astadasa

169 18 3
                                    

Batara membuka pintu apartemen berukuran studio yang ia sewa dari seorang teman kuliahnya. Dengan sembarangan, ia melempar tas ranselnya ke lantai. Jelas sekali emosinya masih belum stabil saat ini. Ia menghempaskan dirinya ke atas tempat tidur lalu matanya menerawang melewati langit-langit. Setelah keluar dari rumah, ia tetap saja belum merasakan ketentraman di hati. 

Ponsel yang ada di kantong tiba-tiba berbunyi. Batara merogoh kantong lalu melihat siapa yang menghubunginya. Papi. Pria itu kemudian meletakkan ponsel di samping tubuhnya hingga papi menyerah dan berhenti menghubunginya. Namun ia salah. Papinya terus menghubungi hingga akhirnya dialah yang harus mengalah dan menjawab telepon itu.

"Batara..." kata Papi. "Kamu di mana?"

"Papi nggak perlu tau." jawabnya.

"Kamu baik-baik saja?"

"Apa Papi baik-baik saja?" sindirnya.

"Batara, Papi tau ini berat buat kamu. Tapi percayalah, ini juga berat buat Papi."

"Papi tidak tau apa yang aku rasain, Pi." Barata bangkit duduk. "Aku ini anak kandung yang tidak diakui. Aku tidak mengerti, Pi! Kenapa Mami begitu mencintai Kastara?!"

"..."

"Pi?!"

"Papi tidak mau membicarakan ini di telepon. Kamu mau pulang sebentar untuk berbicara dengan Papi? Karena Papi tidak bisa meninggalkan rumah dan membiarkan Mamimu sendirian."

"Tidak! Aku sedang tidak mau kembali ke rumah dan melihat wajah wanita itu! Kalau ada yang mau Papi jelaskan, Papi jelaskan di sini sekarang juga."

"Batara... apa yang ingin Papi katakan ini, hanya Papi dan Mami yang tau. Papi sebenarnya tidak mau kamu tau. Tapi, setelah melihat bagaimana menderitanya kamu, Papi berhutang penjelasan pada kamu." Batara menghela napasnya.

"Mungkin kamu tidak tau kalau dulu Papi dan Mami menikah bukan karena kami saling mencintai seperti orang lainnya. Kami dijodohkan. Opa ingin Papi menikah karena pada waktu itu Papi sudah cukup umur. Lalu Opa dan Oma memilih Mami mu yang merupakan kerabat jauh keluarga. Keluarga Mami menerima pinangan itu karena mereka membutuhkan uang."

"Jadi Kakek sama Nenek menjual Mami?" tanya Batara heran.

"Kasarnya ya seperti itu." kata Harris. "Ketika kami menikah, Mami punya rencana untuk bercerai beberapa bulan setelah pernikahan kami itu. Karena memang, kami tidak saling mencintai. Setelah menikahpun kami tidak terlalu banyak bicara. Tapi Papi tidak mau menceraikan Mamimu. Papi rasa, pernikahan bukan sesuatu yang bisa dimainkan seperti itu. Jadi Papi menggagalkan rencana Mami. Awal pernikahan kami itu seperti neraka. Bukan hanya tidak saling cinta, tapi Papi juga harus berbesar hati menerima kalau Mami mencintai orang lain. Pria dari tempat kelahirannya yang tidak disetujui oleh Kakek dan Nenek. Pria itu lah yang menjadi ayah Kastara."

"HA? Apa??!!! Maksud Papi gimana sih? Jadi Mami udah hamil duluan waktu nikah sama Papi?"

"Tidak... Bukan begitu. Jadi, Mami menginginkan perceraian setelah menikah agar ia bisa kembali bersama pria itu. Papi menolak. Lalu Papi berkata, yang Papi sesali sekarang, kalau Papi memberinya waktu satu bulan untuk menyelesaikan hubungannya dengan pria itu. Mami histeris sekali waktu itu lalu dia merasa kalau dia harus memiliki sesuatu dari pria itu agar ia bisa terus hidup. Ia merasa pria itu cinta matinya dan tanpa pria itu ia tidak akan mampu bertahan. Lalu Mami hamil dengan Kastara."

"..."

"Papi marah besar waktu mengetahui itu. Tapi Mamimu adalah seorang wanita yang pintar dan dia berkata, 'ceraikan aku kalau begitu!' Papi tidak bisa. Kami berdebat hingga akhirnya kami sepakat kalau Papi tidak akan menceraikan mami dan Papi akan mencintai anak yang ada di kandungannya. Seiring berjalannya waktu, Papi mulai benar-benar mencintai mami dan mulai berpikir kalau Kastara adalah anak kandung Papi. Namun seperti yang kamu tau, Mami tidak pernah mencintai Papi dan hanya mencintai Kastara."

"Jadi sebenarnya yang anak haram adalah Kastara, kan?"

"Batara! Jangan begitu!"

"Iya! Dia itu anak pria lain! Anak haram! Tapi mengapa aku yang harus mendapat perlakuan seakan aku lah yang anak haram!"

"Karena kamu adalah anak dari pria yang tidak pernah ia cintai, Batara!"

"Seharusnya Papi ceraikan saja wanita itu! Biarkan dia hidup bersama pria yang ia inginkan!"

"Tapi lalu Papi tidak akan bisa mendapatkan kamu."

"Ceraikan saja wanita itu, Pi...." tangis Batara pecah.

"Tidak bisa, Tara. Kita ini satu-satunya yang ia punya. Lagi pula pria itu bukanlah pria baik-baik.  Satu tahun setelah Kastara lahir, pria itu menikahi seorang janda tua kaya raya. Ternyata ia sudah menjadi simpanan wanita itu bahkan ketika ia masih berhubungan dengan mami."

"Lalu kita harus apa? Bertahan dengan wanita itu? Papi sudah gila."

"Sampai kapanpun Papi tidak akan menceriakan Mami, Batara. Tidak akan." Harris menghela napas. "Papi sudah menjelaskan kenapa Mami sangat mencintai Kastara tapi jangan benci mereka."

"Aku tidak tau, Pi... Aku benar-benar tidak tau."

"Baiklah. Kamu baik-baik di sana. Pulanglah kalau kamu memang sudah siap. Jika kamu butuh uang, bilang saja."

"Baik, Pi." Dan dengan itu, Harris memutuskan percakapan mereka dan meninggalkan bekas yang dalam di hati Batara. Siapa sangka kalau alasan Manessa mencintai Kasi adalah karena Kasi anak dari pria yang ia cintai?


**

Ketika Senja TibaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang