Empat

6K 341 17
                                    

Hari ini adalah hari ulang tahun Mutia yang ke-55. Tepat hari ini juga, Naya akan ke sekolah untuk pertama kalinya setelah Masa Orientasi Siswa dan kecelakaan itu.

"Hari ini ulang tahun mama." Kata Naya sambil mengusap lembut bingkai foto yang saat ini sedang dipegangnya.

Naya tersenyum haru, "Nanti ya mah Naya ngasih kadonya. Naya mau sekolah dulu. Naya udah gede, udah SMA," Naya menghapus kasar air matanya lalu memeluk foto tersebut.

Dinda yang menyaksikan hal tersebut pun terharu, gadis di hadapannya ini begitu tegar dan menurutnya sangat misterius. Dia sangat tertutup dan begitu lemah, tetapi dia bisa menyembunyikannya semua dengan sikap cerianya yang bisa dibilang hanya bohong belaka.

"Naya, sudah siap?" Naya menyimpan bingkai foto tersebut di tempat semula lalu memutar wajahnya ke suster Dinda, "Siap, kak!"

Beberapa menit setelah meninggalkan komplek, Naya sudah berada di sekolah tentu saja di antar oleh suster Dinda.

Ketika Naya sudah duduk di kursi roda dibantu oleh Dinda, Naya mendongak memperhatikan seluruh sekolah, "SMA 8 BHAKTI PERTIWI."

Sudah banyak siswa siswi yang berlalu lalang di halaman sekolah. Naya berbalik ke belakang menatap suster Dinda sambil tersenyum.

"Naya? Lo Annaya kan temen SMP gue?" Tanya seorang siswi sambil berjalan cepat menghampiri Naya.

"Sandra?" Tanya Naya balik dan dijawab anggukan antusias olehnya.

Sandra adalah sahabat dekat Naya waktu kelas 1 SMP. Sampai saat mereka menginjak kelas 2 SMP, Sandra memutuskan ikut keluarganya pindah kota dikarenakan papanya Sandra yang dipindah kantorkan keluar kota. Naya sudah menganggap Sandra sebagai saudaranya sendiri dan begitupun sebaliknya.

"Nay, kenapa kondisi lo--?" Belum selesai Sandra berbicara, Naya langsung memotongnya, "Nanti gue jelasin San, panjang ceritanya." Potongnya dan dibalas anggukan paham oleh Sandra.

"Dan siapa perempuan di belakang lo?" Naya menghela nafas. Ternyata sifat Sandra dari SMP belum hilang sampai sekarang. Sifatnya yang kepo, ceplas ceplos, tidak bisa menjaga rahasia, cerewet, kekanak-kanakan. Naya menghela nafas lagi untuk yang kedua kalinya, "Suster Dinda, San."

"Dia lanjut disini? Kok gak pake seragam?" Bodoh.

"Lo bego atau gimana si? Dia suster Dinda, Sandra. Yakali dia lanjut disini pakai seragam suster."

"Bilang kek daritadi,"

"Udah dibilang juga." Umpat Naya berbisik tapi masih mampu didengar oleh Dinda. Dinda hanya tersenyum melihat dua sejoli ini berdebat. Baru saja ketemu sudah seperti ini, bagaimana kalau kedepannya?

"Kak, duluan aja ya. Naya ke dalamnya sama Sandra aja, oke?" Ucap Naya sambil mendongak untuk menatap suster Dinda.

"Baiklah kalau begitu. Sandra, tolong bantu jaga Naya ya?" Pinta Dinda.

"Oke kak."

***

Saat ini Naya, Sandra dan semua siswa baru tengah berkumpul di lapangan utama SMA Negeri 8 Bhakti Pertiwi untuk mengikuti upacara pertama mereka setelah resmi menjadi siswa disini. Kali ini, Naya berada di barisan paling depan menggunakan kursi rodanya karena kalau dia berada di barisan belakang kemungkinan dia tidak bisa melihat para guru yang sedang berdiri di depan.

Naya memperhatikan sekeliling sekolah ini tanpa henti. Sandra yang melihatnya hanya geleng-geleng kepala sambil tersenyum.

"Dasar anak bandel! Sudah terlambat mau kabur lagi, untung bapak liat kamu. Sini kau berdiri sampai upacara pertama adek kelasmu selesai," Naya menghentikan aktivitasnya yang sedang menatap sekeliling sekolah dan berganti menatap siswa laki-laki tersebut.

Annaya Karenina[TAHAP REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang