Hari itu adalah satu hari yang sempurna baginya. Tepat ketika matahari baru akan menanjak tinggi dan embun sedikit demi sedikit mulai menghilang, ia merasakan kebahagiaan yang luar biasa. Untuk pertama kalinya ia merasa sempurna. Sesempurna bunga-bunga di taman rumah sakit yang beraneka ragam . Kalaupun hari itu ada yang mengatakan bahwa ia bercacat dan penuh aib, ia sama sekali tidak akan ambil pusing. Ya, sebahagia itulah dirinya.
Manessa, wanita dengan kulit sawo matang, tersenyum bahagia. Keringat membasahi kening dan rambutnya yang merupakan bukti betapa hebat ia memperjuangkan hidupnya juga hidup seorang pejuang kecil berhidung mungil.
Seorang perawat meletakkan bayi itu di dada Manessa yang hanya ditutupi kain putih tipis. Bayi yang tadinya menangis garang itu lalu merasa tentram seketika. Mungkin ia merasa nyaman dengan menyatukan detak jantungnya dengan detak jantung sang wanita yang kemudian hari ia panggil Mama. Manessa mengecup ringan kepala lembut pejuangnya yang kemudian ia namai Kastara.
Seorang pria yang dari tadi berdiri di samping Manessa mengelus kepala wanita itu seakan mengucapkan terimakasih atas usaha kerasnya. Tak hentinya ia tersenyum menatap bayi mungil itu. Sejumlah rencana hebat mulai terancang di otaknya; dimana anak itu sekolah kelak, hal-hal baik apa yang ia ingin berikan padanya, hal-hal semacam itu. Sayang, tak sekalipun Manessa menengadah untuk melihat betapa bangga pria itu atas kelahiran bayi mungil yang ada di dekapannya. Semua perhatian Manessa tersedot oleh betapa sempurna raut wajah bayi yang baru saja ia lahirkan. Seolah di ruangan itu hanya ada dia dan si bayi.
Ketika seorang perawat akhirnya meminta sang bayi dari Manessa agar ia bisa beristirahat, Manessa sedikit merajuk. Ia berpendapat bahwa dirinya tidak lelah sama sekali dan ia memaksa agar Kastara tidak dibawa pergi. Sang pria harus menghela napas panjang dan memberikan pengertian pada Manessa hingga akhirnya Manessa mengalah.
"Tapi saya masih mau sama Kastara." kata Manessa. Harris, pria itu, tersenyum menenangkan.
"Kamu butuh istirahat. Kastara juga. Nanti, saya janji, kamu bisa sama Kastara dan nggak ada yang bisa ganggu kalian." Bujuknya. Manessa menghela napas namun mengizinkan Kastara dibawa pergi.
Manessa sendiri dibawa ke ruang pemulihan dan betul-betul diawasi oleh dokternya. Ketika ia akhirnya tiba di ruang pemulihan, barulah ia merasa mengantuk dan tertidur nyenyak selama berjam-jam. Harris menunggui Manessa dengan sabar. Wanita itu begitu ia cintai dan baru saja dengan berani melahirkan Kastara, penerus nama belakangnya. Yang kelak ia harapkan bisa meneruskan perusahaannya.
Harris membuka ponsel pintarnya lalu mengumumkan kepada keluarga dan kerabatnya bahwa istrinya sudah melahirkan seorang anak laki-laki yang dinamai Kastara Harimukti. Ia kemudian membalas ucapaan kerabatnya satu persatu. Ia juga mengamini setiap doa yang disampaikan oleh para keluarganya; semoga Kastara menjadi anak yang berbakti pada orangtuanya. Ucapan-ucapan itu membuatnya semakin sumringah. Siapa kira menjadi seorang bapak bisa membuatnya merasakan gemuruh kebahagian memenuhi hatinya?
***
Ketika matahari bersinar lagi keesokan harinya dan Manessa terbangun di ruang VIP rumah sakit, Kastara adalah hal pertama yang muncul di kepala Manessa. Rasanya rindu sekali ingin melihat putranya itu. Sebelum Kastara lahir, ia memang sudah mencintai bayi itu, tapi ia tidak pernah tau jika perasaan cinta yang ada di dalam dirinya bisa sebesar sekarang. Ia bahkan tidak mengerti jika dirinya mampu menampung rasa cinta itu tanpa menjadi retak.
Harris yang baru saja keluar dari kamar mandi dengan handuk yang ia kalungkan di lehernya, tersenyum begitu melihat Manessa sudah bangun. Ia mengecup bibir Manessa singkat lalu berpindah mengecup kening wanita itu.
"Hai. Bagaimana perasaan kamu?" tanya Harris. Manessa menatap suaminya dan tersenyum singkat.
"Saya tidak sabar mau ketemu Kastara." jawabnya. "Hari ini saya mau berlama-lama dengan Kastara."
KAMU SEDANG MEMBACA
Ketika Senja Tiba
ChickLitManessa mencintai Kastara, putra sulungnya, dengan segenap hati. Baginya, Kastara adalah dunianya. Sebegitu besar cintanya pada Kastara sehingga terkadang ia lupa jika Batara juga miliknya.