YUSUF

Datangkan

Azhar mengajak Ratu untuk mampir sebentar disebuah kafe.

Traktiran pertemuan. Begitu katanya.

“Waktu cepet banget berlalu nya ya,Rat. Saya merasa,baru aja kemarin saya denger kamu teriakin nama saya pas saya main biola,baru aja kemarin saya lihat kamu pakai celana pendek di mall,eeh,sekarang kamu udah pakai jilbab,ngomongnya halus,kan jadi makin cantik.”

Ratu tersenyum. Tersipu malu.

Bagaimana tidak?

Azhar baru saja memujinya! Siapapun,tolong katakan bahwa ini bukanlah mimpi. Kalaupun ini mimpi,mohon untuk jangan membangunkannya.

“Masa sih? Saya masih selengekan kok,Zhar. Kadang-kadang.”

“Oh iya,kamu kuliah dimana?” tanya Azhar.

“Alhamdulilah,saya di UI. Kamu sih?”

“Saya kuliah di sekolahan khusus penerbangan.”jawab Azhar.

“Denger-denger,kamu ikut kelas akselerasi,ya?” tanya Ratu.

“Ya,begitulah. Alhamdulilah,tahun ini saya sudah diperbolehkan melakukan penerbangan.” Jawab Azhar.

Wah,hebat sekali Azhar.

“Kamu?”

“Huh?”

“Jurusan apa?”

“Kedokteran,”

Ratu dan Azhar terlarut dalam obrolan yang panjang.

“Ehm,Zhar. Saya pulang,ya. Sudah jam lima sore,”pamit Ratu.

“Oh,pulang naik apa?” tanya Azhar.

“Pesen grab kayanya.”jawab Ratu.

“Ooh,maaf ya saya gak bisa anter,habis ini saya harus jemput seseorang. Hati-hati ya,Rat.”

Meskipun Azhar tidak bisa mengantarnya ke kosan,Ratu tidak kecewa. Ucapan hati-hati dari Azhar-lah yang membuatnya bahagia.

Saat Ratu sudah bangun dari tempatnya duduk,genggaman tangan Azhar di pergelangan tangan Ratu menghentikan pergerakannya.

Ratu memasang wajah malu,apalagi ketika melihat tangan Azhar dipergelangan tangannya.

Ketika Azhar menyadari apa yang baru saja dilakukannya,ia langsung melepaskan pegangan tangan miliknya di tangan milik Ratu.

“Eh,maaf.” Gumam Azhar.

Tangan kanan yang tadi Azhar gunakan untuk memegang tangan Ratu,sekarang dia gunakan untuk menggaruk tengkuk lehernya yang sama sekali tidak terasa gatal.

“Gak papa,”jawab Ratu seraya tersenyum.

“Boleh tukeran ID line?”