Manessa berkali-kali menatap jam di ponselnya. Rasanya waktu berjalan dengan sangat lambat. Ia sudah selesai mandi dan sudah menghabiskan sarapannya. Ia juga telah menelan beberapa pil untuk mempercepat pemulihannya. Singkat kata, ia sudah siap untuk bertemu dengan Kastara. Tapi jam sepuluh tampaknya masih sangat lama.
Harris melirik Manessa sambil tersenyum. Dimatanya, Manessa seperti seorang remaja yang tengah menanti pacarnya datang untuk membawanya ke tempat kencan. Manessa juga terlihat lebih cantik dari biasanya padahal wanita itu sedang mengenakan pakaian rumah sakit dengan rambut panjang yang diikat seadaanya. Jadi pastinya itu bukan karena penampilannya. Mungkin aura keibuan Manessa lah yang membuatnya terlihat sangat cantik.
"Bisa nggak kamu minta mereka bawa Kastara sekarang?" akhirnya Manessa berkata. Ia menatap suaminya dengan tatapan putus asa.
"Hahaha. Mereka harus mempersiapkan Kastara dulu, Sa. Kastara kan harus dimandikan dan dijemur dulu."
"Aku bisa mandiin Kastara, kok. Lagipula Kastara pasti lapar. Dia butuh ASI ku."
"Sebentar lagi, kok. Tiga puluh menit lagi." Harris menepuk tangan Manessa untuk menenangkannya. "Nih, kamu baca ini aja." Ia menyodorkan tabletnya yang menampilkan majalah online berbayar favorit istrinya itu. Ekspresi wajah Manessa sama sekali tidak senang. "Ini untuk menyibukkan kamu, jadi tanpa kamu sadari tau-tau sudah jam sepuluh."
Manessa akhirnya menurut dan mulai melihat-lihat gambar yang ada di majalah itu. Membaca majalah memang salah satu kegiatan Manessa dalam membunuh waktu luangnya yang luar biasa banyak. Jadi memang dia selalu berlangganan banyak majalah online atau offline.
"Nanti setelah kamu bisa keluar dari rumah sakit, saya mau membuat sebuah acara syukuran atas kelahiran Kastara." Harris berkata. Manessa menurunkan tablet dari pandangannya.
"Kamu tau saya tidak terlalu suka acara seperti itu. Saya benci berada di tengah banyak orang."
"Tapi ini untuk Kastara. Orang-orang akan mendoakan dia dan kita." Manessa memutar matanya.
"Mendoakan kita? Doa seperti apa? Supaya kita tetap langgeng?"
"Ya seperti itulah."
"Kita sudah menyepakati ini, Harris. Kita memang suami istri, tapi hubungan pribadi kita itu hanyalah sebatas dua orang yang berusaha keras untuk tidak saling membunuh." jelas Manessa.
"Terserah apa katamu. Yang penting aku akan berusaha menjadi ayah dan suami yang baik. Setidaknya buat Kastara." Manessa menatap suaminya. Baru saja suaminya menggunakan kata 'aku' atau dia salah dengar? Sepanjang pernikahan mereka, tidak ada 'aku'. Yang ada hanya 'saya'. Manessa memutuskan bahwa dia pasti salah dengar.
"Terserah kamu saja." Manessa melanjutkan kegiatannya membaca majalah fashion di tablet milik Harris tanpa menghiraukan tatapan suaminya itu.
Tepat pukul sepuluh, seorang perawat membawa Kastara masuk ke kamar rawat Manessa. Bayi itu harum sekali sehingga Manessa berlama-lama menciumi bayinya. Sepertinya naluri Kastara kecil memberitahu kalau ia sudah berada di sisi ibunya sehingga ia mulai mencari-cari dada Manessa untuk menyusu. Manessa lalu memberikan apa yang diinginkan Kastara. Ia tidak mempedulikan kehadiran Harris lagi.
Harris berdiri di samping wanita itu sambil memperhatikan Kastara yang meminum susu dengan rakus. Ia memperhatikan bentuk wajah putranya itu dengan hati-hati untuk mencari figur wajahnya di sana. Tapi yang ia temukan hanya wajah Manesssa. Hidung bayi itu begitu mirip dengan hidung Manessa. Bibirnya mungil, tapi mungkin karena memang dia masih bayi? Harris menghibur hatinya. Mungkin nanti seiring bertambah hari, Kastara akan mirip dirinya. Ya, pasti begitu.
"Aaaahhh... kamu lucu sekali." Manessa berkata ketika melihat Kastara tersenyum.
"Dia punya lesung pipi!" tukas Harris. "Dia pasti akan menjadi anak yang tampan nanti."
"Tentu saja. Dia anak saya." Manessa tidak mengalihkan perhatiannya dari Kastara.
"Boleh saya menggendong dia?"
"Kamu sudah janji pada saya, kalau Kastara akan bersama saya seharian." Wanita berambut ikal itu berkeras.
"Sa, Kastara juga anak saya." Harris berkata tegas. Manessa terdiam.
"Baik. Tapi tetap berada di samping saya. Saya tidak mau Kastara pergi dari pandangan mata saya barang sedetikpun." Harris mengangguk.
Manessa dan Harris membiarkan Kastara menyelesaikan minum susunya sebelum Manessa mengizinkan Harris menggendongnya. Wanita itu membelai lembut kepala putranya dengan penuh cinta. Ia lalu membiarkan bayi itu menggenggam jari telunjuknya. Telapak halus bayi kecil itu begitu hangat sehingga membuat Manessa betah membiarnya di genggam seperti itu.
"Sini Kastara... sama Papa, ya." Harris berkata dengan lembut ketika ia melihat Kastara melepaskan dada ibunya. Dengan setengah hati, Manessa membiarkan Kastara berpindah pada suaminya.
"Halo Kastara..." Suara Harris melembut. Ia lalu mencium pipi bayi yang masih sangat merah itu. "Ini Papa... Papa..."
"Dia lucu sekali, kan?" Harris memamerkan senyum Kastara pada istrinya. Manessa tersenyum pada bayinya itu lalu membuat raut wajah aneh agar bayinya semakin tertawa.
Dia, Manessa, telah memutuskan bahwa dia akan bertahan dalam pernikahan itu hanya untuk Kastara saja. Dia perlu melindungi Kastara dan Harris memiliki semua perlindungan itu. Dia membutuhkan Harris untuk tetap di sisi Kastara.
Harris menatap Manessa kembali, dan kali ini Manessa tersenyum padanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ketika Senja Tiba
ChickLitManessa mencintai Kastara, putra sulungnya, dengan segenap hati. Baginya, Kastara adalah dunianya. Sebegitu besar cintanya pada Kastara sehingga terkadang ia lupa jika Batara juga miliknya.