Tiba-tiba terdengar suara orang duduk diluar gua, yang teraling pepohonan bala-bergombolan. Dengan tangan kanan cekal senjatanya, dengan tangan kiri Tjioe San tekap mulutnya Sin Tjie. Ia kuatir bocah ini mendusin dan menjadi kaget karenanya, dengan begitu dia bisa berteriak.
Untuk sesaat kesunyian berkuasa ditempat sunyi itu.Lalu tiba-tiba: "Pemberontak she Wan itu ada tinggalkan satu anak, kemana perginya bocah itu?" demikian satu suara yang keras.
Benar-benar Sin Tjie tersadar karena suara itu, tapi Tjioe San telah siap, ia bisa cegah bocah ini buka mulutnya.
"Diam...." katanya.
"Kau mau omong atau tidak?" kembali terdengar suara keras tadi. Itulah satu pertanyaan bengis. "Jikalau tetap kau tutup mulut, lebih dahulu aku akan bacok kutung sebelah kakimu!"
"Jikalau kau hendak bacok, bacoklah!" terdengar satu suara lain, ialah suaranya orang yang diancam itu. "Selama diperbatasan, dengan tumbak dan golok, aku biasa hajar bangsa Tartar, mustahil aku jeri terhadapmu, dorna!"
Itulah suaranya Eng Siong.
Sin Tjie terkejut.
"Eng Siokhoe..."kata ia, tapi suaranya pelahan.
"Eh, apa benar kau tidak mau bicara?" teguran diulangi.
"Cis!" terdengar suaranya Eng Siong, yang ludahi orang yang ancam dia. "Aduh!..."
Jeritan itu menyusuli suatu suara keras, rupanya benar-benar kakinya Eng Siong dibacok kutung! Tak bisa Sin Tjie bersabar lagi, ia berontak dari cekalannya Tjioe San.
"Eng Siokhoe!" ia menjerit sambil ia loncat keluar gua. Maka ia bisa lihat, antara cahaya api, seorang yang bersenjatakan golok, lagi ayunkan senjatanya kearah tanah dimana ada seorang menggeletak. Ia berlompat, ia menyerang dengan ilmu pukulan "Tjo Kie yo kim," atau "kiri menyerang, kanan menangkap," salah satu jurus dari Hok-houw-tjiang.
Orang dengan golok ditangan itu, yang kejam, menjerit bahna kesakitan, sebab tahu-tahu matanya kena toyoran, sedang selagi ia menjerit dan kesakitan itu, lengannya pun dirasai sakit, lantas goloknya kena dirampas! Sin Tjie tidak bekerja sampai disitu saja, menyusuli dengan sebat, ia bacok pundak orang, benar tenaganya tidak cukup besar, pundak itu tidak sampai terbacok kutung, toh orang telah jadi pusing kepala dan matanya kabur saking sakitnya.
Disitu ada sejumlah serdadu lain, mereka kaget tapi mereka tidak berdaya untuk mencegah, setelah mereka dapati, penyerang gelap ini ada bocah, mereka lantas maju untuk menyerang.
Dalam saat Sin Tjie terancam bahaya, dari dalam gua loncat keluar satu orang lain dengan kongtjee ditangan, dia cuma berkelebat, lantas senjatanya iu menangkis berbagai senjata yang mengancam si bocah cilik, hingga sekalian penyerang itu terperanjat, tangannya kesakitan, ada antaranya, yang senjatanya terpental dan terlepas.
Selagi serdadu-serdadu itu kaget, Tjioe San sambar Sin Tjie untuk terus dibawa lari turun gunung, ketika kemudian mereka dihujani anak-panah, mereka keburu lari jauh.
Diantara serdadu-serdadu itu, yang atas titahnya Thaykam Tjo Hoa Soen, ada empat yang pandai silat, kapan mereka ini tampak Tjioe San mereka segera lompat mengejar, satu antaranya malah keluarkan tiga batang panah-tangan, sebab terdapat kenyataan, walaupun sedang kempit orang, Tjioe San bisa berlari-lari dan berlompatan dengan keras.
Tjioe San masih dengar sambaran angin, lekas-lekas ia mendak, dengan begitu, tiga batang anak panah lewat diatasan kepalanya.
Selagi Tjioe San mendak, karena mana ia mesti berhenti lari, satu musuh lain serang ia dengan tiga batang kong-piauw, yang dilepasnya dengan beruntun. Ia lepaskan Sin Tjie, ia gunai tangannya itu menanggapi dua buah piauw, disaat ia hendak balas menyerang dengan piauw itu, datanglah panah-tangan dan batu hoei, hong tjio saling susul, hingga ia jadi repot, batal menyerang dengan piauw, ia menangkis dengan kongtjee.
"Mari!" ia teriaki Sin Tjie, untuk ajak bocah itu lari lebih jauh.
Terpisahlah mereka ini dari tentara Beng adalah jauh, tidak demikian dari itu empat pengejar yang masih saja bayangi mereka.
"Sahabat baik, letaki senjatamu!" demikian salah satu pengejar berteriak, dengan lagu suaranya mengejek. "Marilah baik-baik turut kita pulang, nanti kita bikin kamu kurangan menderita...."
Tjioe San paling sebal terhadap orang yang mulutnya enteng, dari itu, ia jadi mendongkol sekali. Sembari lari, ia geser kongtjee ketangan kiri dan piauw ke tangan kanan, ia tunggu sampai orang telah datang lebih dekat, mendadakan ia menyambit, keatas dan kebawah.
Tukang menjengeki itu menjerit, pahanya tertancap sebatang piauw, tidak tempo lagi, ia rubuh. Tetapi tiga kawannya tidak perdulikan ancaman, mereka mengejar terus.
Melihat orang datang semakin dekat, Tjioe San kata pada Sin Tjie: "Siangtoo dari orang itu ada bagus, nanti aku rampas untuk diberikan kepadamu!"
Habis mengucap, Tjioe San tancap kongtjee ditanah, lantas ia berlompat maju, akan hampirkan musuh yang bergegaman siangtoo, golok sepasang.
Dia ini sambut musuh, malah dengan pukulan beruntun "In Ling sam hian", atau "Naga tiga kali perlihatkan diri dalam awan", dia mendahului menyerang berulang-ulang, karena mana, Tjioe San tidak lantas dapat mencapai maksudnya.
Dipihak lain, musuh yang kedua, yang bersenjatakan tiat-pian atau thie-phie, rujung besi, telah berlompat kepada Wan Sin Tjie.
Bocah ini bertangan kosong, segera ia menghadapi ancaman bahaya.
Tjioe San mendongkol, karena tak dapat ia segera rampas siangtoo lawan, dilain pihak, ia lihat muridnya terancam, maka juga sambil putar tubuh, ia berlompat kepada musuh dengan tiatpian ditangan itu, dengan ulur tangannya dengan "Kim liong tam djiauw" atau "Naga emas mencengkeram" ia sambar bebokongnya.
Musuh ini sedang hendak babat pinggangnya Sin Tjie, kapan ia dengar sambaran angin, ia lantas putar tubuhnya, berbalik, akan lihat si penyerang. Tapi sambarannya Tjioe San sudah sampai, tidak sempat dia menangkis, terpaksa dia tolong diri dengan bertindak mundur. Justru itu Sin Tjie dibelakangnya telah ayun kakinya, maka kenalah ia terdupak kempolannya. Ia tidak rubuh, ia jadi gusar, ia menyabat kebelakang dengan tiatpian. Tapi ia terlambat, Tjioe San telah sambar ruyungnya itu, untuk dicekal keras, buat dirampas.
Dalam saat kedua pihak bergujengan, orang yang bersenjatakan siangtoo telah datang, untuk menyerang lebih jauh, bersama ia ada kawannya yang ketiga, yang bergegaman golok kwie-tauw-too, ber-sama-sama, mereka berdua menyerang dari belakang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pedang Ular Emas (Kim Coa Kiam/Sword Stained with Royal Blood) - Jin Yong
General FictionSalah satu karya emas Master Jin Yong. Pedang Ular Emas mengisahkan tentang usaha Sin Ci untuk membalas dendam atas kematian ayahnya. Ayahnya adalah panglima setia namun difitnah oleh para kasim istana sehingga dijatuhi hukuman mati. Ia berhasil did...