"Halo, Pi."
"Ya, Tara?"
"Papi di mana?"
"Papi sama Mami lagi di Bali. Maaf ya, Papi tidak sempat bilang. Dokter menyarankan Mami untuk berlibur. Supaya...kesehatan mentalnya bisa membaik."
"Oh..."
"Ada apa, Tara?"
"Kapan pulang, Pi?"
"Rencananya satu minggu di sini." Harris menghela napas. "Itu pun kalau Mami tidak minta pulang, ya. Ini saja dia tidak bisa berhenti menanyakan kapan kami pulang."
"Pulang saja, Pi."
"Tapi, Tara... "
"Mami nggak akan tenang kalau dia tetap di sana. Ada hal yang harus mami tau."
"Apa itu?"
"Aku tidak bisa kasih tau Papi di telepon seperti ini."
"Ada apa, Tara? Kamu baik-baik kan?"
"Ya..ya...aku baik-baik aja, Pi. Kabari aku kalau kalian pulang. Aku akan di rumah."
"Baiklah. Jaga diri baik-baik, Nak."
"Iya, Pi."
**
Batara menekan kertas-kertas biru itu dengan telapak tangannya pada tempat tidur yang ia duduki sekarang. Ia meletakkan smartphone yang ia gunakan untuk menghubungi ayahnya di samping kertas-kertas itu.
Ini harus ia lakukan...
untuk Kastara...
Untuk dirinya...
KAMU SEDANG MEMBACA
Ketika Senja Tiba
ChickLitManessa mencintai Kastara, putra sulungnya, dengan segenap hati. Baginya, Kastara adalah dunianya. Sebegitu besar cintanya pada Kastara sehingga terkadang ia lupa jika Batara juga miliknya.