Pasca kejadian itu, Rajendra makin lengket sama Yejia. Kemana Yejia pergi, Rajendra pasti ikut. Dimana ada Yejia, disitu pasti ada Rajendra.
Nggak di rumah, nggak di kampus, pokoknya nggak dimana-mana cowok itu selalu ngintilin Yejia. Sebenarnya, Yejia risih bukan main. Karena apa sih Rajendra ini mendadak bucin, cewek itu malas abis-abisan. Tapi Rajendra tetep kekeuh kalau dia nggak akan ganggu, cuman mau ikut-ikutan aja.
Soalnya nggak bisa barang sedetik nggak liat Yejia, kecuali kalau lagi kelas, nah baru pisah deh. Rajendra kalau basket, pasti maksa Yejia buat ikut, padahal aslinya cewek itu lagi malas-malasnya harus ikut-ikutan. Rajendra pasti maksa terus merajuk, ya itu sih kelemahan Yejia.
Untungnya hari ini dia bisa bernafas lega, bukannya apa-apa, Yejia itu butuh suasana. Hari ini Rajendra bilang kalau dia mau main PS di rumah Naufal sama anak-anak yang lain dan tentu Yejia percaya, karena dia lihat sendiri di snapgram milik Hilman kalau anak-anak itu lagi pada kumpul.
Yejia bangkit dari duduknya, lalu mengambil jaket parasut. Sore ini cewek yang kini mengikat rambutnya tinggi-tinggi itu dengan menggunakan paduan antara kaos polos dan celana legging itu lebih memilih buat jalan-jalan di sekitar komplek. Misalnya ke taman komplek, yang biasanya kalau sore banyak yang jualan makanan. Itu tujuan utama Yejia.
"Eh, tetangga?"
Yejia yang baru aja mau nutup pagar rumah langsung loncat menjauh karena kaget tiba-tiba ada suara dekat banget sama telinga dia.
"Kak Mark! Lo ngagetin tau."
"Sorry. Mau kemana?"
"Ke taman komplek, Kak."
"Sama dong. Gue juga mau kesana, pengen beli cilor."
Yejia menatap Mark antusias, "Wah sama dong Kak!"
"Ya udah bareng aja sekalian." ucap Mark. "Mau jalan kaki apa naik motor?"
"Lebay amat naik motor. Jalan aja, Kak." sahut Yejia seraya tertawa pelan. Teringat sesuatu, Yejia menahan tangan Mark, membuat laki-laki itu menoleh bingung.
"Kenapa?"
"Jaket lo yang berbulan-bulan masih di gue, Kak. Gue bawa dulu ya?"
"Buat lo aja. Kan waktu ketemu di mini market udah gue bilang, Ji. Anggap aja kenang-kenangan buat lo."
"Lo serius?"
"Iyaaa." Mark menarik tangan Yejia untuk segera beranjak.
Yejia mengernyit, lalu menarik tangannya perlahan, "Lo kemana aja deh, Kak? Jarang liat."
"Cie nyariin. Kangen?"
Cewek itu memutar bola matanya malas, lalu menatap Mark dengan mengangkat salah satu alisnya.
"Bercanda elah. Gue sekarang ngekos, stress gue kalau bolak-balik dari rumah ke kampus."
Jawaban terakhir mereka menutup pembicaraan keduanya sampai akhirnya mereka tiba di taman komplek yang udah lumayan rame, baik sama orang-orang komplek atau tukang jualan yang udah buka tenda.
"Kata Aksa lo udah punya cowok ya?" tanya Mark seraya memakan cilornya.
Yejia yang sedang makan cilor pun sebelumnya tengah menatap anak-anak SD main bola di lapangan lantas menoleh ke arah Mark. Entah kenapa, tapi kenapa tatapan Mark mengisyaratkan kalau dia sedih? Tapi Yejia nggak mau berfikir apapun. Sekarang ia hanya perlu menjawab pertanyaan Mark.
"Iya. Gue udah punya cowok, Kak."
"Gue telat dong? Gue pikir lo bakal jomblo sampai gue sukses. Terus... lo jadi milik gue mungkin?"