Siapa sangka, kalau malam ini adalah malam yang mungkin menjadi malam terakhir yang tak pernah ada lagi dalam hidup Annaya. Malam itu adalah malam yang seolah mendinginkan waktu. Semua cerita akan dimulai.
Flashback On.
Naya, gadis yang masih berusia 16 tahun, baru saja menikmati kebahagiaan karena baru lulus di sekolah Menengah Pertama dengan nilai tertinggi di sekolah.
Saat ini Naya sedang bersama ibunya di perempatan jalan karena sudah janji akan bertemu disana. Mereka sedang menunggu rambu penyebrang jalan berwarna hijau.
"Mah, kali ini masak yang enak ya, kan nilai Naya tertinggi di sekolah." Ucapnya manja sambil menaik turunkan kedua alisnya.
"Lah, emang masakan mama gak pernah enak?" Mutia memasang muka sedih. "Gak mah, maksud Naya tuh ma--"
"Iya iya sayang." Mutia lalu mengacak lembut rambut Naya.
"Mama tau? Naya hampir dapat beasiswa," Mutia menyerngitkan alisnya. "Kok hampir? Kenapa bisa sayang?"
"Nilaiku sama Derry beda 2, lagian kan mama udah tau kalau Derry emang lebih pintar daripada aku,"
"Kalau pintar, kenapa kamu yang peraih nilai tertinggi? Bukan Derry atau siswa lain?"
"Mah, kan sistem disekolah bukan masalah tingginya nilai atau peringkatnya yang tinggi. Disini diliat dari peningkatan nilai mah, gak pernah menurun sama sekali tetapi selalu meningkat. Nilaiku tahun lalu kan ada yang menurun nih, mungkin gara-gara itu nilai aku sama Derry beda sedikit. Lagian juga kalau aku yang dapat beasiswa mungkin aku tolak," Mutia heran. "Kok ditolak, kan sayang?"
"Naya gak bisa jauh-jauh sama mama. Kan mama tau sendiri akan hal itu."
"Kamu kan sudah dewasa nak, kamu juga harus bisa mandiri dan hidup tanpa mama. Kalau mama tiba-tiba dipanggil sama Allah? Gimana dong? Dan pasti hal itu akan terjadi, Nay. Kalau Allah yang berkehendak, mama bisa apa?"
Hiik.
Naya cegukan. Ini memang sudah menjadi kebiasaan Naya sejak kecil. Jika Naya kaget, berdebar, Naya akan cegukan. Tapi hal ini sama sekali tidak membuat Naya terkaget atau berdebar. Apa maksud dari cegukan ini?
"Ayo jalan, nak." Ucap Mutia sambil mengenggam tangan Naya saat melihat lampu jalan sudah berwarna hijau. Baru saja mereka ingin melangkahkan kaki, Naya melihat tali sepatunya terlepas dan dia pun langsung mengikatnya.
"Ayo mah!" Seru Naya langsung berjalan menyebrangi jalan seusai mengikat tali sepatunya.
Sebentar lagi, semuanya akan terasa menyakitkan bagi Naya. Sebentar lagi, Naya akan menyesal mengapa dia mengikat tali sepatu saat itu. Sebentar lagi, Naya akan menyesal seumur hidup dan menyalahkan dirinya sendiri.
"Awas bu!!" Teriak semua orang yang sudah dari tadi menyebrangi jalan.
"Minggir bu, ada mobil!!" Teriakan itu semakin jelas dan membuat Naya dan Mutia saling bertatapan sejenak dan kemudian menatap ke arah dimana datangnya mobil.
Dan, Brukkk.
Naya dan Mutia kini terbaring lemah di tengah jalan. Tubuhnya bergetar dan terasa sakit sekali. Kakinya tak bisa digerakkan sama sekali. Naya melihat ke depan, sekuat tenaga dia berusaha untuk menenangkan kepalanya yang terasa sangat sakit. Penglihatannya tidak begitu jelas. Naya melihat ibunya yang dipenuhi dengan darah dimana mana. Sekuat tenaga Naya berteriak memanggil ibunya, namun tiada kuasa. Suaranya tercekat. Seluruh tenaganya seolah tersita akibat benturan keras tadi.
Apakah ini pertanda dari cegukanku barusan?
Seluruh pengguna jalan berseru panik saat melihat tabrakan maut itu. Naya melihat mobil yang menabraknya tadi melarikan diri. Dan seketika itu, Naya mulai tak sadarkan diri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Annaya Karenina[TAHAP REVISI]
Ficção AdolescenteAnnaya Karenina adalah nama gadis itu. Gadis yang kehilangan semangat hidupnya akibat sebuah kecelakaan yang menimpa dirinya dan juga ibunya. Sama sekali tak pernah terpikirkan olehnya dialah penyebab ibunya terbaring koma di rumah sakit selama berb...