"Asik hari ini nginep di rumah kesayangan aku." Shani tersenyum lebar sambil menggosok-gosok kedua telepak tangannya. Setelah lebih dari dua bulan menjalin hubungan, ini pertama kalinya ia menginap di rumah Viny. Sebelumnya hanya Viny yang sering menginap di rumahnya.
Viny yang sedang menyisir rambutnya langsung menoleh, memandangi Shani yang duduk disampingnya. "Girang banget."
"Iyalah, kamu kan gak pernah minta aku buat tidur disini." Shani melipat kedua tangannya didepan dada dengan bibir bawah yang dikerucutkan. Sekilas ia melirik pada Viny yang malah tersenyum-senyum sendiri memandanginya. Shani mengambil bantal lalu dilemparkan tepat diwajah Viny. "Serem tau senyum-senyum sendiri gitu."
"Dih." Viny menyimpan bantal itu dalam pangkuannya kemudian menaik turunkan kedua alisnya. "Aku makin manis ya kalo senyum?"
"Biasa aja." Shani mendelik kemudian masuk kedalam selimut menutupi seluruh tubuhnya. "Cari, aku ada dimana."
Viny terkekeh pelan,"Apasih anak kecil dasar."
"Wuuuu."
"Shan, entar keabisan nafas loh. Buka selimutnya."
"Gak mau, bukain."
"Kalo aku yang buka, tar kelepasan sama bajunya lagi."
Shani langsung menyibakan selimutnya, menatap Viny datar. "Apaan deh."
Viny menarik ikatan rambut Shani lalu melemparkannya kesembarang arah. Rambut Shani langsung terurai indah sampai punggung. Viny kembali menyunggingkan seutas senyum sambil memiringkan kepalanya, menatap Shani lekat-lekat. "Kamu lebih cantik gerai."
"Kalo diiket?" tanya Shani mengibas-ngibaskan rambut agar rambut panjangnya itu tidak berantakan.
"Cantik sih, cuma aku lebih suka diiket gitu." Viny mengedipkan sebelah matanya, "kaya gitu."
"Genit ya hmm." Shani menopangkan dagu pada tangan kanan, menatap dalam mata Viny yang belum teralih dari wajahnya. "Kamu juga lebih manis rambut sebahu kak."
"Ini juga sebahu."
Shani menggeleng lalu mengangkat tangannya mengukur rambut Viny yang hanya sampai bawah telinga. "Cuma sampe sini."
"Ya udah sih ah."
"Aku mau nanya sesuatu," ucap Shani sedikit merubah nada suaranya menjadi serius.
"Iya?"
"Aku bikin kamu pusing terus ya?" tanya Shani menggigit bibir bawahnya merasa tidak enak, "maafin aku."
Viny menggeleng pelan lalu meletakan kedua tangannya dipundak Shani. "Ngga, sayang. Mungkin juga iya tapi apapun itu, aku pasti selalu maafin kamu bahkan sebelum kamu minta maaf."
"Aaak kakak." Shani merengek manja lalu merentangkan kedua tangannya meminta Viny untuk memeluknya. Viny mengubah posisinya agar semakin mendekat pada Shani kemudian memeluknya erat.
"Aku janji gak akan bikin kamu pusing lagi." Shani tersenyum menyandarkan pipinya didada Viny.
Viny mengangguk pelan lalu mengusap lembut kepala belakang Shani yang berada tepat dibawah dagunya. "Janji?"
Shani mengangguk mantap kemudian melepaskan pelukannya menatap Viny serius. "Aku janji."
"Ya udah aku juga janji gak akan marah-marah lagi."
"Beneran ya?"
Viny tersenyum, mencondongkan sedikit wajahnya untuk mencium lembut dahi Shani. "Iya, tidur gih."
"Aku boleh minta sesuatu gak?" tanya Shani membuat kening Viny mengernyit heran.
"Minta apa?"
Shani menarik napas dalam lalu dihembuskan perlahan sebelum akhirnya berkata, "Aku pengen cium dahi kamu sama kaya yang kamu lakuin tiap hari sama aku."
Viny tertegun, untuk beberapa saat ia terdiam menatap wajah Shani yang penuh harap. Detik berikutnya ia mengangguk lalu tersenyum lembut, "Boleh kok."
"Hmm." Shani menangkupkan kedua tangannya dipipi Viny. Kepalanya sedikit terangkat seiring dengan wajahnya yang semakin mendekat pada Viny. Ia memejamkan matanya kemudian mencium lembut dahi Viny. "Aku cinta kamu, kak."