Jilid 6

1.6K 26 0
                                    

Sin Tjie tidak takut, dia menangkis dengan korekan barahnya itu. Ia keluarkan pelajaran silat ajarannya Nie Hoo, ialah Gak Kee Sin-tjhio, ilmu silat tombak keluarga Gak (Gak Hoei). Malah dengan ini, ia pun bisa balas menyerang.

Heran orang bertubuh besar itu, terpaksa ia melayani, hingga disitu terjadilah pertempuran kipa - seorang dewasa dan tubuh besar melayani satu bocah cilik. Dia ini pun mainkan Lo-han-too, ilmu golok dari Siauw Lim Pay. Dia ada bertenaga besar, goloknya sampai menderu-derukan angin keras.

Sin Tjie berkelahi sambil hunjuk kegesitannya, ia menyingkir dari bentrokan senjata, ia main kelit saja, dilain saat, ia menikam berulang-ulang.

Selang belasan jurus, orang dewasa itu sibuk sendirinya. Ia heran, ia penasaran, kenapa ia tidak sanggup rubuhkan satu bocah cilik! Karena ini, ia jadi berkelahi dengan sengit, ia ubah cara penyerangannya. Sekarang ia lebih banyak membabat kaki.
Untuk menyerang kaki, penyerangan mesti dilakukan dengan "Tee-tong-too", ialah permainan golok sambil bergulingan ditanah, tapi si culik tidak bertindak sampai begitu jauh, ia main jongkok atau mendak saja.
Perubahannya lawan itu membuat Sin Tjie sibuk, dilain saat, ia mesti main mundur. Ia terancam bahaya.
Siauw Hoei, yang dilepaskan dari cekalan, tidak diam menonton, dia lari kedalam rumah, darimana ia kembali dengan pedang panjang ditangannya, dengan senjata ini ia serang culik itu, akan bantui kawannya. Ia menyerang dengan tusukan "Sian-djin tjie lou" atau "Dewa menunjuki jalanan".
"Foei, perempuan cilik, kau pun hendak cari mati!" berseru culik itu. Ia berbalik, ia bacok si nona, Ia tidak gunai tenaga keras, ia tidak inginkan jiwa orang, ia cuma hendak sampok terlepas pedangnya nona itu.
Tapi si nona cerdik, gerakannya pun gesit. Dia berkelit dari serangan itu, dia menyingkir kebelakang, dari mana dia menyerang pula, dengan tikamannya "Sam-poo lian-tay" atau "panggung teratai mestika".
Berbareng dengan itu, Sin Tjie menyerang dengan "Tok liong tjoet tong" atau "Naga jahat keluar dari kedung".
Repot culik itu diserang dari dua pihak, ia mesti berlaku sebat sekali.
Tadinya Sin Tjie berkuatir menampak majunya si nona cilik, tapi setelah lihat penyerangan orang beberapa kali, ia jadi girang. Nona itu bersilat dengan "Tat Mo Kiam-hoat", ilmu silat dari guru besar Tat Mo. Untuk tidak kalah pengaruh, ia menyerang dengan lebih seru.
Mengetahui orang desak ia, culik itu menjadi girang. Ia tahu bocah-bocah tidak ulet, tidak perduli ilmu silat mereka ada cukup untuk menjelamatkan dirinya dari pelbagai serangan.
Benar dugaan culik ini, selang sedikit lama, dua-dua Sin Tjie dan Siauw Hoei mulai jadi lemah, maka sekarang adalah giliran dia untuk mendesak.
Siauw Hoei menikam, culik itu menangkis, demikian sebat, si nona sampai tidak keburu menarik pulang senjatanya untuk hindarkan bentrokan, maka begitu kedua senjata beradu, pedangnya terlepas, terlempar.
Sin Tjie lihat kawannya terancam, ia menikam, tapi culik itu, sembari menangkis, angkat sebelah kakinya, akan tendang si nona, hingga dia ini terguling karena dia tak sempat egos tubuh.
Dalam kaget dan kuatirnya, Sin Tjie lupa segala apa, waktu ia menikam pula, ia berlaku sembrono sekali.
Melihat sikap orang itu, culik itu tertawa menyengir. Ia berkelit dari tikaman, lalu ia merangsang goloknya diayun. Sin Tjie angkat korekan barahnya, untuk menangkis, tapi selagi kedua senjata hendak beradu, si culik sambar ujung korekan, untuk ditarik sambil diputar.
Sin Tjie kesakitan pada tangannya, karena bentrokan kedua senjata, karena putaran itu, tak lagi ia bisa mencekal terus senjatanya itu, yang terlepas dengan segera.
Melihat orang telah tidak berdaya, culik itu lemparkan korekan barah,ia loncat pada Siauw Hoei, tubuh siapa ia sambar, untuk dikempit, buat lantas dibawa lari! Walaupun dia sedang kesakitan, melihat Siauw Hoei kena dibawa lari, Sin Tjie lupai sakitnya itu. Ia jumput korekan barahnya, ia lari, akan mengejar.
"He, setan cilik, apakah kau tidak sayang dengan jiwamu?" membentak si culik , yang lihat bocah itu demikian bandel. Ia kempit Siauw Hoei dengan tangan kiri, dengan tangan kanan cekal goloknya, ia balik tubuh, akan layani pula bocah itu.
Setelah bertempur lima-enam jurus, Sin Tjie kena terbacok pada pundaknya, sia-sia ia berkelit, bajunya robek, pundaknya terkena sedikit, hingga darahnya mengucur keluar.
"Setan cilik, apa kau masih berani?" mengejek culik itu.
Sin Tjie benar-benar besar nyalinya.
"Lepaskan Siauw Hoei, aku tidak akan susul pula padamu!" ia jawab sambil ia menahan sakit. Ia jumput korekannya, kembali ia mengejar musuh, yang sudah lantas kabur pula.
Akhirnya culik itu habis sabar.
"Jikalau aku tidak bunuh dia, dia terang bakal ganggu aku," pikir dia. Maka ia berhenti lari, ia sambut serangannya Sin Tjie.
Baharu beberapa gebrak, korekan Sin Tjie kena disampok, dia terus ditendang hingga rubuh berguling, sesudah mana, tidak berayal lagi, culik itu lompat maju seraya kirim bacokannya.
Siauw Hoei dalam kempitan lihat bahaya mengancam Sin Tjie, ia geraki kedua tangannya, akan jambret lengannya culik itu, terus ia gigit lengan itu.
Culik itu kaget, dia kesakitan, karena mana, bacokannya jadi salah.
Sin Tjie sendiri berkelit dengan buang diri, akan bergulingan di tanah.
Dalam sengitnya, culik itu sentil kupingnya Siauw Hoei, kemudian ia maju pula, lagi sekali, ia serang Sin Tjie.
Bocah itu, yang belum sempat berbangkit, berguling lagi, tapi ujung golok mengenai jidatnya, hingga di jidat itu, diatasan alis sedikit, terluka dan mengeluarkan darah.
Percaya bahwa orang akan mati kutunya, culik itu hendak kabur pula bersama korbannya.
Sin Tjie benar berani dan bandel, ia berlompat, akan tubruk orang punya kaki kiri, yang ia peluki dengan keras, lalu dengan tipu silat "To tioe kim tjiang" atau "merubuhkan lonceng emas", ia tekuk kaki itu menurut sekuat tenaganya.
Sengit culik itu, walaupun ia tidak rubuh, ia toh merasakan sakit pada kaki kirinya itu, maka ia angkat kaki kanannya, untuk injak si bocah, atas mana, Sin Tjie terpental terguling. Ia lantas maju pula seraja membacok.

Pedang Ular Emas (Kim Coa Kiam/Sword Stained with Royal Blood) - Jin YongTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang