Baru saja Naya menyeka air matanya, terlihat beberapa suster termasuk suster Dinda masuk silih berganti ke dalam ruangan. Tak lama, datang beberapa dokter juga untuk mengecek. Raut wajah Suster Dinda cemas sekali. Ia meminta Naya dan Andrew tidak memasuki ruangan untuk sementara waktu. Melihat keadaan yang tidak biasa itu, Naya menjadi bingung begitupun dengan kakaknya.
"Ada apa sus?" Tanya Naya yang masih setia menatap kearah ruangan ibunya.
Suster Dinda hanya meminta Naya untuk tenang dan bersabar. Keadaan ibu Naya tiba-tiba ngedrop, jantungnya berdetak pelan, denyut nadinya lemah.
"Selamatkan mama kak, selamatkan dia.." Naya menangis. Suster Dinda memeluknya. Sedangkan Andrew perlahan-lahan berjalan mundur hingga punggungnya bertemu dengan dinding polos lalu diam-diam ia menangis tersedu-sedu.
"Kamu doa yang banyak ya sayang. Janji ya, kamu harus kuat. Mama Naya tidak ada apa-apa dan semoga tetap baik-baik saja." Ujar suster Dinda sekaligus meminta Naya untuk memberitahukan keadaan ini kepada keluarga Sandra dan Farhan, terutama kepada om Rudy.
"Kakak juga janjibya.. Selamatkan mamanya Naya?" Naya memastikan. Suster Dinda mengangguk-angguk sambil tersenyum.
Jika ada orang yang bertanya apa yang kau sesali selama hidupmu, maka aku akan menjawab, aku menyesal telah dilahirkan di dunia ini.
***
"Melvin pah..."
"Adaapa mah?" Tanya Abraham panik. "Tangan Melvin tadi--bergerak," Alona sedikit gugup.
"Oh ya?" Alona mengangguk. Air matanya mulai mengalir. "Kalau begitu, papa panggil dokter dulu."
Saat Abraham berlalu dari ambang pintu, mata Melvin perlahan-lahan terbuka. Ia benar-benar sangat lemah. Sesekali Melvin memejamkan matanya lama lalu membukanya kembali. Sinar lampu diruangannya begitu terang padahal ini sudah pagi.
"Mama.." Penglihatan Melvin masih buram. Alona menghapus air matanya kasar. "Iya sayang."
Saat matanya kembali terbuka setelah terpejam beberapa detik, penglihatannya sudah kembali normal. "Melvin pusing mah.."
Dengan cepat Alona melepaskan genggamannya pada tangan Melvin lalu memberikannya segelas air. "Ini nak diminum dulu." Alona mengarahkan sedotannya ke mulut Melvin.
Naya? Satu nama langsung terlintas dipikirannya. Ketika Melvin berusaha untuk bangkit, beberapa suster dan dokter langsung masuk ke ruangannya. Abraham langsung membawa Alona menjauh dari ranjang agar dokter bisa leluasa untuk memeriksa keadaan anaknya.
"Pak, kondisi Melvin sudah mulai membaik namun ia harus banyak istirahat dan lukanya masih belum kering. Walau sudah mulai beraktivitas, usahakan ia tidak banyak bergerak agar lukanya cepat kering." Kata Dokter itu membuat kedua orang tua Melvin bernafas lega.
"Mah, Naya--" Alona langsung menatap Melvin kemudian menuju kearahnya. "Kenapa sayang?"
"Dimana Naya mah?"
"Naya juga sedang beristira--"
"Melvin mau kesana mah, sekarang." Alona memutar kepalanya menatap Abraham. "Kalau begitu saya permisi dulu. Kalau ada perlu, bapak bisa keruangan saya."
Abraham berterimakasih sebelum dokter benar-benar meninggalkan ruangan. "Pah bagaimana ini?"
"Ayo kita kesana."
***
"Nay, lo yang sabar ya." Sandra mengusap lembut punggung Naya. "Gue yakin mama lo akan bertahan demi lo dan kak Andrew,"
Naya masih setia menahan air matanya. Dadanya sungguh sesak, wajahnya sudah memanas akibat menahan air matanya.
"Nay.."
Sandra melepaskan pelukannya lalu berbalik ke arah pemanggil bersamaan dengan Naya. "Kak Melvin..."
Melvin berjalan perlahan ke arah Naya, Abraham dan Alona membiarkannya. Ini adalah waktu yang sangat sulit untuk Naya.
"Bagaimana dengan mama lo?" Melvin sempat mengedarkan pandangannya sebelum bertanya. "Kritis kak--"
"Sudah berapa lama?"
"Sudah lima jam kak--" Naya mendongak menatap wajah Melvin. "Dan bagaimana keadaan lo kak, sakit yah?" Tangan Naya terulur untuk menggeggam lengan Melvin.
"Gue gak papa kok."
Kedua orang tua Melvin menyaksikan itu semua, melihat betapa perhatiannya mereka satu sama lain. "Mereka serasi ya pah," Bisik Alona. Abraham pun mengangguk dengan senyum kecutnya.
"Halo Far? Lo dimana?"
"Oh okok. Gue tunggu lo secepatnya."
Sandra mematikan sambungan teleponnya lalu menatap Naya. "Farhan dan yang lainnya bakalan kesini, lo gapapa Nay?" Naya tersenyum seraya mengangguk.
Beberapa menit setelah Farhan menghubungi Sandra, mereka sudah tiba di rumah sakit bersama teman-teman lainnya. Sandra dan Naya sempat memicingkan matanya karena tidak percaya dengan apa yang saat ini dilihatnya. "Syakirah..?"
"Nay, maafin gue yah kalau gue banyak salah sama lo. Gue akui, gue gak pantas di maafin. Gue akui, gue adalah orang terbodoh di dunia. Tapi kali ini, gue serius meminta maaf dari lo. Gue sangat menyesal Nay, sangat. Gue harap lo mengerti, dan menerima permintaan maaf gue walau gue tahu lo bakalan ga semudah itu memaafin gue." Syakirah tertunduk. Terlihat beberapa tetes air bening yang jatuh ke lantai.
Naya menggapai kedua tangan Syakirah, mengelusnya lembut seraya berkata, "Lo salah Sya, gue bukan orang yang pendendam. Gue tahu lo menyesal dan gue tahu lo marah karena mengakui kenyataan bahwa Naura adalah sepupu lo yang kejam dan jahat. Tapi gue ngerti kok kenapa dia ngelakuin ini. Namanya perasaan kan datang dengan sendirinya." Naya tersenyum simpul lalu menepuk tangan Syakirah dua kali.
"Gue maafin kok Sya, dari dulu. Lo gak usah pikirin masalah ini, anggap aja kejadian itu tidak pernah terjadi. Tapi lo harus janji, lo gak boleh ngebenci Naura, oke? Karena walau bagaimana pun dia tetap sepupu lo, dia tetep sahabat lo. Lo harus mengerti kenapa dia ngelakuin itu." Jelasnya sambil melepaskan genggamannya di tangan Syakirah.
"Naya, maaf sekaligus terima kasih ya. Lo adalah orang yang paling baik yang pernah gue kenal. Makasih banget, maafin gue juga.." Naya membalas pelukan Syakirah yang begitu tiba-tiba dan mengejutkan. "Iya Sya, gue udah maafin kok. Lo gak usah nangis, udah gede lo. Gamalu di liat banyak orang?"
Syakirah langsung melepaskan pelukannya, menghapus sisa-sisa air matanya, lalu memperbaiki pakaian dan rambutnya yang agak berantakan. Setelah selesai, betapa malunya dia saat semua pasang mata tertuju ke arahnya. Syakirah langsung menutup pipinya dengan kedua tangan lalu mendesah kesal. "Akkhhh, mata lo pada napa semua sih? Cantik? Yaiyalah, Syakirah gitu loh."
Semua orang yang ada di sekitar sana pun langsung tertawa. Naya hanya menggelengkan kepalanya lalu perlahan menunduk, menahan air matanya kembali yang sedari tadi ingin membasahi pipi Naya. Tahan Naya, tahan! Batinnya.
***
"Alhamdulillah kondisi bu Mutia sudah melewati masa kritis. Tapi tidak ada yang tahu kedepannya seperti bagaimana lagi. Tak henti-hentinya saya meminta anda sekeluarga, teman-teman dan yang lain untuk berdoa, meminta kepada sang pencipta untuk mengangkat dan menyembuhkan penyakit bu Mutia. Saya berharap, semoga bu Mutia baik-baik saja dan cepat sadar dari komanya. Amin ya Allah."
"Amin. Semoga dok." Andrew dan Rudy berdiri dari kursi lalu menjabat tangan dokter William. "Amin dok. Kalau begitu saya dan Andrew permisi dulu pak." Dr. William mengangguk lalu tersenyum.
Tbc
Kalau udah banyak yang vote sama coment, baru next lagi ya hehe. Sorry kalau nunggunya lama soalnya lagi urus pendaftaran SMA.Baca juga story aku yang judulnya IF YOU BECOME ME sama KEKASIH RAFAEL ya....
Assalamualaikum.
![](https://img.wattpad.com/cover/99480321-288-k54778.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Annaya Karenina[TAHAP REVISI]
Teen FictionAnnaya Karenina adalah nama gadis itu. Gadis yang kehilangan semangat hidupnya akibat sebuah kecelakaan yang menimpa dirinya dan juga ibunya. Sama sekali tak pernah terpikirkan olehnya dialah penyebab ibunya terbaring koma di rumah sakit selama berb...