12. Playground (2)

1.3K 115 14
                                    

Kedua namja yang masih memakai seragam itu keluar dari gerbang sekolah. Sejak tadi, si namja manis terus saja mengusapkan kedua tangannya agar tidak kedinginan.

"Kau kedinginan?" Tanya Mark. Jinyoung pun menoleh. Lalu, mengangguk.

"Tapi, tak apa,"

"Tidak. Kemarikan tanganmu!" Suruh Mark langsung memegang kedua tangan Jinyoung dengan kedua tangannya. Lalu, meniupkannya. Tangan Mark yang dibalut sarung tangan itu sangat menenangkan. Mereka masih berdiri di gerbang sekolah. Banyak siswa lain yang memperhatikan mereka. Jinyoung memang jadi merasa malu, pipinya juga sudah merona sempurna. Tapi, Mark berbeda, ia tidak peduli.

Mark melepas sarung tangannya dan memasangkannya di kedua tangan Jinyoung.

"Sudah," ujar Mark sambil tersenyum.

"Tapi, Markie. Nanti kau kedinginan," Jinyoung melihat Mark dengan tatapan khawatirnya. Mark pun tersenyum manis, lalu mengusak surai legam Jinyoung.

"Asal kau ada di sisiku, itu tak masalah, Nyoungie," Senyuman Mark semakin merekah dari bibir pink nya itu.

"Kajja!!" Mark menarik tangan Jinyoung dan menggenggamnya dengan sangat erat. Jinyoung hanya tersenyum. Mereka berdua pun meninggalkan sekolah dan bergegas mencari taksi. Tanpa mereka sadari, ada seorang namja yang melihat dalam diam dengan tatapan kecewanya. Lalu, ia tersenyum sendiri dengan senyum mirisnya.

"Aku harap kau bahagia dengannya, Nyoungie. Aku rasa aku sudah sangat terlambat untuk menyatakan perasaan yang baru saja aku sadari ini," ujarnya pada diri sendiri.

Suara langkah kaki yang berlari mulai mendekat ke arahnya.

"Yak! Jackson!!" Teriak orang itu. Lalu, ia pun berdiri di samping Jackson, si namja yang tadi memperhatikan Mark dan Jinyoung.

"Eoh, wae, Jaebum-ah? Apa kau butuh bantuan?" Tanya Jackson.

"Ani. Kau hari ini bawa motor, tidak?" Jaebum merangkul Jackson.

"Ani, memangnya kenapa, heum? Kau mau meminjamnya? Maaf, aku sedang malas tadi pagi membawanya, aku antar ke rumah kalau kau mau meminjamnya,"

"Bukan seperti itu, aku ingin memberi tumpangan," jelas Jaebum. Tatapan Jackson pun berbinar. Jaebum pun tersenyum.

"Uwaahh, gomawo, Jaebum-ah! Tentu saja aku mau!! Kau baik sekali hari ini. Pasti ada hal baik, bukan?" Ujar Jackson menebak. Jaebum memang sangat baik pada saat-saat tertentu saja. Senyuman Jaebum perlahan pudar, menunjukkan wajah sebalnya.

"Ani. Youngjae tidak mau pulang denganku, jadi aku mengajakmu. Aku sedang kesal. Jadi, bersiaplah jadi pelampiasanku, Jack!" Ujar Jaebum yang tadinya hanya merangkul bahunya Jackson, sekarang mencengkram bahu Jackson.

"A..a..aa.. Aphayeo! Mianhae, Jaebum-ah. A.. aak.. aku tidak bisa menemanimu hari ini. Eommaku. Ya, Eommaku menyuruhku pulang naik bus saja. Bu..bukannya apa-apa.. aku tidak ingin merepotkanmu, ne," ujar Jackson mencari alasan. Tapi, Jaebum hanya diam mendengarkan dengan seksama.

"Arra. Tapi, aku tidak terima penolakan. Mianhae, Jackson-ah. Kajja!!" Jaebum menarik Jackson pergi ke mobilnya.

"A..anni!! Jaebum-ah, kau adalah sahabat terbaikku, arra?" Jackson pun mengeluarkan kalimat jitunya. Yang sudah pasti tidak mempan bagi Jaebum.

"Arra. Makanya, temani aku. Kau kan juga sahabat terbaikku yang siap menjadi samsak tinjuku. Karena badanmu yang besar itu pasti sangat pas dengan tinjuan hebatku, Jack," ujar Jaebum sambil masih menarik Jackson menuju mobilnya.

"Tuhan. Kalau ini doa terakhirku, kuharap aku selalu tampak tampan," ujar Jackson sendirian.

"Tidak akan, Jack. Kau tidak akan pernah tampan," jawab Jaebum dengan tatapan datar.

MAYDAY [MARKJIN]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang