'Putri Sulung Pasangan Selebriti Javier dan Kenzie Dilaporkan Menghilang!'
'Dugaan Penculikan Sharin Agatha Collins, Putri Javier dan Kenzie, Menghebohkan Publik.'
'Javier Edward Collins Batalkan Tur Konser di Tengah Konflik dengan Agensi.'
'Modert Management Resmi Umumkan Javier Edward Collins Keluar dari Agensi.'
'Javier Collins Tawarkan $100 Juta untuk Informasi Keberadaan Putrinya yang Hilang!'
Malam itu, langit di luar jendela rumah yang berdiri megah itu tampak kelam, seolah menyesuaikan dengan suasana hati mereka yang penuh kekalutan. Hanya desahan napas yang terdengar dan ruangan yang gelap terasa semakin menghimpit mereka. Berita televisi dan artikel koran penuh dengan kabar buruk dari keluarga tersebut.
Sudah hampir dua bulan sejak Sharin menghilang. Javier telah mencoba segalanya– meminta bantuan kepolisian setempat, bahkan menyewa agen FBI untuk mencari putrinya. Ia bahkan rela mengorbankan kariernya, membatalkan semuanya, dengan harap Sharin mungkin akan kembali. Namun, hingga kini hasilnya tetap nihil. Tak ada jejak, tak ada petunjuk, seolah Sharin hilang begitu saja tanpa meninggalkan jejak sedikit pun.
Javier menyandarkan punggungnya ke dinding, tangannya memijit pelipisnya dengan frustasi. Pikirannya penuh kekhawatiran, dan rasa bersalah semakin menghantuinya. Di tengah kekalutan itu, Javier meraih ponselnya dan menelepon seorang detektif yang telah ia percayakan untuk menemukan putrinya.
"Bagaimana? Apa ada perkembangan?" tanyanya dengan nada gusar, berharap jawaban di seberang telepon akan memberinya secercah harapan.
Namun, wajahnya memerah saat mendengar penjelasan yang ia terima. "Aku membayarmu untuk menemukan putriku! Ini sudah dua bulan berlalu, dan kau belum menemukan petunjuk sedikit pun!" seru Javier penuh amarah, sebelum akhirnya menutup telepon tanpa menunggu jawaban. Ponsel itu dilemparkannya ke sudut ruangan, nyaris hancur menghantam dinding.
"Mereka sama sekali tidak becus!" Javier mengacak-acak rambutnya, tubuhnya merosot ke lantai. Hatinya seolah remuk, dibebani rasa bersalah yang dalam.
"Sharin... di mana kamu, sayang? Please, come back. I miss you so much Daddy's girl," gumamnya, suaranya dipenuhi keputusasaan. "I'm sorry." Air mata yang selama ini ditahannya akhirnya mengalir pelan di pipinya.
Di sudut ruangan, Kenzie berdiri, menyaksikan suaminya yang hancur. Mata Kenzie tampak bengkak, wajahnya kusut dan letih. Dengan langkah yang lemah, ia mendekati Javier dan menyentuh bahunya. "Javier..." panggilnya lirih.
Javier mendongak, melihat mata Kenzie yang tampak hampa. "Sharin akan baik-baik saja, kan?" tanyanya, suaranya nyaris seperti bisikan, namun penuh harap. Entah sudah berapa kali Kenzie menanyakan hal itu, seolah dirinya juga mulai kehilangan pegangan.
Javier berdiri dan memegang tangan istrinya, membimbingnya duduk di sofa. Ia menatap dalam mata Kenzie, berusaha memberikan keyakinan. "Tentu saja, Sharin akan baik-baik saja," jawabnya lembut, meskipun dalam hati ia pun dihantui ketidakpastian.
Kenzie mulai terisak, menenggelamkan wajahnya di dada suaminya. "Aku takut akan terjadi sesuatu..." katanya, suaranya bergetar.
Javier menarik napas dalam-dalam, mencoba menenangkan dirinya. Ia memeluk Kenzie erat, seolah ingin melindunginya dari ketakutan yang terus menghantui mereka. "Tidak akan terjadi apa-apa. I promise."
Perlahan, Javier mengendurkan pelukannya, lalu menangkup wajah istrinya dengan kedua tangannya. "Don't worry, Darling. I'll move heaven and earth to bring our princess back!" ujarnya lembut, meski suara itu mengandung janji yang berat. Kenzie mengangguk pelan, menyandarkan kepalanya di dada Javier.
KAMU SEDANG MEMBACA
HOME SWEET HOME
Fiksi RemajaDalam dunia yang penuh luka dan ketidakpastian, Sharin berjuang untuk menemukan cinta di tengah kehampaan keluarganya. Dibesarkan di keluarga yang lebih memuja karier daripada kasih sayang, Sharin tumbuh dalam bayang-bayang kekacauan. Suara teriakan...