Viny melepas pandangannya kesembarang arah. Matanya memicing memperhatikan setiap sudut kamar Shani yang sudah tidak asing lagi dimatanya. Mungkin bedanya sekarang lebih banyak fotonya yang tertempel didinding daripada foto Shani sendiri. Viny tersenyum tipis, sepertinya Shani memang sangat mencintainya.
"Kamu sejak kapan disini kak?" tanya Shani yang baru saja keluar dari kamar mandi, "maaf lama. Aku nabung dulu di wc tadi."
Viny mengangguk-anggukan kepalanya kemudian membantingkan tubuh dikasur. Kedua tangannya direntangkan lebar-lebar, tubuhnya menggeliat lembut menyadari bahwa hari ini sangat melelahkan.
"Jawab kek." Shani mendengus kesal lalu berbaring disamping Viny dengan kepala yang diletakan didada Viny. "Hih bau."
"Emang iya?" tanya Viny sedikit panik lalu mencium ketiaknya sendiri. Bukan apa-apa, ia akan merasa sangat malu jika itu benar. Namun beberapa detik setelahnya ia mendengus saat mendengar suara tawa Shani. Ia ikut tertawa lalu menundukan wajahnya untuk mencium lembut puncak kepala Shani.
Tawa Shani perlahan hilang saat mengingat sesuatu. Lebih tepatnya ucapan Desy yang tiba-tiba saja melintas dipikirannya. Saat itu ia tengah menonton film remaja di bioskop, film romantis tetapi entah kenapa malah menimbulkan percakapan aneh yang terlontar begitu saja.
"First Kiss kamu sama siapa Shan?"
"Belum pernah."
"Kak Viny belum pernah civok kamu?"
"Ih Ci apaansih, belumlah."
"Aku pernah liat dia ciuman sama kak Sinka dulu waktu di tempat latihan. Masa sama kamu belum sih? Jangan-jangan dia gak mau sama kamu karena bibir kamu ketebelan. Tar dia takut bibirnya jontor."
"Shan," seru Viny membuyarkan lamunan Shani.
"Iya kak?" tanya Shani memeluk Viny dari samping.
"Kamu lagi mikirin apa sih?"
"Hmm itu." Shani mengangkat kepalanya menatap Viny intens. "Kata Ci Desy kamu takut sama bibir tebel aku?"
"Takut?" tanya Viny dengan alis terangkat sebelah.
"Takut kissing sama aku karna bibir aku tebel. Kamu takut jontor kan?"
Tawa Viny langsung pecah mendengar itu. Ia bahkan sampai duduk karna engap akibat terlalu keras tertawa. Sedangkan Shani memiringkan posisi kepalanya menatap bingung pada Viny, dalam hati ia bertanya; mungkinkah ucapan Desy benar?
"Kakak ih." Shani mengguncangkan bahu Viny untuk menghentikan tawanya yang entah kenapa semakin keras.
"Oke-oke." Viny mengangkat satu tangannya lalu menarik napas dalam dan diembuskan keras berusaha mengontrol napasnya yang tersenggal.
"Jadi gimana?" tanya Shani mengerutkan dahinya.
Viny mencubit gemas hidung Shani, "Ih lucuk banget sih."
Shani tersenyum lebar memperlihatkan deretan giginya yang rapi, "Gimana kak?"
Viny menatap kesekeliling lalu berdehem, "Tutup mata kamu."
Shani buru-buru menutup matanya. Detak jantungnya berpacu cepat menunggu detik-detik Viny mencium bibirnya. Ritme nafasnya terdengar tak beraturan, benar-benar sangat gugup. Tak lama kemudian ia merasakan sesuatu hangat menempel didagunya disusul oleh suara tawa Viny yang kembali pecah.
"Kok gitu?" tanya Shani membuka matanya melihat kearah Viny yang masih tertawa.
"Kamu ada-ada aja deh." Viny menggelengkan kepalanya seraya mengusap ujung matanya yang sedikit berair.
Shani mendengus kemudian melangkah pergi dengan menghentak-hentakan kakinya, cukup menegaskan bahwa saat ini ia sedang kesal. Sementara Viny hanya diam, manatap bingung punggung Shani yang semakin memudar dari pandangannya.
"Ketempelan Jin apaan tiba-tiba pengen dicium." Viny terkekeh pelan membayangkan wajah Shani barusan yang menurutnya sangat menggemaskan.
***
Viny duduk menumpukan dagu pada tangan kanan, pandangannya masih terfokus menatap Shani yang duduk disampingnya. Sementara menunggu semua member berkumpul untuk latihan, keduanya kini sibuk dengan aktivitasnya masing-masing. Shani menonton film dilaptopnya dan Viny menonton wajah Shani dari samping (?)
"Mau minum?" tanya Shani menyodorkan satu botol minuman pada Viny.
"Bukain."
Shani mengangguk sambil membuka botol minumannya. Setelah terbuka ia memberikan kembali botol itu yang langsung diambil oleh Viny. Sebenarnya ia sedikit jengah ditatap seperti itu sedari tadi, makanya ia mengalihkan perhatian Viny pada botol minuman.
"Seru gak filmnya?" tanya Viny menyimpan botol itu dimeja lalu melihat ke layar laptop. Ia menyandarkan kepalanya dibahu Shani sambil merangkul erat lengan Shani.
"Seru," jawab Shani singkat tanpa menatap Viny.
"Ceritanya gimana?"
"Sepasang kekasih janjian di sebuah jembatan tapi keduanya meninggal. Yang satu meninggal karna ditabrak sama truk, yang satunya lagi loncat ke sungai karna syok liat pacarnya meninggal."
"Oke."
Shani menghela napas kasar tanpa berniat membuka suara lagi. Sedangkan Viny langsung menegakkan kembali tubuhnya lalu menatap kesekeliling ruangan yang terlihat sepi. Ia berdehem kemudian menarik lembut dagu Shani agar menatap kearahnya.
"Iya kak?" tanya Shani, "kenapa?"
Viny menggeleng pelan kemudian menenggelamkan satu tangannya dileher Shani. Ia mengembuskan napas lembut lalu memejamkan mata sebelum akhirnya memberanikan diri untuk mendekatkan wajahnya pada Shani.
Mata Shani sedikit melebar melihat itu. Namun tanpa sadar ia ikut memejamkan mata hingga tak lebih dari dua detik, sesuatu lembut menempel sempurna dibibirnya. Untuk beberapa detik Shani merasa jantungnya seolah berhenti berdetak tetapi kemudian jantungnya berdetak lebih cepat dari biasanya.
Beberapa saat Viny diam, meredakan rasa gugupnya. Setelah cukup, ia mulai menggerakan bibirnya. Viny menekan tengkuk Shani agar semakin mendekat sementara kedua tangan Shani sudah memeluk pinggangnya dengan erat.
Setelah cukup, Viny menjauhkan kembali wajahnya lalu menarik napas dalam dan diembuskan perlahan. Ia tersenyum melihat wajah Shani yang merona karna malu.
"Aku gak takutkan?" Viny tertawa kecil saat mengingat kejadian di kamar kemarin.
Shani mengangguk, "Hmm i-iya kak."