Ini sudah dua bulan semenjak Jinyoung terbaring lemah di Rumah Sakit waktu itu. Keadaan Jinyoung stabil. Hanya saja, Dokter berkata bahwa Jinyoung masih belum dapat siuman dan yang lebih mengejutkannya lagi, syarafnya sudah diperbaiki, dokter sudah menemukan cara memperbaiki syaraf tersebut. Tapi, dengan membaiknya syaraf itu ada suatu hal yang jadi dampak operasi tersebut. Dokter belum tau apa dampaknya, yang jelas setelah Jinyoung bangun, harusnya tak terjadi apapun.
Setiap hari yang rutin menjenguk Jinyoung hanya Mark saja. Ia rela mengorbankan kerja kelompoknya. Ia rela mengorbankan jam istirahatnya di rumah. Ia benar-benar sudah menyadari kalau ia memang mencintai Jinyoung.
Ruangan itu hanya diisi satu orang. Sudah lama orang itu tidak tersenyum. Setiap hari ia hanya menutup matanya. Kapan ia akan membuka matanya?
Mark seperti biasa menjenguk Jinyoung di hari Sabtu ini. Kalau di hari libur, biasanya dia datang pukul 8. Dokter dan perawat di rumah sakit itu mulai mengenal Mark karena Mark setiap hari datang.
Terkadang ada perawat yang iseng bertanya.
"Apa kau pacarnya pasien di kamar no.7?" Tanya suster itu. Terkadang jawaban Mark hanya tersenyum dan tertawa kecil. Atau Mark kadang menjawab.
"Ya, aku pacarnya. Beruntungnya aku memiliki kekasih selucu dia. Doakan dia agar siuman," jawab Mark. Sebenarnya ia hanya bercanda. Jinyoung belum resmi jadi pacarnya. Tentu saja, Jinyoung saja tidak tahu kalau Mark juga mencintainya.
Hari ini berbeda dari hari yang lalu. Mark datang lebih siang. Karena tadi pagi ia mampir dulu ke toko bunga untuk sekedar melihat-lihat.
Mark memasuki ruangan itu. Lalu menutup pintunya saat ia sudah berada dalam ruangan itu. Mark kembali menhampiri Jinyoung dengan muka damainya.
"Hei, Nyoungie. Kau belum bangun juga, eoh. Padahal sudah sebentar lagi waktunya. Ehm, dua hari lagi,bukan? Aku tidak sabar, chagi." Ujar Mark. Mark sudah melewati hari-harinya untuk memanggil Jinyoung dengan sebutan 'chagi'.
Hanya suara mesin yang menjawabnya.
"Ehm, Nyoungie. Kira-kira baju apa yang kau suka, hm?" Tanya Mark sambil mencari tempat untuk duduk di sisi ranjang Jinyoung. Mark mengelus surai hitam Jinyoung yang mulai memanjang. Lalu turun ke dahi dan pipi Jinyoung. Mark lalu menatap Jinyoung lekat. "Saranghae, chagi." Ujar Mark.
Tatapannya menghangat. Ia merasa semakin mencintai Jinyoung setiap harinya. Walau, ia tahu kalau Jinyoung belum tentu ingin menerimanya jadi kekasih. Setidaknya, ia tahu kalau Jinyoung membalas perasaannya.
"Kapan kau bangun,hm? Aku merindukanmu," Ujar Mark lagi. Lalu mencubit pelan pipi Jinyoung. Jinyoung yang memakai alat bantu pernafasan belum juga membuka matanya. Hanya mesin pendeteksi jantung itu yang menjawab semua ucapan Mark.
Tatapan Mark yang sedari tadi hangat kini mulai memudar. Memunculkan tatapan sendunya. Menggambarkan dirinya yang sangat merindukan sosok Jinyoung. "Aku masih disini, Nyongie. Jadi, kapanpun kau bangun, aku pasti ada. Aku janji," ujar Mark.
Dan saat itu juga, Mark mengecup pelan pipi Jinyoung.
"Aku sangat menyayangimu,"
..
"Tidak, aku tidak mengatakan apapun padanya, Phao. Dia tiba-tiba saja mengingatnya. Aku tidak melakukan apapun," ujar namja itu. Ya, Bambam.
"Benarkah? Jadi, dia sudah ingat ya.. aku khawatir dengan keadaannya."ujar Phao nya Bambam.
"Phao, apa kau lebih menyayangi Jinyoung Hyung juga seperti Mark hyung?" Tanya Bambam dingin pada ayahnya. Ibunya yang sedari duduk di ruang keluarga itu kemudian bangun dan merangkul Bambam. Ruang keluarga itu hening. Ayah Bambam hanya menunduk.
KAMU SEDANG MEMBACA
MAYDAY [MARKJIN]
FanfictionCast: Mark, Jinyoung, Bambam, Jackson, Yugyeom, Jaebum, Youngjae, and other. Rated: random . . "Jinyoungie, aku tidak mengerti perasaan apa yang tumbuh di dalam diriku untukmu. Ini aneh, aku jadi semakin bingung." "Markeu hyung, apa seharusnya aku t...