"Jam berapa sih ini? Kok kamu baru jemput aku? Kamu gak tau aku udah setengah jam nunggu disini."
"Iya maaf sayang, tadi Sinka minta tol----"
"Oh jadi dia lebih penting daripada aku?"
"Ngga gitu, sayang."
"Udahlah."
Viny hanya bisa mendengus ketika melihat Shani berjalan mendahuluinya. Viny mengambil tas Shani yang ditinggalkan begitu saja oleh pemiliknya kemudian berjalan menyusul Shani.
"Tar mampir dulu ke minimarket," ucap Shani dengan nada datar saat Viny mulai melajukan mobilnya
"Beli apa?" tanya Viny
"Kok kamu nanya gitu?" Shani langsung menatap Viny sebal, "pembalut aku abis, kamu mau aku keabisan pembalut terus bocor?"
Viny meneguk ludahnya dengan susah payah, "Kan aku cuma nanya."
Shani hanya berdehem pelan lalu memandang lurus kedepan, "Aku berubah pikiran, aku gak mau nonton."
"Loh? Kan aku udah beli tiketnya, ngantri lagi panjang-panjang. Masa gak jadi? Kan sayang."
"Kamu lebih sayang sama tiket itu daripada aku?" Shani melirik sebal kearah Viny
Viny menggeleng, "Ng-ngga, ya udah ke rumah aku aja ya?"
"Mau makan dulu."
"Iya makan aja ya? Biar cepet gemuk." Viny tersenyum lebar lalu mencubit gemas pipi Shani
"Oh jadi menurut kamu aku kurus banget gitu? Kamu pikir aku kurang gizi?"
"Aku gak bilang gitu." Viny menarik tangannya kembali lalu memusatkan perhatian pada jalan raya, "kamu udah agak berisi kok."
"Jadi aku gendut?"
"Ngga gitu."
"Diem."
"Ya udah aku diem nih aku diem." Viny menutup mulut dengan satu tangannya.
Sepuluh menit berlalu, Viny benar-benar diam tidak mengucapkan sepatah katapun. Dalam hati ia terus berharap agar tingkat kesensitifan Shani bisa berkurang. Selalu saja begini jika Shani sedang datang bulan.
"Buat apa kamu ngajak aku jalan kalo aku cuma dicuekin gini?" Shani memutar malas bola matanya pada Viny
Viny menghela napas kasar, "Kan tadi disuruh diem."
"Itukan tadi sekarang beda lagi."
"Ya udah, kita mau bahas apa?" Viny memiringkan wajahnya menatap Shani lalu tersenyum semanis mungkin, "kamu cantik deh kalo pake baju putih, mukanya jadi cerah gitu."
"Kalo aku pake baju item jadi kucel? Gak cerah gitu?"
Viny meringis, "Gak gitu juga."
"Bodo ah." Shani melipat kedua tangannya didepan dada tanpa mau menatap Viny
"Aku sayang cici Shani." Viny mengecup singkat pipi Shani. Sementara Shani tetap diam dengan ekspresi datarnya
Tiba-tiba ponsel Shani bergetar, Shani langsung mengangkat telfon itu.
"Iya, Gre?"
"....."
"Oh ya? Diskon 50%? Seriusan?"
"....."
"Ya udah entar aku pikirin lagi."
Viny melirik pada Shani yang mendadak diam, "Kenapa?"
"Eh kakak kesayangan aku." Shani menatap Viny lalu tersenyum manis.
Viny yang melihat perubahan sikap Shani hanya bisa menatapnya bingung, "Tetiba gitu."
"Aku mau cerita."
"Cerita aja."
"Jadi tadi Gre nelfon katanya dress kesukaan aku diskon 50%. Aku mau beli tapi uang aku kurang, kamu mau nambahinkan?" Shani masih tersenyum berusaha membujuk Viny
"Boleh, entar aku tambahin ya." Viny mengusap lembut puncak kepala Shani sekilas lalu kembali menghadap kedepan, "emang harga dressnya berapa?"
"Murah kok, cuma sepuluh juta."
"Segitu murah kata kamu?" Viny mengerjapkan matanya beberapa kali, "diskon 50% jadi lima juta?"
"Iya, kak."
"Oke de, kamu punya uang berapa emang? Sisanya biar aku tambahin."
"Dua ratus ribu."
"APA?!" teriak Viny membelalakan matanya, "jadi aku nambah 4,8 juta? Gila aja."
"Ya udah gapapa kalo gak mau." Shani tersenyum pada Viny kemudian meraih ponselnya untuk menghubungi seseorang.
"Nelfon siapa?"
"Kak Sinka, aku mau tanya harga kalung permata yang kamu kasih waktu dulu sama dia berapa."
"Eh jangan!" pekik Viny sedikit panik dan buru-buru merebut ponsel Shani. Viny memasukan ponsel itu kedalam sakunya kemudian meneguk ludahnya dengan susah payah. Entah kenapa jantungnya jadi berdetak kencang saat ini.
"Hp aku siniin."
Viny menarik napas dalam lalu dihembuskan perlahan sebelum akhirnya menatap Shani, "Aku tambahin ya, sayang? Kita beli sekarang juga," ucapnya tersenyum lebar
"Ya udah deh kalo kamu maksa."
"Aku gak maksa, kalo gak mau itu lebih baik," gumam Viny sangat pelan
"Apa kak?" tanya Shani mendekatkan telinganya pada Viny
"Ng, i-ya akhirnya kamu mau maksud aku. Aku seneng."
"Oh iya-iya."