Senja berwarna jingga menghiasi langit. Petang segera berakhir yang akan disambut oleh malam. Lampu jalanan satu persatu sudah hidup menghiasi tata kota. Rumah rumah sekitar, ruko-ruko di tepi jalan, kendaraan mobil atau motor yang berlalu lalang, semuanya sudah menghidupkan lampu. Kehidupan malam telah tiba.
Annaya mengajak sahabatnya untuk pulang. Mengakhiri petualangan yang melelahkan dan berjanji akan melanjuti esok hari dan harus lebih hebat dari hari ini.
Alhamdulillah, Naya bersyukur. Menghela nafas lega. Mengelap keringat yang masih menempel didahinya. Wajah keduanya sungguh berminyak. Namun ceria sekali. Sedikit pun mereka tidak memperlihatkan letih walau sebenarnya teramat sangat letihnya.
Hari pertama mereka mengamen, mendapatkan seluruh pecahan rupiah yang ada. Uang lima puluh ribu ada dua lembar, pecahan dua puluh ribu ada lima lembar, pecahan sepuluh ribu sebelas lembar, pecahan lima ribu ada tiga lembar, pecahan dua ribu tujuh belas lembar, dan sisanya pecahan koin seribu, lima ratus, dua ratus dan seratus rupiah.
Senyum simpul Naya, bahagia sekali. Lumayan banget katanya. Namun tidak bagi Sandra. Mau berapa lama kalau uang segitu kita kumpulin untuk mencapai ratusan juta?
"Hei cantik--sudah dapat uang segini harusnya bersyukur taukk!" Terang Annaya sambil menunjukkan uang yang ada dalam kantong kresek. Biasanya pengamen sih menggunakan bekas kantong permen, ini mereka berdua menggunakan kresek. Mungkin itu juga sebabnya ada yang berbisik-bisik ketika melihat mereka mengamen.
Sandra mengangguk-angguk saja. Dalam hatinya bangga punya sahabat seperti Naya. Disaat dia bertemu dengan masalah yang begitu besar, masih sempat ia bersyukur. Harus malah.
Belum selesai menikmati kebahagiaan mereka hari ini, baru saja hendak melangkah pulang, tiba tiba entah darimana asalnya, ada tiga orang preman yang berwajah seram menghadang mereka. Menunjukkan sebilah pisau. Dengan mata melotot, menyuruh Annaya untuk menyerahkan uang di kantong kresek itu.
"Berikan uang itu, atau aku tusuk kalian!" Bentak salah seorang preman.
Naya dan Sandra terkejut. Panik. Takut. Belum pernah mereka bertemu dengan orang jahat, belum pernah pula mereka di todong dengan pisau seperti hari ini.
Bibir mereka kaku, ingin berteriak namun tidak bisa. Ingin rasanya lari, namun tetap saja tidak bisa. Kalau pun lari, bisa bahaya. Salah satu dari mereka pasti tidak akan selamat.
Naya diam. Sambil memegang erat kantong kresek dan gitarnya. Sandra memegang erat kursi roda Naya sambil gemetaran. Takut sekali. Tidak ada yang melintas satu orang pun saat ini. Tidak ada. Dan kalau pun ada, apakah mereka akan menolongnya? Zaman sekarang susah mencari orang yang benar benar baik untuk menolong.
"Kasih Nay, Kasih." Bisik Sandra ketakutan. Naya masih menggenggam erat kantong kresek yang berisikan uang hasil mengamen. Tentu saja berat sekali ia berikan. Uang ini hasil jerih payahnya hari ini. Uang ini untuk biaya berobat ibunya.
"Nay, berikan Nay. Uang bisa kita cari." Sandra kembali berbisik ke Annaya. Ini soal nyawa. Ketiga preman ini tidak bisa dilawan. Mereka tak segan segan untuk nekat menikam dengan pisaunya.
"Pergi kalian, atau aku akan laporkan ke polisi!" Teriak Naya yang masih saja tetap kekeh untuk mempertahankan.
"Berikan kataku!" Salah satu preman yang memegang pisau langsung menggores lengan tangan Annaya. Lengan tangan Naya seketika mengucurkan banyak darah.
Baru saja preman itu ingin mengambil secara paksa kantong kresek yang dipegang Naya dan melarikan diri, tiba tiba seseorang langsung muncul bersama beberapa warga komplek. Sontak saja ketiga preman itu berlari dan menghilang dalam sekejap.
KAMU SEDANG MEMBACA
Annaya Karenina[TAHAP REVISI]
Fiksi RemajaAnnaya Karenina adalah nama gadis itu. Gadis yang kehilangan semangat hidupnya akibat sebuah kecelakaan yang menimpa dirinya dan juga ibunya. Sama sekali tak pernah terpikirkan olehnya dialah penyebab ibunya terbaring koma di rumah sakit selama berb...