"Aku mau ngegym nanti sore."
Shani yang sedang fokus pada layar laptopnya jadi berhenti mendengar itu. Sesaat ia menatap jenuh pada Viny yang duduk disampingnya lalu kembali menitikan pandangan ke laptopnya.
"Ngga," jawab Shani dengan nada suara dingin, "terakhir kamu gym, kamu ketemu sama Nadse."
Viny menghela napas kasar kemudian memilih untuk diam tanpa berniat menjawab ucapan Shani. Bukan tidak menghargai, hanya saja ia terlalu malas untuk menjawab. Ia tau, jika Shani sudah membicarakan Nadse maka pembicaraan itu hanya akan bertepi pada pertengkaran.
Setelah hening beberapa saat akhirnya Shani berkata dengan nada lembut, "Kamu anter aku beli baju aja."
"Aku gak bisa." Viny mendengus malas kemudian menopangkan dagu pada tangan kanannya.
Shani berdecih samar, "Kamu sibuk terus, giliran ada waktu, waktu kamu gak pernah kamu kasihin buat aku."
"Yaudah iya, kita belanja baju kamu ya?" Viny menatap Shani yang entah sejak kapan sudah menatap kearahnya. Ia tersenyum semanis mungkin lalu mengedipkan sebelah matanya
"Gak perlu, kamu terpaksa." Shani memutar malas bola matanya.
"Yaudah gak jadi."
"Tuh kan kamu emang gak niat nganter aku belanja." Shani memukul pelan bahu Viny kemudian melipat kedua tangannya didepan dada. Bibir bawahnya mengerucut kedepan karena merasa sangat kesal.
"Ya udah ayo pergi sekarang."
"Gak, aku udah gak mood." Shani menghempaskan kembali tangannya kebawah lalu mendelik sinis pada Viny sebelum akhirnya menitikan pandangan pada layar laptopnya..
Viny menepuk dahinya bingung dengan situasi ini. Ia mendengus kesal kemudian mencubit gemas pipi Shani dari samping. "Sayang, main sama aku yuu."
Shani segera menepis tangan Viny, "Jangan ganggu. Aku lagi ngambek sama kamu."
"Oke, gak akan ganggu." Viny menyimpan kedua tangannya diatas meja layaknya seorang murid yang sedang patuh pada gurunya.
"Kok kamu gak bujuk aku sih? Aku kan lagi marah."
"Lah katanya gak mau diganggu."
"Tapi kan---ah terserah deh. Kamu gak pernah ngerti perasaan aku." Shani menutup laptopnya lalu bersandar.
"Kamu lagi PMS ya?"
"Ngga! Kamu gak tau jadwal PMS aku? Tuhkan kamu emang gak pernah merhatiin aku." Shani mendorong bahu Viny lalu memukulnya pelan beberapa kali.
Viny menahan kedua tangan Shani yang hendak kembali memukulnya lalu menatap kekasihnya itu lekat-lekat. Shani yang ditatap seperti itu terlihat sedikit gugup tetap Viny tidak memperdulikannya. Viny menghela napas kasar lalu mengusap lembut wajah Shani dari atas sampai bawah.
"Jangan marah-marah terus, nanti jelek." Viny terkekeh pelan lalu mencubit gemas kedua pipi Shani. Detik berikutnya ia melepaskan lagi tangannya kemudian mengecup singkat kedua pipi Shani secara bergantian.
Untuk beberapa saat Shani tertegun melihat sikap Viny. Tatapan lembut Viny serta senyumannya yang manis benar-benar membuat jantungnya berpacu cepat. Ia menarik napas dalam lalu diembuskan perlahan berusaha mengendalikan detakan itu.
"I-iya maaf," jawab Shani gugup seraya menggigit bibir bawahnya.
Viny tertawa kecil lalu bangkit menjulurkan tangannya pada Shani. "Yu kita jalan-jalan. Aku bakal ngabisin waktu aku sama kamu hari ini."
Shani tersenyum senang lalu menggapai tangan Viny dengan semangat. Tanpa menunggu lagi ia langsung menarik tangan Viny dan mulai melangkah keluar rumah.
"Pake mobil kamu atau motor aku?" tanya Viny.
"Kamu bawa motor?"
"Punya Viddy."
"Kok tadi bilang punya kamu?"
"Oke ulang. Kamu mau pake mobil aku atau motor Viddy?"
"Terserah."
"Pake mobil aja ya?"
"Macet tau, hari minggu."
"Ya udah naik motor."
"Kamu mau aku kepanasan kak? Inikan panas banget."
"Ha?"