Jilid 21

1.6K 24 0
                                    

Semua orang terperanjat, akan tetapi sedangnya begitu, pengemis itu bawa sumpitnya ke mulutnya, atau tahu-tahu kelabang itu telah tercaplok masuk ke dalam mulutnya, terus saja dikunyah, dimakan secara sangat bernapsu, hingga semua orang jadi celangap, melainkan Tjeng Tjeng yang merasa enek, hampir saja dia muntah! Dia melengos ke samping, tak sudi dia melihatnya.

Tentu saja, karena pemandangan itu, semakin tidak ada orang yang berani gunai sumpitnya.

Tuan rumah lihat orang jeri, nampaknya dia sangat puas. Lantas saja dia hadapi Sian Tiat Seng, yang ia awasi dengan tajam.

"Kau adalah kuku garuda dari kantor negeri!" berkata dia dengan tidak sungkan-sungkan lagi. "Rupanya kau datang kemari untuk mendapatkan uang kas negara! Hm! Kau tahu, siapa aku ini?"
Sian Tiat Seng berlaku sabar, ia merendah.

"Maaf, aku tak dapat kenali kau, tuan," sahutnya. "Aku mohon tanya tuan punya she yang mulia dan nama yang besar...."

Orang itu kembali tertawa, berkakakan. Ia tenggak araknya, ia jepit pula sepotong daging, entah binatang apa, yang ia caplok dan kunyah dengan bernapsu seperti tadi. Kemudian ia tertawa pula.

"Aku yang rendah adalah orang she Tjee nama In Go," katanya kemudian.
"Aku adalah satu boe-beng siauw-tjoe, orang yang tidak ternama, maka juga, saudara, mana kau kenal aku!"

Tapi Sian Tiat Seng terkejut, lekas-lekas ia berbangkit.
"Oh, tuan jadinya ada Kim-ie Tok Kya!" katanya. "Sudah lama aku yang rendah telah dengar nama besarmu itu...."

Sin Tjie sendiri belum pernah dengar nama julukan Kim-ie Tok Kay itu, atau "Pengemis Berbisa Berbaju Sulam", akan tetapi melihat sikapnya Sian Tiat Seng, mungkin dia seorang kenamaan, hanya ketika kemarin ini ia saksikan orang tempur ular berbisa, ia tidak lihat si pengemis punyakan kepandaian luar biasa. Maka ia heran kenapa kepala opas ini nampaknya jeri sekali.

Kembali Sian Tiat Seng berkata: "Agama tuan biasa disebarkan hanya di dua propinsi Kwiesay dan Kwietang serta juga Inlam dan Kwie-tjioe, itulah karenanya maka aku tak dapat ketika untuk mengunjunginya...."

"Memang!" jawabnya Tjee In Go itu. "Kami datang ke kota raja ini pun baharu beberapa bulan."

"Sebenarnya sudah lama aku tidak dahar lagi nasi negara," berkata pula Sian Tiat Seng, "karena itu aku jadi tidak dapat tahu, Tjee Enghiong, tentang kunjungan rombonganmu ini, hingga karenanya, pihak kami sudah tak sempurna melakukan penyambutan terhadap kamu, hingga kami telah lakukan hal yang tidak selayaknya. Maka itu sekarang, Tjee enghiong, aku datang untuk haturkan maaf kita."

Kata ini disusul dengan pemberian hormat menjura yang dalam dan berulang-ulang.
Tjee In Go terlalu repot dengan arak dan barang hidangannya yang "lezat" sekali itu, ia tidak balas pemberian hormat itu, tidak perduli itu adalah cara menghormat yang sangat hormat sekali.

Tjeng Tjeng saksikan kelakuan Sian Tiat Seng, di dalam hatinya, dia berkata: "Biasanya kalau orang-orang polisi berurusan dengan rakyat jelata, mereka bengis dan garang bagaikan srigala dan harimau, sebaliknya apabila mereka berhadapan sama pihak tangguh, mereka jadi lemah dan rendah sekali, sekarang aku dapatkan buktinya. Aku hendak lihat, bagaimana lanjutnya urusan ini...."

"Saudara-saudaraku semua tolol sekali," demikian Sian Tiat Seng berkata-kata pula, "tanpa merasa mereka sudah lakukan kesalahan terhadap Tjee Enghiong beramai. Sekarang ini, Tjee Enghiong, apa pun yang kau titahkan kami lakukan, asal itu ada dalam kesanggupan kami, kami bersedia untuk melakukannya."
Baharu sekarang pengemis she Tjee itu berhenti makan.

"Sampai pada batas hari ini," katanya dengan tetap secara tekebur," sama sekali kita telah ambil uang negara sejumlah sembilan-ribu lima-ratus tail perak! Itu jumlah sangat kecil, sangat kecil. Aku pikir kalau nanti kita sudah ambil cukup!"

Pedang Ular Emas (Kim Coa Kiam/Sword Stained with Royal Blood) - Jin YongTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang