Sembilan Belas

3.3K 212 0
                                    

Sekedar Info !!
Jadi maaf ya guys, baru upload sekarang, soalnya hp sama laptop di sita dulu sama orang tua selama dua minggu. Author lagi UAS / UASBN nih😂😂 jadi maaf ya baru upload sekarang. Sekian dulu cuap*nya. Jangan lupa Voment + Share story aku ya. Happy 1k+ readers😂🎉

***

Melvin membawa mobilnya memasuki kawasan Taman Mini Indonesia Indah. Naya langsung tersenyum kecut saat mengetahui bahwa dirinya sedang berada di sini bersama seseorang yang--spesial mungkin? Naya langsung menggelengkan kepalanya cepat, menghilangkan pemikiran konyolnya.
Setelah mobil terparkir, mereka berdua langsung keluar dari mobil. Ramai. Banyak anak-anak yang berlarian di sekitar sini. Melvin yang sudah berdiri disisi Naya langsung menyikutnya. "Ayo." Naya mengangguk lalu tersenyum.

"Baru pertama kali?" Naya langsung menatap Melvin sebentar lalu mengangguk. "Suka?" Naya menatap Melvin lagi lalu mengangguk.

"Mau naik kereta gantung?" Naya berhenti dari langkahnya lalu tersenyum malu-malu. "Mau kak." Melvin lalu memegang tangan Annaya dan berjalan menuju ke kereta gantung. Naya sempat menahan nafasnya, pipinya bahkan sempat merona, degupan jantungnya juga tidak keruan. Tapi itu tidak lama karena mereka berdua pergi memesan tiket. "Naik kereta gantung berapa ya mba?"

Yang ditanya langsung menghentikan aktivitasnya. "Rata-rata tiga puluh ribu per orang dek." Melvin tersenyum lalu mengeluarkan dompetnya. "Ini ya mba, untuk dua orang." Naya langsung menaikkan sebelah alisnya. "Kak?"

"Ayo." Lagi-lagi Melvin menggenggam tangan Naya. Naya langsung mengatupkan bibirnya rapat-rapat lalu tersenyum simpul.

Mereka berdua sekarang sudah berada di kereta gantung. Dengan menggunakan kereta yang menggantung dan berjalan menggunakan kabel ini mereka bisa melihat kawasan Taman Mini Indonesia Indah dari atas dengan leluasa. Jalur kereta gantung ini umumnya berupa garis lurus dan hanya dapat berbelok pada sudut yang kecil di stasiun.

Melvin mengeluarkan ponselnya lalu mencari aplikasi kamera setelah mengetikkan kata sandinya. "Selfie yuk?"

"Disini kak?" Melvin mengangguk lalu mengangkat tangan kirinya, mengarahkan kamera ponselnya ke depan wajah. Mereka berdua tersenyum lalu tertawa saat melihat hasil gambarnya, wajah Naya ketahuan memerah di kamera. Naya langsung menutup kedua pipinya dengan telapak tangan sambil membuang muka.

Setelah menaiki kereta gantung, mereka berdua lalu menuju ke Anjungan Daerah. Disana mereka melihat kebudayaan-kebudayaan yang ada di provinsi di seluruh Indonesia. Mereka bahkan melihat setiap keunikan budaya masing-masing seperti rumah adat, busana pernikahan, pakaian tradisional, peralatan rumah tangga bahkan senjata khas dari provinsi tersebut ada di sana.

Naya sangat senang berada disini, bisa menambah ilmu pengetahuan katanya. Secara reflek, Naya mengaitkan tangan kanannya di tangan kiri Melvin. Melvin sempat bingung, tapi langsung tersenyum saat melihat Naya menunjuk-nunjuk lalu tertawa. Melvin mendengus senang, lalu memperhatikan apa saja yang di tunjuk Naya.

Kebun Binatang Ragunan adalah tujuan selanjutnya. Disana mereka bisa melihat lebih dari 2.000 ekor satwa. Luas area tempat wisata yang mereka kunjungi ini sebesar 147 hektar. Kebun ini ditumbuhi lebih dari 50.000 pohon, membuat suasananya menjadi begitu sejuk dan nyaman.

Naya dan Melvin menggunakan sepeda ganda yang sudah tersedia di kebun untuk mengelilingi dan menikmati tempat wisata ini. Melvin yang duduk di depan dan tentu saja Annaya di belakang. Mereka berdua saling bersenda gurau bahkan Naya sempat lari meninggalkan sepeda karena salah satu binatang yang ada di kebun ini mendekatinya. Melvin yang menyaksikan tentu saja tidak bisa menahan tawanya. Naya langsung kesal dan meninggalkan Melvin.

Setelah puas berkeliling dan perut mereka berdua sudah mulai keroncongan, mereka langsung mengunjungi Pasar Tiban. Di pasar itu terdapat banyak kios penjual makanan dengan harga yang terjangkau. "Kita makan disana aja yuk?" Melvin menunjuk salah satu kios yang menyediakan berbagai macam kuliner khas nusantara.

"Ayo kak." Jawab Naya setelah membawa rambutnya ke belakang telinga.

Mereka berdua mencicipi banyak macam kuliner disini seperti gudeg, pecel lele, tahu campur, bajigur dan yang terakhir siomay. Tentu saja setelah memakan itu perut mereka terasa berat dan kantuk pun mulai menyerang. Setelah selesai berkeliling, mereka berdua pun langsung menuju ke mobil. Tidak ada yang membuka pembicaraan.

Naya menyipitkan mata saat melihat sesuatu--benda kecil dari kejauhan. Naya berlari kecil dan mengambil barang tersebut. "Ada apa Naya?" Naya tidak menggubris pertanyaan Melvin melainkan membuka dompet yang di temukannya. Ya, Naya menemukan sebuah dompet, berwarna coklat dan sangat tebal. "Rudy Dermawan." Guman Naya namun masih terdengar oleh Melvin.

Melvin berkacak pinggang, "Itu dompet siapa?" Naya memutar wajahnya lalu menggeleng lemah. "Tapi di KTP ini ada identitasnya. Namanya Rudy Dermawan. Ada alamatnya juga kok kak." Melvin mengkerutkan keningnya lalu langsung mengangguk.

"Yuk kita ke rumahnya. Sebelum kemalaman." Naya pun mengangguk lalu masuk ke mobil dengan cepat.

Beberapa menit perjalanan menuju rumah Rudy Dermawan akhirnya mereka sampai juga. Rumahnya begitu mewah, berwarna putih, dan dihalaman rumahnya ada air mancur. Naya melihat dompet tersebut lalu melirik nomor rumahnya. "Udah bener." Gumamnya.

"Pak, apa bener disini rumahnya Pak Rudy Der--" Melvin menggantungkan ucapannya lalu menatap Naya. "Pak Rudy Dermawan." Naya melanjutkan ucapan Melvin. "Iya disini, ada perlu apa ya dek?"

Naya tersenyum, "Ini pak, kami menemukan dompet dan identitasnya atas nama pak Rudy." Satpam itu mengangguk lalu membukakan pagar untuk mereka berdua. "Silahkan masuk dek, pak Rudy kebetulan baru pulang."

Naya dan Melvin saling menatap sejenak lalu langsung tersenyum ke Satpam, "Ok, makasih ya pak." Ucap Melvin.

Mereka berdua berjalan menuju ke depan rumah pak Rudy. Halaman rumahnya sungguh luas, bahkan disini tidak ada sampah sekalipun yang terlihat. Sesampainya di depan pintu, Melvin menekan bel di samping pintu. Hingga terdengar ada suara anak kecil yang menyuruh mereka menunggu.

"Siapa?" Tanya anak kecil itu seusainya membuka pintu rumahnya dengan sempurna. Wajah anak kecil itu terlihat ketakutan, kelihatan dari sebagian tubuhnya yang disembunyikan di belakang pintu. "Ada bapak dek?" Anak kecil itu langsung berteriak, memanggil papanya.

"Ada apa dek? Ada yang bisa saya bantu." Tanya seorang bapak-bapak yang menurut Naya adalah bapak anak tersebut. "Pak Rudy?"

"Iya, saya sendiri. Ada apa ya dek?" Tanya Rudy sebelum menggendong anak kecil tadi. "Ini pak, kami menemukan dompet atas nama bapak. Apa betul dompet ini milik bapak?" Naya mengeluarkan dompet tersebut dari saku celananya. Rudy sempat menatap Naya dengan tatapan mengintimidasi, namun wajahnya langsung berubah lembut saat seseorang yang tiba-tiba terlintas dipikirannya. "Ini benar milik saya, makasih ya dek." Ucap Rudy setelah menerima dompetnya.

"Kalau begitu kami permisi dulu ya pak?" Ucap Naya. Baru saja Melvin memutar tumitnya langsung berbalik lagi saat Rudy menyuruhnya untuk masuk dulu ke dalam rumahnya. Naya dan Melvin sempat menolak, namun apa daya Rudy sangat memaksa mereka berdua. Akhirnya mereka masuk ke dalam rumahnya.

"Bi ijah?" Panggil Rudy setelah mendudukkan anaknya di kursi. "Iya tuan?"

"Tolong buatkan minuman untuk tamu saya."

"Baik tuan."

"Nama adek siapa?" Tanya Rudy setelah menyuruh pelayan rumahnya. "Nama saya Naya om, dan ini teman saya Melvin." Rudy mengangguk paham.

"Annaya?" Naya langsung terbelalak, mendengar namanya dipanggil oleh Rudy. Heran, karena Naya sama sekali belum menyebutkan nama lengkapnya kepada Rudy. "Bapak kenal saya?"

"Apa ibu kamu Mutia?" Melvin mengkerutkan keningnya, menatap Rudy sejenak lalu menatap Naya lagi. "Dari mana bapak tau?"

"Kamu sangat mirip dengan Mutia. Mutia adalah sahabat saya, tapi sejak berita tentang pernikahannya, saya dan Mutia sudah tidak pernah lagi berkomunikasi bahkan bertemu pun sudah tidak pernah lagi." Naya mengatupkan bibirnya rapat rapat berusaha menahan tangisnya. "Bagaimana keadaan Mutia sekarang? Melihat kamu saja, saya sudah tau kalau Mutia sudah mendidik dan merawatmu dengan baik." Naya langsung mengangkat kepalanya, air matanya yang sudah tergenang di pelupuk matanya langsung terjatuh. Rudy langsung bingung, mengira ucapannya barusan sudah menyakiti gadis cantik yang ada di hadapannya ini.

Tbc

Annaya Karenina[TAHAP REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang