Jilid 14

2.4K 24 0
                                    

Lagi-lagi Tjiauw Kong Lee menghela napas.
"Sebagai orang rimba hijau, aku ambil kedudukan diatas bukit Siang Liong Kong," demikian ia mulai. "Pada tahun itu, pada suatu hari aku terima laporan dari beberapa saudara pengawas tentang bakal lewatnya serombongan "minyak air" dibawah gunungku. Itulah rombongannya bekas tootay dari Souwtjioe dan Siongkang, yang bersama keluarganya dalam perjalanan pulang kekampung halaman mereka. Adalah kebiasaan kita kaum rimba hijau, kita hidup dari pembegalan atau perampasan, apapula hartanya pembesar-pembesar jahat, yang makin tak dapat dikasi hati. Laginya, dengan membegal satu lepasan pembesar, hasilnya berlipat seratus kali daripada kita ganggu rombongan saudagar, sedang harta mereka biasanya harta tidak halal dan pantaslah bila kita merampasnya. Maka bulatlah tekadku untuk merampasnya. Turut keterangan lebih jelas, bekas tootay itu ada orang she Khoe dan rombongannya bakal lewat diwaktu lohor. Apa yang menyulitkan kita, terkabar bekas tootay itu pakai pelindung yang bukan orang sembarangan, sebab dia adalah Bin Tjoe Yap, pemimpin Hwee Yoe Piauw Kiok dari Tjeelam, Shoatang. Bin Tjoe Yap itu adalah kandanya Bin Tjoe Hoa ini."
Baharu mendengar sampai disitu, Sin Tjie dan Tjeng Tjeng lantas saja mengerti duduknya hal.
"Beginilah kiranya," pikir pemuda kita. "Tjiauw Kong Lee hendak merampas, Bin Tjoe Yap hendak membelainya. Sebagai piauwsoe, itulah kewajibannya Bin Tjoe Yap. Rupanya mereka telah bertempur, Bin Tjoe Yap kalah, dia mati terbunuh...."
Sembari pasang kuping, Sin Tjie juga tidak lepas mata terhadap Ban Hong dan Soen Tiong Koen, maka itu ia dapat melihat ketika nona Soen satu kali meraba bebokongnya, dia terperanjat karena pedangnya tak ada ditempatnya, hingga dia kaget dan berjingkrak karenanya, segera dia memberi tanda pada Ban Hong, lantas keduanya angkat kaki dari rumahnya si orang she Tjiauw itu.
Diam-diam Sin Tjie tertawa dalam hatinya. Ia terus mendengari :
"Bin Tjoe Yap itu, dalam kalangan kang-ouw, ada kenamaan," Tjiauw Kong Lee melanjuti. "Dia ada satu ahli silat dari Boe Tong Pay...."
"Oh, persaudaraaan Bin itu ada dari Boe Tong Pay," Sin Tjie pikir. "Menurut soehoe, Boe Tong Pay adalah pusat utama dari pelajaran ilmu silat pedang diseluruh negara dan ketuanya ada punya pergaulan luas dengan lain-lain kaum persilatan. Pantas sekarang Bin Tjoe Hoa bisa undang demikian banyak orang kosen."
"Mulanya tak berani aku segera turun tangan," Tjiauw Kong Lee bercerita pula, "malah aku segera turun gunung untuk membikin penyelidikan sendiri. Malam itu aku mengintai dirumah penginapan. Apa yang aku saksikan membuat perutku hendak meledak saking gusar dan mendongkol. Diluar dugaan, Bin Tjoe Yap ada seorang yang kemaruk paras eilok, dan dia telah incar puteri kedua dari Khoe-Tootay. Untuk ini, dia telah bersekongkol sama Thio Tjeetjoe, pemimpin Hoei Houw Tjee. Rencana mereka adalah Thio Tjeetjoe akan turun tangan didekat Hoei Houw Tjee, selagi perampasan dilakukan, Bin Tjoe Yap nanti berpura-pura melakukan perlawanan, tapi dia akan berpura-pura kalah , supaya Thio Tjeetjoe dapat binasakan Khoe Tootay sekeluarga kecuali gadisnya yang kedua itu, yang mesti dirampas bersama semua hartanya. Setelah itu, Bin Tjoe Yap akan berpura-pura berlaku nekat, untuk tolong nona Khoe itu. Apabila si nona sudah dapat ditolong, kata Bin Tjoe Yap, dia pasti jadi sebatang kara, tidak ada pelindungnya lagi, hingga ia percaya, nona itu akan berhutang budi padanya dan nanti suka serahkan diri untuk menjadi isterinya. Thio Tjeetjoe bersedia melakukan rencana itu, karena ia pun temahai hartanya tootay itu. Aku dengar semua itu, aku gusar, lantas aku pulang, untuk ajak sekalian saudara bersiap didekat Hoei Houw Tjee, guna rintangi rencana itu. Benarlah, pada jam yang disebutkan, rombongan Khoe Tootay sampai di jalanan gunung bagian kiri dari Hoei Houw Tjee, sarangnya Thio Tjeetjoe itu."
"Ah, inilah lain," pikir Sin Tjie. Tadinya ia menduga, begal dan piauwsoe perebuti harta saja. Ia mendengari terus :
"Waktu itu tak dapat aku sabarkan diri," kata Tjiauw Kong Lee yang melanjuti. "Aku junjung pantang kita kaum Rimba Hijau mengenai soal paras eilok. Kita boleh buntu jalan, kita boleh menjadi begal, tapi kita tetap mesti jadi satu laki-laki, tidak demikian ada Bin Tjoe Yap. Kenapa dia jadi begitu hina, sedang dia ada satu piauwsoe? Sebagai piauwsoe, dia menyalahi tugas, dia bikin turun derajatnya, dan sebagai orang gagah, dia perhina martabat sendiri! Segera setelah munculnya rombongan Khoe Tootay, Thio Tjeetjoe dan laskarnya pun keluar, dengan banyak berisik, mereka mengancam hendak membegal. Bin Tjoe Yap maju kemuka, dengan tingkahnya yang tengik, ia berlagak hendak melindungi keluarga Khoe itu. Aku habis sabar, tidak tunggu sampai mereka lanjuti sandiwara mereka, aku keluar dari tempat tersembunyi. Adalah maksudku untuk cegah kejadian busuk itu, akan tetapi kita kedua pihak tak mendapat kecocokan, hingga kita jadi bentrok. Dengan pedangnya, Bin Tjoe Yap benar-benar liehay, untungnya bagiku, dia sedang gusar dan kalap, dia seperti tak dapat kendalikan diri, maka kebetulan aku dapat ketika, aku telah kena bacok dia sehingga dia binasa...."
"Soehoe, manusia keji semacam dia pantas dibinasakan!" berseru satu murid, yang potong omongan gurunya. "Kenapa kita mesti jeri? Kalau besok mereka datang, kita bongkar rahasianya Bin Tjoe Yap ini, umpama dia norek hendak menuntut balas juga, mustahil diantara rombongannya tidak ada orang-orang yang jujur ?"
"Kau benar," Sin Tjie kata dalam hatinya, mendengar kata-katanya murid itu. "Umpama benar keterangannya orang she Tjiauw ini, dia pantas dihargai. Aku kuatir masih ada lain urusan lagi diantara mereka itu...."
Tjiauw Kong Lee menghela napas pula sebelum ia menutur lebih jauh.
"Setelah membinasakan Bin Tjoe Yap, aku menginsyafi bahaya yang bakal ancam aku," demikian guru itu. "Gurunya Bin Tjoe Yap ada Oey Bok Toodjin, bersama guru ini ada banyak saudara-saudaranya seperguruan, diaorang itu tentunya tidak mau mengerti dan bakal menuntut balas. Bagaimana aku sanggup lawan mereka semua? Beruntung untuk aku, saudara-saudaraku dapat pengaruhi Thio Tjeetjoe, lantas aku paksa dia untuk menulis surat keterangan yang menuturkan persekutuan mereka, bahwa maksud Bin Tjoe Yap ada untuk ganggu nona Khoe itu. Thio Tjeetjoe telah tulis surat pengakuannya itu."
"Khoe Tootay merasa sangat bersyukur yang aku telah tolongi dia, dia sampai menulis sehelai kertas dalam mana ia juga tuturkan dengan jelas duduknya perkara itu, untuk mana dia paksa dua piauwsoe dari Hwee Yoe Piauw Kok bubuhkan tanda-tangannya, untuk menguatkan surat keterangan itu. Kedua piauwsoe itu tidak tahu maksudnya Bin Tjoe Yap, mereka tidak mendendam sakit hati padaku, sebaliknya, mereka bersyukur, karena kalau tidak, tentu nama mereka akan turut bercacat. Karenanya, kita menjadi sahabat-sahabat. Karena kejadian itu, tak dapat aku terus menduduki Siang Liong Kong, terpaksa aku membubarkan diri, kemudian dengan bawa itu dua surat bukti, aku pergi ke Boe Tong San, untuk menemui Oey Bok Toodjin, guna jelaskan duduknya hal."
"Diluar dugaanku, pihak Boe Tong Pay telah terlebih siang mendengar kabar perihal kebinasaannya Bin Tjoe Yap, mereka telah berpapasan denganku selagi aku baharu ditengah perjalanan. Mereka berniat ganggu aku, baiknya aku dapat pertolongan seorang kang-ouw yang luar biasa, siapa terus antar aku naik ke Boe Tong San hingga aku dapat menemui Oey Bok Toodjin. Dibantu oleh penolong itu, aku ceritakan duduknya kejadian. Oey Bok Toodjin ada seorang jujur, ia suka percaya keteranganku, maka ia larang murid-muridnya musuhkan aku. Akan tetapi, untuk nama baiknya Boe Tong Pay, ia kehendaki aku jangan uwarkan hal itu kepada umum. Aku berikan janjiku. Maka setelah turun gunung, terus aku tutup mulut. Inilah sebabnya kenapa hampir tidak ada orang kang-ouw yang ketahui rahasia itu. Pada waktu itu, Bin Tjoe Hoa masih kecil. Aku percaya, dia pun tidak tahu hal-ihwalnya engko itu."
"Apakah kedua surat keterangan itu masih ada, soehoe?" tanya satu murid.
"Justru kedua surat itu yang membuat sulit padaku," sahut sang guru. "Duduknya begini: Pertama-tama aku mesti sesalkan mataku, yang seperti buta, hingga aku tak dapat kenali wajah manusia. Baharu pada musim rontok tahun yang lalu, satu sahabat menyampaikan berita kepadaku bahwa adiknya Bin Tjoe Yap sudah rampungkan pelajaran silatnya, bahwa adik ini, mengetahu kandanya binasa ditangan aku, dia hendak cari aku untuk menuntut balas. Tentu saja, aku lantas berdaya untuk selamatkan diriku. Turut penyelidikanku, Tiang Pek Sam Eng bersahabat rapat dengan Bin Tjoe Hoa itu. Tiga jago dari Tiang Pek San itu ada kenalanku untuk banyak tahun, kami bersahabat rapat, cuma sudah belasan tahun, kami tak bertemu satu sama lain. Aku masih ingat bagaimana diwaktu muda kami bekerja dan hidup bersama dalam dunia Rimba Hijau, maka itu, ingin aku minta perantaraannya. Demikian, aku telah berangkat mencari Tiang Pek Sam Eng...."

Pedang Ular Emas (Kim Coa Kiam/Sword Stained with Royal Blood) - Jin YongTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang