Jilid 2

4K 36 1
                                    

Melihat batu besar itu, diam-diam Peng Kie ulur lidah.

"Ah, orang ini bertenaga besar sekali....," pikir ia. "Batu ini sedikitnya empat ratus kati beratnya...."

Si orang she Eng rupanya lihat keheranannya si tetamu.

"Di tanah pegunungan ada banyak harimau," kata dia. "Bisa kejadian ditengah malam, binatang buas itu datang dan menggempur pintu, maka pintu perlu diganjel..."

Belum berhenti suaranya si Eng ini atau mendadakan terdengar sampokan angin dahsyat di luar gubuk, diantara pepohonan, sampai daun-daun dan cabangnya perdengarkan suara menderu-deru, daun pintu dan jendela bagaikan tergetar, kemudian itu disusul sama gerungan panjang dan hebat, akan akhirnya terdengar juga suaranya kuda dan kerbau.

"Lihat, binatang itu datang pula untuk berkurang ajar!" kata si Eng.

Si Nie berbangkit, dari belakang pintu, ia ambil sepotong kongtjee, cagak seperti tumbak.

"Sekali ini dia tak dapat dikasi lolos lagi!" kata ia bagaikan berseru. "Sin Tjie, kau pun turut!"

Si bocah angon menyahuti, ia lari kedalam kamar sebelah kanan, dari mana ia keluar pula dengan tangan mencekal sebatang tumbak pendek dan dipinggan tergendol kantong kulit.
Si Tjoe sudah lantas geser batu besar, ia terus buka pintu, hingga berbareng dengan terpentangnya pintu itu, angin keras menghembus masuk, membawa juga daun-daun kering, hingga lilin lantas padam.

Hauw Kong kaget hingga ia menjerit.

Si Nie loncat keluar, diturut oleh si bocah angon, yang bernama Sin Tjie.

"Aku turut!" kata Peng Kie seraja ia djumput goloknya. Tapi baharu ia bertindak selangkah atau mendadakan lengannya ada yang cekal,ketika ia coba tarik tangannya, ia rasai cekalan keras sekali, lima jari si pencekal bagaikan jari-jari besi saja.

"Jangan keluar, binatang buas itu ganas sekali!" demikian satu cegahan dengan suara serak.

Lagi sekali Peng Kie geraki tangannya, untuk loloskan cekalan, apamau, ia tidak berhasil, maka akhirnya, terpaksa ia duduk pula. Baharu setelah itu, cekalan kendor sendirinya.

Di luar, segera terdengar seruannya si Nie beberapa kali, bercampur sama gerungannya sang harimau, diantara mana, ada pula suaranya kongtjee, sedang angin masih menderu-deru. Juga ada terdengar seruan kecil tapi nyaring dari si bocah angon.

Itu semua menandakan bahwa pertempuran sedang berlangsung antara si raja hutan dan dua petani. Adalah kemudian, suara berisik mulai berkurang, terdengarnya semakin jauh, makin jauh, rupanya binatang liar itu kabur dan dikejar lawannya.

Si Lo segera nyalakan batu tekesan, untuk sulut lilin, hingga kelihatan, ruangan tersebarkan banyak daun kering.

Hauw Kong duduk diam, mukanya sangat pucat, sedang Tiauw Tjong nampaknya jeri. Malah Peng Kie, si piauwsoe yang tadi omong besar, sekarang nampak hatinya gentar, hingga ia diam saja.

Orang berada dalam kesunyian sekian lama, kemudian terdengar tindakan kaki cepat, yang segera disusul dengan masuknya si bocah angon, yang terus - sambil tertawa, wajahnya gembira - berkata separuh berseru : "Kita makan daging harimau! Kita makan daging harimau!"

Tiauw Tjong lihat tumbak pendek orang berlepotan darah.

"Dia begini kecil, dia berani dan kosen," pikir Hauw Kongtjoe, "tapi aku, aku tidak punya tenaga untuk sembelih ayam saja....Sungguh malu!...."

Selagi pemuda ini berpikir, si Nie bertindak masuk dengan tindakan lebar, sebelah tangan mencekal kongtjee, sebelah yang lain menyeret harimau yang terus ia lemparkan ke tengah thia.

Pedang Ular Emas (Kim Coa Kiam/Sword Stained with Royal Blood) - Jin YongTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang