Ho Tiat Tjhioe manggut.
"Mari!" ia mengajak, sambil ia jalan di muka, menuju ke arah barat. Di sepanjang jalan, pemimpin Ngo Tok Kauw ini puji A Kioe, untuk kecantikannya, untuk kegagahannya juga. Tidak disangka ada puteri raja, demikian muda, demikian kosen juga.
Sin Tjie antap orang godai ia, ia lawan dengan membungkam saja.
Mereka jalan jauhnya kira lima lie, sampailah mereka di sebuah kuil tua, yang bernama Hoa Giam Sie. Di luar kuil berkumpul beberapa orang Ngo Tok Kauw, sebagai penjaga, kapan mereka lihat pemuda kita, mereka memandang dengan tampang bermusuhan.
Sin Tjie tidak gubris mereka itu, ia terus ikuti Ho Tiat Tjhioe masuk ke dalam kuil, sampai di ruang pendopo. Di muka pendopo Tay Hiong Poo-thian, di antara tikar tergelar, rebah anggauta-anggauta Ngo Tok Kauw, yang kemarin ini menjadi kurban-kurbannya.
Tanpa buang tempo lagi, Sin Tjie hampirkan mereka satu demi satu, untuk ditotok, hingga di lain saat, sembuhlah mereka semua, dapat mereka bergerak pula dengan merdeka sebagai sediakala.
Lantas setelah itu, pemuda ini kata dengan nyaring: "Aku tidak bermusuhan dengan saudara-saudara beramai, cuma disebabkan salah mengerti yang kecil sekali, kejadian aku berbuat keliru terhadap saudara-saudara, maka itu, di sini aku haturkan maaf pada saudara-saudara!"
Pemuda ini tidak cuma mengucap kata-kata, ia pun menjura kepada semua orang Ngo Tok Kauw itu.
Rupanya masih panas hatinya orang-orang Ngo Tok Kauw itu, mereka tidak membalas hormat, mereka pelengoskan muka, tidak ada satu yang suka bicara.
Sin Tjie tidak menjadi berkecil hati. Ia anggap ia sudah lakukan keharusannya, maka tanpa bilang suatu apa lagi, ia bertindak keluar. Cuma satu kali, ketika ia kebetulan menoleh ke samping pendopo, di situ ia tampak sepasang mata yang mencorong tajam menghadapi Ho Tiat Tjhioe, yang antar ia keluar. Ia tidak kenali mata siapa itu, tetapi menampak sinar mata orang, ia terkejut. Itulah sinar mata yang penuh dengan kebencian hebat.
Masih Sin Tjie mencoba melihat pula tapi kali ini sepasang mata itu telah lenyap, kelihatan tubuhnya berkelebat, lantas hilang. Tapi karena ia lihat tubuh berkelebat, segera ia menduga kepada Ho Ang Yo, si uwah yang romannya menyeramkan.
Sesampainya di luar, selagi Sin Tjie pandang Ho Tiat Tjhioe, ia pun heran. Lenyap cahaya terang dan riang-gembira dari pemimpin agama ini, tak suka ia bicara, romannya jadi pendiam dan keren. Hingga Ho Kauwtjoe jadi bukan seperti Ho Kauwtjoe yang ramah-tamah tadi.Di luar pekarangan, kedua orang saling memberi hormat, untuk pamitan. Sin Tjie berjalan pulang, ketika kemudian ia menoleh, Ho Tiat Tjhioe sudah masuk. Ia jadi curiga, timbul keinginannya untuk mendapat tahu sebab dari perubahan sikapnya kauwtjoe itu. Maka itu, sesudah jalan terus sekira satu lie, hingga ia percaya, tidak nanti orang intai ia, lekas-lekas ia kembali. Ia sangat kuatir orang mempunyai daya keji, untuk mengganggu ia atau pihaknya. Tidak perduli jalanan jadi lebih jauh dan ambil lebih banyak tempo, ia mutar ke selatan, dari sana ia menuju ke belakang Hoa Giam Sie, dimana tidak ada orang, maka dengan merdeka ia bisa hampirkan tembok, untuk lompat naik dan masuk ke pekarangan dalam. Segera ia dengar suitan istimewa dari Ngo Tok Kauw, tanda undangan berapat.
Untuk sementara Sin Tjie umpeti diri di atas pohon, antara daun-daun yang lebat, kemudian setelah duga, orang tentunya sudah berkumpul, ia turun dari atas pohon, dengan hati-hati ia menuju ke belakang Tay Hiong Poo-thian. Ia bersukur ia tidak ketemui siapa juga, hingga ia bisa tempatkan diri tepat di belakang pendopo, untuk pasang kuping.
Dengan lantas ia dengar suara-suara keras, dari pertentangan. Ia masih dapat kenali suara orang. Ialah suara tajam dari Ho Ang Yo, suara nyaring dari Tjee In Go. Mereka ini sedang serang Ho Tiat Tjhioe, yang dikatakan karena main cinta sudah melupakan musuh besar dari Ngo Tok Kauw, sehingga dia jadi berkhianat, bahwa dia telah bersekongkol sama musuh, hingga dia pun merusak usaha menjunjung satu raja baru, hingga itu pun berarti merusak harapan Ngo Tok Kauw untuk pentang sayap dan pengaruh.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pedang Ular Emas (Kim Coa Kiam/Sword Stained with Royal Blood) - Jin Yong
General FictionSalah satu karya emas Master Jin Yong. Pedang Ular Emas mengisahkan tentang usaha Sin Ci untuk membalas dendam atas kematian ayahnya. Ayahnya adalah panglima setia namun difitnah oleh para kasim istana sehingga dijatuhi hukuman mati. Ia berhasil did...