Shani memperhatikan Viny yang sedang membicarakan sesuatu dengan beberapa member lainnya. Tanpa sadar ia tersenyum sendiri, ternyata benar apa yang diucapkan semua orang. Senyuman Viny memang paling manis, hingga mampu menarik semua perhatiannya. Apalagi sikap Viny akhir-akhir ini yang terlihat sangat memperdulikannya, meskipun Viny peduli kepada semua member tetapi tetap saja ia merasa bahagia bisa mendapatkan itu.
"Vin, Shani merhatiin lo deh kayanya." Lidya menyenggol pelan lengan Viny.
Viny sedikit terkesiap dan reflek mengangkat kepalanya menatap Shani. Degup jantungnya langsung berpacu cepat saat matanya bertemu pandang dengan Shani. Tiba-tiba Shani tersenyum manis kepadanya. Viny membalas senyuman itu dengan kikuk lalu mengalihkan pandangannya pada Lidya.
"Lid, dia senyumin gue. Jantung gue." Viny menggenggam erat lengan Lidya. Tidak, bukan menggenggam tetapi terlihat seperti cengkeraman kuat.
"Sakit ih." Lidya menepis kasar tangan Viny, "deketin gih."
"Takut gue."
Lidya mendengus kesal kemudian menarik tangan Viny dan berjalan mendekati Shani. Setelah sampai, tanpa sopan santun ia mendorong punggung Viny hingga tubuhnya bertabrakan dengan Shani.
"Nih Shan, ada yang naksir kamu tapi gak berani deketin." Lidya melipat kedua tangannya didepan dada.
"Maaf." Viny tersenyum gugup lalu mundur beberapa langkah. Dalam hati ia sibuk merutuki sikap Lidya yang sudah membuatnya mati kutu dihadapan Shani seperti ini.
Dahi Shani berkerut samar, "Naksir aku? Siapa?"
"Yaelah. Ini nih," Lidya menepuk pelan bahu Viny, "Kapten kesayangan kita."
Shani mengangguk, "Oh. Ya udah aku pulang duluan ya?"
Viny langsung melongos melihat respon Shani. Ia menghela napas kasar lalu duduk dilantai.
"Lo sih, bikin malu. Dia ilfeel pasti sama gue."
"Ya maaf." Lidya tertawa kecil seraya mengusap lehernya sendiri, "gue gak tau."
"Aaak gue maluu." Viny meremas rambut pendeknya menyesali kejadian barusan.
Disamping rasa malu, rasa sesak Viny memang jauh lebih besar. Sebenarnya Viny sudah menyukai Shani dari sejak dulu, sebelum Shani pindah ke Teamnya. Namun karna nyalinya terlalu kecil, sampai sekarang ia masih belum berani mengungkapkan perasaannya pada Shani bahkan mendekatinya pun ia masih belum berani.
Setelah meratapi nasib malangnya malam ini, Viny keluar dari pintu Theater lalu berjalan gontai menuju parkiran. Entah kenapa tubuhnya tiba-tiba saja merasa sangat lemas karena kejadian tadi.
"Kak Viny."
Viny berhenti saat mendengar sebuah suara menyerukan namanya dengan lantang. Ia berbalik dan langsung terpaku saat melihat Shani berlari kecil menghampirinya.
"Kak Viny." Shani tersenyum setelah langkahnya berhenti tepat dihadapan Viny. "Sendiri kak?"
"I-iya," jawab Viny gugup.
"Kak Viny beneran suka sama aku?" tanya Shani hati-hati berharap Viny menjawab Iya. Sesuai dengan apa yang ia inginkan selama ini.
Viny menarik napas dalam lalu diembuskan keras berusaha meredakan rasa gugupnya. Setelah cukup, ia menatap Shani dalam lalu maju dua langkah agar semakin mendeket pada Shani. Satu tangannya terangkat mengusap lembut pipi Shani.
"Iya, aku suka kamu dari dulu tapi aku gak pernah berani ngomong."
Shani menahan tangan Viny dipipinya, "Beneran?"
Viny tersenyum percaya diri, "Iya."
"Jadian yu kak."
Viny membelalakan matanya tidak percaya, "Kamu serius?"
Shani mengangguk mantap, "Iya."
"Kita belum saling cintakan?"
"Gapapa." Shani tersenyum lalu maju satu langkah. Perlahan ia melingkarkan sepasang tangannya dipinggang Viny dan mulai memeluknya. "Kebersamaan kita pasti bisa melahirkan cinta."
Viny tersenyum senang sambil membalas pelukan Shani. "I-iya, Shan."
"Aku suka sama kamu udah lama kak, aku suka perhatian kamu, aku suka senyuman kamu, aku suka ketegasan kamu, aku suka sikap kamu, aku suka semua hal yang berhubungan sama kamu." Shani memejamkan matanya dalam pelukan Viny. Hatinya menghangat saat merasakan usapan lembut tangan Viny dipunggungnya. Tanpa sadar Shani mempererat pelukannya.
"Makasih ya. Aku janji bakal bahagiaan kamu."