Sebelas

3.7K 230 2
                                    

"Kondisi Naya baik baik saja, saya sebagai dokternya tidak menyangka keajaiban-keajaiban seperti ini masih ada. Kaki Naya semakin lama semakin membaik tapi perlu diperhatikan agar kakinya tidak terlalu banyak bergerak. Karena jika tidak, kakinya bisa-bisa lumpuh permanen dan Naya tidak bisa berjalan lagi. Usahakan juga perhatikan alas kaki yang kamu gunakan kemana-mana, karena biasanya hal itu menjadi penyebab utama kaki kamu terasa lemas dan kram." Jelas dokter kepada Naya dan juga Melvin. Di ruangan juga ada Andre dan suster Dinda.

"Inget Nay lo harus perhatikan alas kaki yang lo gunakan, bahaya kalau lo sampai pakai yang berhak gitu. Usahain lo pakai yang alasnya datar dan biasa biasa aja." Tegur Melvin.

"Kalau gitu makasih ya dok. Kami permisi dulu." Mereka bertiga pun keluar dari ruangan Pak William, salah satu dokter yang selalu merawat Mutia dan juga Annaya.

"Kak, gue mau ke ruangan mama dulu ya," Izin Naya ke Melvin.

"Gue ikut."

***

Lagi-lagi hening menyelimuti mereka berdua di dalam mobil. Tidak ada sama sekali yang berniat membuka pembicaraan. Di tengah perjalanan, tiba-tiba ponsel Melvin berdering. Melvin dan Naya menatap ponsel itu bersamaan lalu saling menatap satu sama lain. Naya salah tingkah dan mengalihkan penglihatannya. Naya mendorong rambutnya ke belakang telinga dan langsung menatap keluar jendela.

"Cek hp gue dong, gue gak bisa nyetir sambil main hp." Naya langsung menatapnya sebentar lalu menatap ponsel itu lagi.

Diraihnya ponsel itu dan segera menyalakannya.

"Uhukk." Naya terkejut saat melihat wallpaper ponselnya. Disana, Naya melihat dengan jelas Melvin bersama Lolyta yang sedang makan gulali sambil tertawa.

"Ada apa?" Tanya Melvin melirik Naya lalu kembali fokus menyetir.

"Gak. Gak ada papa." Naya berdehem pelan. "Kata sandinya apa kak?"

"2109"

"Uhuk." Naya tersentak kaget sambil memukul mukul dadanya. Tanggal kelahiran Naya, 2109.

"Lo--lo kenapa bisa tahu tanggal lahir gue kak?" Tanya Naya namun tidak dijawab oleh Melvin.

"Kak?"

Melvin mendengus pelan lalu tertawa sekali namun pandangannya masih fokus ke depan. "Lo jadi orang jangan suka kegeeran,"

"Maksudnya kak?"

"2109 itu adalah tanggal lahir nyokap gue." Naya langsung memutar wajahnya ke Melvin saat mendengar jawabannya.

"Oh." Naya menahan malu.

"Lo gak turun?" Tanya Melvin setibanya di depan rumah Naya.

"Oh sudah sampai ternyata. Makasih kak."

Naya segera menyimpan ponsel Melvin dan segera berjalan ke depan pagar lalu berbalik ke mobil Melvin. Tak sempat melihat pesan yang dikirim oleh Lolyta.

"Kenapa gak masuk?" Naya langsung mengangkat sebelah alisnya. "Entar kalau kakak sudah pergi."

"Lebay banget si lo jadi cewek. Yaudah gue cabut, kalau diculik jangan teriak. Ngerepotin." Naya berdecak kesal lalu tertawa.

"Sudah sudah, gue masuk duluan aja, makasih." Naya langsung memutar badannya dan menuju masuk ke dalam rumah.

Naya menyerngitkan alisnya ketika Melvin belum menyalakan mesin mobilnya. Perlahan Naya mengintip di balik jendela sambil mengunci rapat pintunya. Seketika itu juga, Melvin langsung menjalankan mobilnya dan meninggalkan rumahnya. Ada sedikit perasaan aneh yang muncul di benak Naya. Apakah Naya mulai menyukai Melvin? Tidak! Ini tidak boleh terjadi. Jelas-jelas walpaper ponselnya mereka berdua. Gue gak boleh suka sama dia, gue gak mau jadi perusak/penengah diantara mereka. Kalaupun perasaan ini benar adanya, gue harus buang jauh-jauh. Gue gak mau menjadi cewek pecundang yang merebut hak milik cewek lain.

Annaya Karenina[TAHAP REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang