"Nay, katanya tadi lo pingsan ya?" Tanya Farhan sambil membawa tas ransel Naya. "Iya Far, tapi sekarang udah baikan." Jawab Naya dengan senyumannya.
"Kenapa masih disini Nay? Lo gak pulang?" Naya menatap Farhan. "Kata pegawai UKS, kaki aku harus diistirahatin dulu selama 2 hari." Farhan mengangguk paham.
"Eng,, bareng aku aja ya pulangnya, kebetulan aku bawa mobil."
"Lo ga perlu repot-repot." Potong Melvin yang sudah ada di ambang pintu. "Gue yang akan nganter dia pulang."
Farhan mengangkat sebelah alisnya. "Emang lo siapanya dia? Lo pacarnya? Kalau lo pacarnya, lo mau kemanain si Lolyta. Dasar playboy." Melvin menghampiri Farhan dengan kedua tangannya yang dimasukkan ke dalam saku. "Sejak kapan gue bilang Lolyta pacar gue?"
"Gue kira, satu sekolah lagi bahas hubungan lo dengan Lolyta. Itu gak cukup buat ngejelasin kalau lo punya hubungan dengan dia?" Rahang Melvin mengeras dan langsung memegang kerah baju Farhan. "Lolyta bukan pacar gue ya, gue dan dia cuman sebatas teman, gak lebih!"
"Udah cukup! Ini UKS. Kalau kalian berdua ingin bertengkar, jangan disini." Teriak Naya.
"Gue yang anter Naya pulang." Ucap Melvin sambil melepaskan genggamannya di kerah baju Farhan dengan kasar.
Beberapa detik kemudian, Melvin langsung menggendong Naya menuju ke mobilnya. Kedua tangan Farhan langsung mengepal disamping tubuhnya saat melihat kejadian itu.
Sesampainya di mobil, Melvin langsung melepaskan jaketnya dan memakaikannya di tubuh Naya. Setelah itu, Melvin langsung berlari kecil dan memasuki mobil.
Ditengah perjalanan, Naya langsung menggigil. Bibir Naya langsung memutih. Matanya memerah dan suhu tubuhnya meningkat.
"Lo demam Nay, kita ke rumah sakit dulu?" Tanya Melvin setelah merasakan suhu tubuh Naya yang panas. Naya menggeleng lemah. "Gausah kak."
"Lo yakin Nay?" Naya mengangguk.
Tak lama kemudian, ponsel Naya berdering di dalam tas ranselnya. Melvin menatap Naya yang sudah tertidur lelap dan tidak berani membangunkannya. Melvin membawa mobilnya ke pinggir jalan lalu mencari keberadaan ponsel Naya. Melvin menaikkan sebelah alisnya saat mendapati nama Suster Dinda di layar ponsel Naya.
"Nay? Apa kamu sibuk?" Melvin mengkerutkan keningnya. "Maaf sus, saya Melvin temannya Naya. Eng,, ada apa ya sus?"
"Bisa kamu berikan sebentar ponselnya ke Naya?" Melvin memutar kepalanya menatap Naya dengan sebelah tangan memegang setir mobil dan sebelahnya lagi memegang ponsel. "Naya lagi tidur sus, dia demam."
Suster Dinda berdehem pelan di seberang telepon. "Begini, kondisi ibunya Naya kritis dan harus dioperasi segera. Operasi ibu Naya sudah sejak lama ditunda karena masalah biaya. Bisakah kamu kesini sebentar?" Melvin langsung terbelalak saat mendengar ucapan suster Dinda. "Baiklah kalau begitu, saya akan kesana."
Dengan sigap Melvin mematikan ponselnya dan segera membawa mobilnya kembali dengan kecepatan yang sedikit cepat. Melvin berniat membawa Naya kerumahnya dulu untuk sementara waktu agar ibunya Melvin bisa merawatnya sebentar dan Melvin dengan mudah akan mengabari tentang keadaan ibu Naya.
Setelah Melvin menceritakan semuanya ke Alona (ibunya Melvin) dan menidurkan Naya dikamarnya, Melvin langsung menuju ke rumah sakit. Beberapa menit kemudian, Melvin pun tiba di rumah sakit dan segera menghampiri suster Dinda.
"Bagaimana sus keadaannya?" Suster Dinda menelan ludahnya dengan kasar. "Harus segera dioperasi."
"Kalau begitu, kita operasi sekarang. Saya yang akan menanggung biayanya." Suster Dinda langsung menatap wajah Melvin, terkejut. "Kamu serius?" Melvin mengangguk cepat.
"Kalau begitu kamu ke bagian administrasi dulu. Saya mau urus ruangan operasinya." Melvin langsung mengangguk lalu berlari kecil menuju bagian administrasi. Sedangkan suster Dinda langsung berbalik badan dan segera pergi memesan ruang operasi untuk ibu Naya.
Setelah selesai mengurus semuanya, ibu Naya langsung dilarikan ke ruangan operasi menggunakan brankar. Dan disaat itu juga ponsel Melvin tiba tiba berdering dan mendapati nama Alona yang tertera dilayar ponselnya.
"Halo mah?"
"Naya sudah bangun, apa urusanmu sudah selesai?"
"Ibunya Naya sudah ada di ruangan operasi. Melvin sudah mengurus semuanya." Melvin menelan salivanya. "Aku akan menjemputnya mah."
"Baiklah, hati-hati."
Melvin merogoh sakunya dan mengeluarkan kunci mobilnya. Ketika Melvin berjalan menuju ke luar rumah sakit, Melvin bertemu dengan dokter William, dokter yang selama ini sudah merawat ibu Naya.
"Dok, tolong bantu Tante Mutia ya dok." Ucap Melvin dengan mimik wajahnya yang sendu. "Baik, saya dan semua rekan saya akan melakukan sebisa dan sebaik mungkin untuk mengoperasi ibu Naya. Berdoalah semoga operasinya berjalan dengan lancar." Ucap Dokter William lalu berlalu bersama rekan-rekannya. Melvin pun langsung keluar dari rumah sakit dan memasuki mobilnya.
Setelah sampai, Melvin langsung masuk ke dalam rumah dan mendapati Alona dan Naya duduk di ruang tamu. Naya terlihat menangis tersedu-sedu di dalam pelukan Alona. Melvin yang melihat langsung mematung sebentar.
"Nay." Naya langsung bangun dari pelukan Alona setelah mendengar panggilan Melvin. "Kak, kenapa lo gak bangunin gue tadi. Kenapa kak? Sekarang,, sekarang kondisi mama bagaimana? Pasti mama butuh kehadiran gue sekarang." Ucap Naya berdiri dari sofa lalu berjalan ke arah Melvin.
"Ayo kita ke rumah sakit, mama kamu lagi dioperasi sekarang." Naya langsung tersentak begitu mendengar ucapan Melvin. Naya menghapus air matanya dengan kasar lalu menarik nafas singkat. "Ayo kak cepat."
***
Empat jam sudah berlalu namun belum ada tanda-tanda berakhirnya operasi. Naya sangat khawatir dengan kondisi ibunya yang begitu tiba tiba di tambah lagi Naya harus memikirkan cara untuk membayar Melvin secepatnya.
Naya langsung tersadar dari pikirannya saat melihat dokter William dan beberapa rekannya keluar dari ruangan operasi. Reflek, Naya langsung berdiri dari kursi, diikuti oleh Melvin.
"Bagaimana kondisi ibu saya dok?" Dokter William membuka tali masker berwarna biru di kedua telinganya. "Alhamdulillah operasi ibu kamu berjalan dengan lancar." Naya langsung tersenyum lebar lalu menundukkan sedikit tubuhnya sebagai rasa terima kasihnya. "Terima kasih dok, terima kasih."
Dokter William mendengus pelan. "Jangan berterima kasih padaku, berterima kasihlah kepada nak Melvin." Ucap Dokter William sambil menepuk pundak Naya lalu berlalu setelah membenarkan posisi kacamatanya.
Naya memutar tubuhnya menghadap ke Melvin yang sedang memainkan kakinya dilantai. Dasar sombong. Batin Naya.
"Makasih ya kak sudah bantuin Naya selama ini." Melvin tersenyum kecut lalu mengeluarkan kedua tangannya dari saku celana dan langsung melipat kedua tangannya di depan dada. Melvin mencondongkan sedikit tubuhnya sehingga wajah mereka berdua bertemu dan nyaris tidak ada jarak. "Diterima." Melvin langsung mencium kening Naya singkat,membuat wajah gadis polos itu langsung memerah bagaikan tomat segar yang baru dibeli dari pasar.
Naya memejamkan matanya lama, jantungnya kembali mengencang, Naya bahkan nyaris tak bernafas sama sekali akibat kejadian itu.
Melvin juga merasakan hal yang sama. Baru pertama kalinya Melvin merasakan jantungnya bekerja dengan cepat. Melvin mengatupkan bibirnya rapat-rapat lalu tangannya terangkat menuju dadanya di bagian kiri. Melvin merasakan detakan jantungnya yang begitu cepat. Ketika Naya perlahan-lahan membuka matanya, Melvin langsung menepis tangannya sendiri dari dadanya agar Naya berpikir kalau Melvin biasa-biasa saja, bukan seperti anak SD yang baru merasakan cinta.
Apakah sekarang Melvin benar benar jatuh cinta pada Annaya?
Tbc
KAMU SEDANG MEMBACA
Annaya Karenina[TAHAP REVISI]
Teen FictionAnnaya Karenina adalah nama gadis itu. Gadis yang kehilangan semangat hidupnya akibat sebuah kecelakaan yang menimpa dirinya dan juga ibunya. Sama sekali tak pernah terpikirkan olehnya dialah penyebab ibunya terbaring koma di rumah sakit selama berb...