24. Q (2)

1K 128 44
                                    

After 60 votes. I update again. Happy reading!!
.
.

"YAK!" Teriak Mark lagi membuat Jinyoung terdiam. Air mata Jinyoung sudah tak terbendung. Ia mengeluarkan semuanya. Ia menangis tersedu. Betapa malunya ia menangis dan terlihat lemah di depan orang yang sudah menyakitinya.

"Kau..hiks.. menyebalkan. Aku mencintaimu.. hiks. Sialan," ujar Jinyoung sambil sesegukan.

"Kau mencintaiku? Bukankah tadi kau bilang pada Jess kalau kau sudah tak menyukaiku? Dasar tidak berpendirian, aku sih malu kalau jadi dirimu," ujar Mark. Jinyoung menenangkan dirinya dan menghapus air matanya.

"Kau yakin kau sudah berpendirian? Aku sih lebih malu kalau aku tidak menyadari sifatku yang lebih buruk daripada seekor serigala, Mark Tuan. Untungnya aku tidak begitu. Kau terlihat karismatik, sayangnya sifatmu akan membuatmu mempermalukan dirimu sendiri," ujar Jinyoung sembari tertawa meledek Mark. Mark pun melangkah dan mendekati Jinyoung.

"Mau apa, hm? Membunuhku? Silahkan saja, Mark. Aku sudah pernah dicekik. Aku sudah pernah tertabrak mobil. Aku sudah pernah tertembak. Aku gagal mati dua kali dari tiga kecelakaan itu. Kalau saja kau tidak mencegahnya, aku pasti sudah mati, Mark. Kenapa dulu kau mencegahnya? Kali ini apakah aku berhasil mati? Kalau kau ingin membunuhku, cobalah dengan cara lain. Buat aku membencimu, Mark. Itu akan membunuhku secara perlahan.."

Jinyoung meneteskan airmatanya, "Karena aku tak akan pernah membencimu, Mark. Aku akan selalu mencintaimu apapun keadaannya. Tak peduli bahkan kalau kau seorang bajingan. Aku menjijikan, ya?"

Mark semakin mendekatkan wajahnya pada wajah Jinyoung.

"Aku juga mencintaimu, chagiya," ujar Mark lalu menjambak pelan rambut Jinyoung dan mencium dan melumat bibir Jinyoung. Jinyoung memberontak.

Ini jebakan, Jinyoung. Kau tidak boleh mencintainya.

Jinyoung terus memberontak sampai Mark melepaskan ciuman. Jinyoung semakin menangis, mukanya memerah seluruhnya karena menahan amarah.

"Uljima," ujar Mark. Jinyoung memberontak saat Mark ingin memegang tangannya.

"Kau memang brengsek hiks... Dan aku masih mencintaimu. Hiks..  Sialan, aku benci hiks.. diriku. Kenapa kau hadir di hidupku, Mark? Kenapa hiks..?! Kau manusia sialan! Kenapa kau masih memanggilku Chagi? Bahkan pengantinmu ada di depanmu, Mark. Kenapa kau membuatku bingung?" Mark pun memeluk Jinyoung dan membenamkan kepala Jinyoung ke dada bidangnya. Jinyoung memukul-mukul Mark. Mark pun melepaskannya dan memegang tangan Jinyoung.

Kenapa tanganmu dingin sekali, Nyoungie?

"Diamlah dan tutup matamu, chagi. Jangan menangis lagi," Mark menarik tangan Jinyoung untuk keluar dari kafe. Jinyoung pun menurut, ia menggigit bibir bawahnya agar tidak terisak lagi dan menutup matanya. Begitu sampai di luar, mereka berdua pun berhenti. Lalu, Mark memberi aba-aba.

"Hana..

Dul...

Set! Buka matamu, Chagi!" Ujar Mark. Jinyoung pun membuka matanya perlahan. Cahaya menyeruak indra pengelihatannya membuatnya mengerenyit untuk dapat melihat.

Kelopak mawar yang berada di mana-mana.

Cahaya lampu berwarna pink yang membuat suasana romantis.

Dan...

Lilin yang terbentuk menjadi love. Ia sudah berada di tengah-tengahnya, entah bagaimana tadi ia bisa tidak terbakar.

"Chagiya, mianhae sudah mengerjaimu seharian ini. Semua itu hanya untuk mengalihkan perhatianmu, jadi aku dapat mengurus ini semua. Yang aku katakan tadi padamu tidak ada yang serius selain kalimat aku mencintaimu," ucap Mark berada di hadapan Jinyoung. Jinyoung meneteskan air matanya. Bukan karena sedih, tapi terkejut sekaligus terharu dan kesal karena sudah dikerjai.

MAYDAY [MARKJIN]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang