abis kamu pinter banget nguncir rambut cewe.” Ayana menatap Jevan intens. “Atau jangan-jangan kamu belajar dari banci salon, ya?”

Jevan menyemburkan tawanya. Kadang jalan pikiran Ayana terlalu lugu di matanya. “Mana ada, sih? Eh, itu mau dipasang?” Jevan menunjuk ke kumpulan kertas yang Ayana simpan di lantai karena tadi dia sibuk menguncir rambut panjangnya.

Ayana mengangguk dan mengambil tumpukan kertas berbagai macam bentuk dan ukuran itu. “Nih, bantuin nempelin,” titahnya sambil memberikan sebagian kertas di tangannya dan lem kertas yang dia simpan di saku celana.

Jevan mengerutkan kening sambil tersenyum. “Kebiasaan, ya,” komentarnya singkat sebelum sibuk mengempelkan kertas-kertas itu dengan serius. Ayana yang melihatnya hanya tersenyum tipis karena sepercik kehangatan masuk ke dalam hatinya.

***

“Lo tugas resensi buku udah kelar, Sam?” tanya Mario sambil melahap bakso di depannya, sedangkan Sammy yang sedang meminum es jeruknya hanya mengangguk sebagai jawaban. “Gue resensi buku apa, ya? Baca buku ajah gue gak pernah kelar.”

“Kebanyakan nonton drama Korea sih lo. Doyannya yang menye-menye,” celetuk Sammy yang membuat Mario menatapnya sinis. Sambil melahap makan siangnya, Sammy mengetuk-ngetukkan jari ke meja, seolah sedang berpikir keras untuk membantu temannya ini. “Eh, Ve!” panggilnya dengan suara agak keras pada seorang siswi berambut panjang dan bertubuh tinggi yang sedang berjalan sambil membawa makan siangnya.

Ve menoleh dan menatap Sammy seolah bertanya ‘kenapa?’ tanpa bersuara.

“Sini, sini!” seru Sammy dengan semangat dan senyuman. Mario yang melihat kelakuan Sammy hanya menggeleng. Dia tau, kalau Naomi melihat kejadian ini, pasti Sammy mendapat masalah. Mario selalu berpikir bahwa sifat player Sammy memang belum bisa disembuhkan. Siapapun pasti dia sikat.

“Kenapa, Sam?” tanya Ve yang sudah berdiri di samping meja Sammy dan Mario.

“Duduk, sini,” ucap Sammy sambil menunjuk bangku kosong di sebelah Mario. “Mario butuh bantuan,” sambungnya yang membuat dua makhluk di depannya mengerenyitkan kening—terutama Mario.

Ve akhirnya mengikuti perintah Sammy setelah berdebat tanpa suara—menggunakan tatapan mata dengan Sammy yang dia yakini sengaja mengajaknya bergabung. “Kenapa, Yo?”

Mario dibuat kikuk sendiri gara-gara kelakuan Sammy yang bertindak tanpa sepertujuan dia. “Itu, Ve ... nganu ....” Mario menggaruk rambutnya.

Sammy hampir menyemburkan tawa melihat tingkah keduanya. “Ini Ve, si Mario belum ngerjain tugas resensi buku. Mungkin lo punya rekomendasi buku yang gampang dia cerna.” Ada kata meledek dari ucapan Sammy barusan.

LimaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang