Jilid 12

2K 33 0
                                    

Selagi kakinya Sin Tjie bergerak maju, cepat luar biasa, Lu Djie Sianseng pun geraki hoentjweenya untuk dipakai menyerang, seperti tadi dia totok dengkulnya Hie Bin. Akan tetapi si anak muda ini cuma menggertak, selagi tangannya si mahasiswa bergerak, dia pun segera tarik pulang kakinya itu, dengan begitu totokan Lu Djie Sianseng mengenai sasaran kosong. Justru disaat itu pemuda kita menyapu pula dengan kaki kirinya itu, yang tadi ia tekuk balik, maka sekejab saja, emas potongan itu kena tersempar.

Sampai disitu, Sin Tjie tidak lantas berhenti. Sebaliknya, dia bergerak terus. Kembali kaki kanannya menyambar.

Lu Djie Sianseng menjadi mendongkol sekali, dia totok bebokong orang.
Sin Tjie egos tubuh kekanan, sambil membungkuk, sembari berbuat demikian, tangan kirinya menyambar. Ia berhasil menyampok kekanan kepada emas itu disaat kakinya Lu Djie Sianseng diangkat, karena untuk totok si anak muda, ia mesti bergerak.
Bergerak terlebih jauh, Sin Tjie kerjakan kaki kirinya. Ia mendahului, akan gunai ketika selagi tubuh lawan itu digeser, kakinya diangkat. Ini kali pun ia berhasil karena emas tersempar, disambut oleh tangan kanannya.
Dalam tempo yang pendek, tiga potong emas tersimpan dalam tangan baju yang kanan dari anak muda ini, sesudah mana ia berdiri dengan tenang.
"Aku hendak ambil semua emas ini," berkata dia. "Lu Lootjianpwee toh menetapkan janji?"
Kata-kata ini ditutup dengan satu gerakan yang sebat, selagi orang tunggui jawabannya sianseng itu, sedangnya si sianseng sendiri belum sempat menjawabnya.
Semua orang kagum, karena tahu-tahu Sin Tjie sudah kantongi semuanya sepuluh potong emas itu, malah orang-orang Liong Yoe Pang dan Tjio Liang Pay serukan pujian mereka tanpa merasa.
Mukanya Lu Djie Sianseng jadi merah-padam, tanpa bilang suatu apa tangan kirinya lantas melayang, menyambar si anak muda, menyusul mana, kaki kanannya menjejak ugal-ugalan kaki Sin Tjie.
Inilah serangan istimewa menurut ilmu silat Hoo Koen.
Sin Tjie berkelit dari dua-dua serangan itu, kapan ia lantas didesak, ia cepat mundur. Ia lihat lawan itu geraki kedua tangannya, kedua kakinya, tubuhnya dipasang mendak, dibangunkan berdiri. Itulah gerakannya burung hoo menyambar-nyambar.
Menghadapi ilmu silat lawan yang luar biasa itu, Sin Tjie tidak berani rapatkan diri, ia main berputaran, untuk setiap kali menyingkir. Secara begini, diam-diam ia bisa perhatikan sesuatu serangan atau gerakan lawan itu. Makin hebat ia diserang, makin cepat ia luputkan diri.
Lu Djie Sianseng lihat orang selalu menyingkir, tak berani lawan dekati dia, dia percaya, bocah itu cuma gesit tubuhnya, kepandaian silatnya tidak seberapa, dengan sendirinya, dia jadi memandang enteng, hingga sembari berkelahi, dia tertawa ter-bahak-bahak. Lupa dia bagaimana tadi emasnya telah disambar dengan kecepatan istimewa. Begitulah dia gunai kesempatan untuk sedot hoentjweenya, akan kepulkan asapnya.
Selama ber-putar-putar, Sin Tjie mulai mengerti ilmu silat lawan itu, dari itu ia girang sekali menonton kejumawaan lawan, bertempur sambil sedot hoentjwee dan kepulkan asap. Secara mendadak dia merangsak mendekati, tangan kirinya diulur kebatang hidung lawan kepala besar itu, untuk disampok.
Lu Djie Sianseng terperanjat. Inilah serangan yang ia tidak sangka-sangka. Tapi ia tidak mau berlaku ayal-ayalan, sambil kelit hidungnya, ia pun menangkis dengan hoentjweenya, yang ia lekas-lekas geraki dari bawah keatas.
Sin Tjie tidak singkirkan kepalannya dari serangan hoentjwee itu, ia buka kepalannya, ia sambuti senjata lawan itu dengan satu sambaran, untuk menyekal. Oleh karena Lu Djie Sianseng sedang menyerang, tak sempat ia tarik pulang hoentjweenya itu. Ia kaget, segera ia menarik dengan keras.
Inilah apa yang Sin Tjie duga. Selagi si sianseng menarik dengan keras, untuk mana dia pakai kedua tangannya, dia bikin iga kanannya kosong. Ketika yang baik ini tidak disiasiakan lagi oleh si anak muda. Sebat luar biasa, ia menotok ke jalan darah thian-hoe-hiat.
Lu Djie Sianseng terkejut sesudah kasip, tahu-tahu dia rasai tubuhnya sebelah kanan gemetar dan habis tenaganya, hingga hoentjweenya terlepas diluar keinginannya.
Selagi begitu, Sin Tjie lihat Tjeng Tjeng tertawa hihi-hihi. Ia senang lihat si nona bergirang, lantas saja ia sodorkan hoentjwee kearah mulutnya lawan itu. Tapi yang ia sodorkan bukan ujung hoentjwee piranti menyedot, hanya ujung tempat tembakau, yang apinya sedang menyala, sebab baharu saja tadi disedot pemiliknya.
Lu Djie Sianseng sedang tercengang, ia kaget ketika api membakar kumisnya, sampai mengeluarkan asap.
"Soetee, jangan bersenda-gurau!" Oey Tjin teriaki adik seperguruan itu. Diam-diam ia kagumi keliehayan soetee itu.
Sin Tjie tarik pulang ujung hoentjwee, untuk ditiup apinya, tapi justru karena ini, sebab ia meniup dengan keras, api meletik berhamburan, abu tembakau turut terbang juga, hingga antaranya ada api yang menyambar muka Lu Djie Sianseng.
Menampak demikian, Oey Tjin lompat kearah orang she Lu itu. Tak dapat ia tak tertawa memandang kejadian lucu itu, akan tetapi lekas-lekas ia totok jalan darahnya si lawan, yang sudah tidak berdaya disebabkan totokannya Sin Tjie. Disebelah itu, ia sambar hoentjwee dari tangan Sin Tjie, untuk dikembalikan pada pemiliknya, ia jejalkan ditangannya dia itu.
Lu Djie Sianseng masih tercengang ketika ia lihat semua orang memandang dia sambil tertawa, tidak tempo lagi, dia lemparkan hoentjweenya, lantas dia memutar tubuh, untuk lari pergi.
Eng Tjay memburu kawan itu, yang ia sambar tangan bajunya, untuk ditarik, buat dicegah kepergiannya, akan tetapi Lu Djie Sianseng tolak dia hingga dia terpelanting terhuyung-huyung. Tak hentikan tindakannya, kawan itu lari terus sehingga dilain saat dia sudah menghilang.
Pihak Tjio Liang Pay saksikan liehaynya Sin Tjie, mereka kagum tetapi tidak kaget, memang mereka tahu pemuda ini tak dapat dibuat permainan, tidak demikian pandangannya pihak Liong Yoe Pang. Mereka ini pandang jagonya - Lu Djie Sianseng- bagaikan malaikat, tidak tahunya sekarang, satu bocah permainkan dia mirip sebagai anak kecil.
Oey Tjin sendiri kagumi soetee itu, akan tetapi dia bukan melainkan kagum saja, berbareng ia heran. Soetee itu menotok jalan darah. Ia tahu itu. Itulah totokan "It-tjie-sian" atau "Satu Jeriji" dari Hoa San Pay. Yang aneh adalah caranya Sin Tjie berkelit, berputar-putar, demikian juga caranya dia kower emas untuk dilemparkan masuk kedalam saku baju. Itulah pelajaran yang ia tidak pernah dapatkan dari gurunya.
"Tidak mungkin soehoe sayangi ini murid bungsu dan karenanya dia diajarkan ilmu yang ber-beda-beda," pikir ia. Itu adalah gerakan yang berlainan sekali dengan semua gerakan ilmu silat Hoa San Pay.
Hie Bin adalah yang merasa paling aneh, karena ia tidak sempat lihat bergeraknya tangan si anak muda, si paman cilik itu.
Dan Tjeng Tjeng dan Siauw Hoei, mereka tertawa haha-hihi hingga mereka merasai perut mereka mulas tanpa sakit, saking lucunya pemandangan barusan itu.
Oey Tjin ketek pula shoeiphoa, terus dia kata: "Tadi telah dijanjikan, kalau tiga potong emas yang diinjak dan ditindih dapat digeser, semua emas itu akan dikembalikan kepada kami, maka itu disini aku haturkan banyak-banyak terima kasih!" Ia terus saja beri hormat, lalu ia titahkan Hie Bin : "Punguti semua emas itu!"
Memang, selagi Sin Tjie hendak layani Lu Djie Sianseng, semua potongan emas telah dikeluarkan dari dalam tangan bajunya.
Eng Tjay saksikan Hie Bin hendak pungut uang, kedua matanya bersinar diantara berkilauannya emas itu. Mana ia rela membiarkan harta itu terjatuh kedalam tangan lain orang? Maka ia maju untuk terus tolak tubuhnya Hie Bin, hingga dia ini mundur dengan sempoyongan.
"Eh, apa kau mau?" tanya Hie Bin, dengan gusar. "Apa kau juga hendak coba-coba?"
Menampak demikian, Oey Tjin maju.
"Hie Bin, mundur!" ia serukan. Terus ia kasi hormat pada Eng Tjay, pada siapa, sambil tertawa, ia bilang : "Selamat berbahagia! Tuan, tokomu itu apa mereknya? Tuan biasanya berdagang apa? Pasti sekali kau peroleh kemajuan hingga meluas keempat penjuru lautan dan hartamu berjumlah besar sampai memenuhi tiga sungai!"
Oey Tjin ini memang asal saudagar, dia adalah seorang jenaka, maka itu sekalipun sedang menghadapi pertempuran, dia masih sempat ngoceh tidak keruan.
"Siapa bergurau denganmu?" Eng Tjay membentak dengan murka. "Aku adalah Eng Tjay, ketua dari Liong Yoe Pang. Aku masih belum belajar kenal dengan she dan namamu, tuan?"
"Sheku yang rendah ada Oey dan namaku melainkan satu huruf Tjin," sahut toasoeheng dari Sin Tjie. "Itulah huruf Tjin yang berarti 'tulen', tulen yang tidak ada keduanya. Harga barang-barangku adalah harga tetap tulen, hingga barang seharga satu tail tidak nanti aku jual dengan satu tail satu boen, sedang pembeli anak kecil dan tua, tidak nanti aku perdayakan! Tuan berdagang apa, sukakah kau membantu dengan berhubungan denganku?"
Eng Tjay sebal dengan ocehan itu, ia jadi semakin mendongkol dan gusar.
"Ambil senjataku!" dia berseru kepada rombongannya.
Lantas salah satu orangnya bawakan tumbaknya yang besar, ia sambuti itu, untuk segera ditarik kebelakang, lalu diteruskan menikam orang didepannya.
Oey Tjin lompat berkelit kekiri.
"Ayo!" dia berseru. "Kami orang dagang, emas itu tak suka kami tidak mendapatkannya!"
Dia lantas simpan pesawat hitungnya, dia membungkuk akan punguti emas dilantai.
Ngo Tjouw insaf orang ini liehay dan Eng Tjay bukan tandingannya, tetapi juga mereka tidak sudi kehilangan emas itu, maka Beng Gie dan Beng Go segera lompat maju kedalam kalangan.

Pedang Ular Emas (Kim Coa Kiam/Sword Stained with Royal Blood) - Jin YongTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang