"Aaaaak pantai," teriak Shani menarik tangan Viny kemudian berlari cepat ke arah pantai. Senyumannya semakin lebar kala langkahnya mendekat di ujung pantai.
"Udah disini." Viny menahan tangan Shani yang sepertinya ingin terus berlari. Ia maju satu langkah membiarkan kakinya menyentuh air laut.
Shani hanya mengangguk setuju tanpa mengalihkan pandangannya dari sekeliling. Ini bukan hari libur dan tidak ada banyak wisata yang berkunjung, hanya beberapa orang yang tengah menikmati indahnya pantai.
Viny menoleh, memandangi wajah samping Shani yang terlihat sangat bahagia. Rambut Shani yang terhempas angin, senyumannya, lesung pipinya, wajah cantiknya benar-benar mampu melukiskan senyuman manis di sudut bibir Viny.
"Kamu gak bilang mau ngajak aku ke Pantai," ucap Shani mengayun-ngayunkan tangan Viny yang masih berada dalam genggamannya. Sedangkan pandangannya masih tetap lurus ke depan.
Viny tersenyum tipis, "Kan kejutan."
Sebelah alis Shani terangkat. Ia memiringkan posisi tubuhnya menghadap Viny. "Kejutan buat?"
"Apa ya?" Viny menengadahkan wajahnya tampak sedang berpikir, "masa gak tau sih?"
Shani menahan senyumannya yang nyaris saja tersungging. Ia berdehem pelan, "Oke, sekarang main petak umpet ya sama aku?"
Viny mengangguk setuju, "Boleh."
"Kamu kucingnya, aku mau ngumpet."
"Kok gitu?"
Shani berjalan ke belakang tubuh Viny kemudian mendorong pelan tubuhnya kearah pohon kelapa, "Kan di rumah kamu banyak kucing jadi kamu yang harus jadi kucingnya."
"Oh iya juga ya." Viny terkekeh pelan dan segera menangkupkan sepasang tangannya di depan wajah, "satu dua tiga..."
Shani mengedarkan pandangannya kesekeliling mencari tempat yang bagus untuk bersembunyi. Setelah menemukan, ia langsung berlari cepat meninggalkan Viny.
Setelah hitungan ke sepuluh, Viny menghempaskan kedua tangannya ke bawah lalu melangkahkan kakinya mencari Shani ke sembarang arah. Sambil berjalan, ia menggerogoh saku celananya mengeluarkan sebuah kalung berliontin bintang yang akan ia berikan pada Shani. Tanpa sadar ia tersenyum membayangkan bagaimana bahagianya Shani setelah menerima kalung ini nanti.
Sepuluh menit berlalu, Viny belum juga bisa menemukan Shani. Kekhawatiran pun sudah mulai menyelimuti perasaannya saat ini. Viny menggigit bibir bawahnya sambil terus melangkah.
"Shani!!" teriak Viny keras, "udahan main petak umpetnya. Sekarang kamu keluar!" lanjutnya tanpa memperdulikan tatapan bingung dari beberapa orang kepadanya.
Pandangan Viny melayang pada kesekeliling, pada pohon, karang, dan beberapa orang yang lalu lalang. Namun masih tidak ada tanda-tanda keberadaan Shani disana. Viny mengembuskan napas berat kemudian berhenti tepat disamping pohon kelapa. Sementara pandangannya masih tidak berhenti menyapu setiap sudut pantai ini mencari keberadaan Shani.
Tiba-tiba sepasang tangan merangkulnya dari belakang. Viny menghela napas lega lalu menggenggam erat tangan itu yang terlipat rapi di perutnya. "Aku nyari kamu."
"Aku menang ya soalnya kamu gak bisa nemuin aku."
"Iya gapapa."
Shani mencondongkan wajahnya sedikit, menatap wajah Viny yang juga sedang menatap kearahnya hingga kini wajahnya hanya terpaut lima centi dari wajah Viny.
"Aku cantik ya? Liatin aku sampe segitunya."
Viny mengerjap kemudian berdehem pelan sebelum akhirnya memutuskan untuk membuang pandangannya ke depan. Ia menelan ludahnya dengan susah payah meredakan rasa gugupnya sendiri.
Shani melepaskan rangkulannya lalu mengambil sebuah kalung dari saku celananya. Ia melingkarkan kalung itu di leher Viny dari belakang, "Selamat empat bulan, kakak."
Untuk beberapa detik Viny terdiam melihat kalung bertuliskan huruf V.S sudah terpasang rapi di lehernya. Tak lama, ia tersenyum lebar kemudian membalikan tubuhnya menghadap Shani.
"Kamu inget?" tanya Viny masih dengan senyumannya yang semakin lebar
"Mana mungkin aku lupa."
"Tapi kejutan aku keduluan." Viny mengerucutkan bibir bawahnya memasang ekspresi wajah seolah ia sedang kecewa.
"Oh ya?" Shani memiringkan kepalanya menatap Viny sedikit bingung, "kamu punya kejutan?"
Viny meraih kalung di saku celananya lalu dilingkarkan di leher Shani, "Ini."
Shani tersenyum senang lalu menggenggam erat kalung liontin itu, "Kok bisa sama sih?"
Viny menggangkat bahunya, "Gak tau. Mungkin kita..." Viny menggantungkan kalimatnya lalu mengerlingkan matanya.
"Kita jodoh?" tanya Shani.
Viny mengangguk pelan sebagai jawaban, "I love you."
"Aaaak," rengek Shani manja dan langsung memeluk erat tubuh Viny, "makasih. Aku seneng banget."
Viny mengangguk pelan kemudian mengusap lembut rambut Shani, "Aku juga," balasnya seraya mencium bahu Shani.
Shani mengikuti Viny dengan mencium lehernya dalam tempo yang cukup lama. Hanya menempel tapi itu mampu membuat tubuh Viny menegang. Viny meneguk ludahnya dan buru-buru melepaskan pelukannya.
"Kamu kenapa cium leher aku?" tanya Viny mengerutkan dahinya
"Kamu yang duluan cium bahu aku."
"Tapi kan---" Viny menggantungkan ucapannya karena tidak tau apa yang harus ia ucapkan.
Shani menghela napas kasar tidak mengerti apa yang terjadi dengan Viny. Detik berikutnya ia maju satu langkah dan merangkul lengan Viny lalu mulai melangkah. "Ya udah aku gak akan cium leher kamu lagi. Maaf ya udah bikin kamu takut."
"Aku gak takut."
"Terus apa?"
"Ng-ngga, lupain aja."
"Oh ya udah."
"Iya, Shan."