Jilid 19

2.1K 24 1
                                    

Ketika itu Kwie Sin Sie telah bantui isterinya, maka Kwie Djie-nio jadi bisa bernapas lega, sedang sebaliknya, Beng Pek Hoei segera kena terdesak, sebab orang she Kwie ini terlalu liehay untuknya. Malah lagi sesaat, jago tua itu telah kena ditotok hingga dia tidak berdaya lagi. Habis itu, bagaikan kupu-kupu di antara bunga-bunga, Kwie Sin Sie nyerbu di antara murid-murid atau orang-orangnya Pek Hoei, setiap ia lonjorkan tangannya, tentu ada orang-orang yang berhenti berkelahi dengan sikapnya masing-masing sendiri, ada yang lagi menjotos, ada yang lagi menendang, ada yang lagi berkelit atau berpaling, semua tubuh mereka tak bergeming, melainkan mata mereka yang bercilakan.
Di antara hadirin ada banyak orang-orang gagah akan tetapi menyaksikan liehaynya Kwie Sin Sie, tidak ada satu diantaranya yang berani majukan diri, untuk memisahkan, hingga karenanya, pertempuran berhenti sendirinya sesudah Sin Sie rubuhkan semua lawannya.
"Geledah si orang she Tang!" Kwie Djie-nio titahkan Kiam Hoo.
Murid itu buka bungkusan yang tergendol di bebokong Tang Kay San, akan tetapi di situ tidak kedapatan pel hok-leng dan ho-sioe-ouw yang dicari.
Kwie Sin Sie lantas totok piauwsoe itu, untuk hidupkan jalan darahnya.
"Mana itu obat pulung?" dia tanya.
"Hm, kau ingin dapatkan obat itu?" Kay San bilang. "Kenapa kau ikuti aku sampai di sini? Kecewa kau menjadi orang kangouw yang ulung, sampai kau tidak menginsafi akal tonggeret meloloskan sarung-raganya!..."
Gusar Kwie Djie-nio mendengar jengekan itu.
"Apa?" tegaskan nyonya yang keras perangainya ini.
"Obat itu sudah dikirim langsung ke kota raja dan mungkin sudah sampai sekian lama!" jawab Kay San.
"Apakah benar?" tegaskan nyonya Kwie. Dia kaget berbareng mendongkol sekali.
"Aku sangat hargakan Beng loo-ya-tjoe sebagai sahabat baik, karenanya sengaja aku datang kemari untuk memberi selamat padanya," Tang Piauwsoe terangkan. "Mustahil, karena tahu kamu inginkan obat itu, lantas aku bawa kemari hingga karenanya aku bisa rembet-rembet looyatjoe?"
Mendengar keterangan itu, Ouw Koei Lam si Malaikat Copet, dekati Sin Tjie untuk berbisik.
"Wan Siangkong, piauwsoe ini bermuka tebal, dia mendusta." Katanya.
Sin Tjie heran.
"Kenapa begitu?" Sin Tjie tegaskan.
"Sebab aku tahu di mana dia sembunyikan obat itu," jawab Koei Lam. Dan ia terus menunjuk ke arah sioe-toh, ialah kue yang merupakan buah toh, tanda dari panjang umur, yang terbuat dari tepung beras. Sioe-toh itu terletak di bawah tiok huruf "Sioe" yang besar.
"Mengapa kau bisa ketahui itu?" tanya ia pula.
"Akal biasa di kalangan kaum kangouw ini tak bisa lolos dari mataku!" jawab Koei Lam sambil tertawa.
Tjeng Tjeng berada di samping mereka, ia dengar pembicaraan itu lantas saja ia tertawa.
"Ouw Toaya toh ada satu ahli!" ia turut bicara.
"Orang she Tang ini sangat licin," kata Koei Lam, sambil tertawa. "Dia rupanya telah duga Kwie Djie-ya bakal susul padanya, dia umpetkan obat itu, supaya kalau sebentar Kwie Djie-ya pergi, dia bisa ambil pula."
Sin Tjie manggut, lantas ia muncul ke tengah ruangan, akan hampirkan Beng Pek Hoei. Dengan hanyak sekali tepak dan totok pada kedua jalan darah "soan-kie" dan "sin-teng", ia telah bikin sadar tuan rumah itu.
"Apa?" berseru Kwie Djie-nio, yang lihat perbuatannya soetee itu. "Apakah kembali kau usilan?"
Dalam panasnya hati, ia serahkan anaknya kepada Soen Tiong Koen, kemudian ia ulur tangannya terhadap Sin Tjie. Ia tahu soetee ini liehay, untuk tidak membahayakan anaknya itu, untuk bikin ia leluasa bergerak, ia singkirkan anaknya lebih dahulu.
Sin Tjie berkelit ke kiri.
"Soeso, dengar dahulu aku!" kata dia.
Ketika itu Beng Pek Hoei sudah gerak-geraki kedua tangannya, kedua kaki dan tubuhnya juga, dengan begitu dengan lekas ia dapat pulang kesegarannya. Rupanya ia penasaran, maka dengan berbareng ia serang Kwie Djie-nio dengan tangannya kiri dan kanan, masing-masing dengan tipu-silat "Seng siok hoet sie" dan "Hoei tim tjeng tan," atau "Di musim panas mengebut kipas" dan "Mengebut debu untuk pasang omong." Inilah dua tipu-silat dari ilmu silat "Koay-wah Sam-sip-tjiang" yang menjadi keahliannya.
Jago tua dari Utara ini sebanding dengan Kwie Djie-nio, maka itu, seperti bermula, mereka berkutat dalam keadaan berimbang, sampai belasan jurus, tidak ada yang menang atau kalah, hingga Kwie Sin Sie jadi hilang sabar.
"Kau mundur!" kata ia kepada isterinya.
Nyonya itu menurut, ia lantas mundur, sedang suaminya pegat Beng Pek Hoei, untuk diserang, maka seperti tadi baharu beberapa jurus, tuan rumah itu sudah kena tertotok pula hingga kembali ia berdiri diam saja.
Selama orang bertempur, terpaksa Sin Tjie berdiam diri, ia serba salah.
Begitu lekas pertempuran berhenti, Kwie Djie-nio lantas perdengarkan suaranya yang keras dan keren. Dia sangat gelisah karena penyakit anaknya itu, yang hari demi hari jadi bertambah lemah, hingga ia kuatir, apabila terlambat lagi sekian hari, anak itu bakal tidak ketolongan lagi. Memangnya dia beradat aseran.
"Orang she Tang, apabila kau tidak keluarkan obatmu itu, aku nanti patahkan kedua lenganmu!" demikian suaranya, yang sangat mengancam.
Dengan tangan kiri ia jambret sebelah tangannya si piauwsoe, tangan kanannya diangkat naik. Asal tangan itu dikasi turun, pasti bercacatlah piauwsoe kepala dari Eng Seng Piauw Kiok.

Pedang Ular Emas (Kim Coa Kiam/Sword Stained with Royal Blood) - Jin YongTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang