8. Second Meet

10K 1.5K 20
                                        

"Deri, lo percaya yang namanya cinta pada pandangan pertama ga?" Pertanyaan itu terlontar begitu saja dari bibir pria yang sebelumnya sedang asik berkutat dengan kopi miliknya sendiri.

Sementara yang bertanya menunggu jawaban, yang ditanya justru malah tertawa. "Ini ceritanya lo lagi jatuh cinta, Yo?"

Tio meletakkan cangkir kopinya kembali di atas meja. Mengusap garis rahangnya sejenak sebelum menjawab, "Gak tahu juga sih."

"Kalau bener lo lagi naksir cewek, gue alhamdulillah banget, Yo! Gue udah sempet curiga lu maho soalnya."

"Bajing!" Tio langsung menoyor kepala pria di sebelahnya.

Bicara soal jatuh cinta, Tio emang bener-bener gak tahu. Biasanya juga dia gak pernah mikirin orang lain sampai kayak gini. Kalau dibilang cinta kayaknya bukan, atau mungkin belum. Lagian Tio bukan lagi anak SMA yang kalau tertarik dikit sama cewek langsung dipacarin. Udah bukan zamannya. Di umurnya yang udah mau menginjak 25 tahun, udah bukan eranya lagi buat pacaran cuma untuk having fun. Kalaupun mau nyari pasangan, Tio mau yang bisa langsung dikenalin ke keluarganya. That's why Tio lebih pilih untuk tetap sendiri daripada harus nebar-nebar harapan manis sama anak gadis orang. Masalahnya Tio punya adek perempuan, Tio juga kan gak mau lah kalau adiknya diperlakukan seperti itu oleh cowok-cowok di luar sana. Sayangnya, pendiriannya itu justru malah menimbulkan rumor tak sedap tentang dirinya.

"Jadi, cewek mana yang lo taksir, Yo?"

Cewek itu...

Cewek yang sempat menjadi customernya. Tio masih ingat gimana dia ngoceh di motor tapi ternyata cewek itu malah pakai headset. Gadis itu kelewat cuek sama sekitarnya tapi entah kenapa Tio justru jadi tertarik. Cewek cuek itu seperti sebuah teka-teki, dan Tio seolah terhipnotis untuk memecahkannya.

Tia Andiniaji.

Tio bahkan masih hafal namanya. Nomornya juga sebenarnya dia simpan tapi Tio gak berani menghubungi duluan. Bukan cemen, cuma takut ganggu. Apalagi Tio juga gak tahu apakah Tia sudah ada yang punya atau belum. Dia cuma berharap bisa ketemu lagi sama cewek itu buat minta izin untuk ngobrol-ngobrol lebih dari sekadar driver dan customer.

"Gue cabut duluan ya, bro!" Bukannya menjawab pertanyaan pertanyaan Deri, Tio lebih memilih untuk mengenakan jaketnya dan pergi meninggalkan Deri yang masih menunggu jawabannya.

"Setan emang lu!" hardik Deri yang masih Tio dengar. Namun pria itu hanya tertawa sambil melambaikan tangannya dengan langkah kaki yang terus berjalan menuju parkiran.

Seperti biasa, sepulang kerja Tio langsung jadi driver Ojek-Zone. Sekalian jalan pulang, Tio ngendarain motornya dengan santai kali aja ada sinyal orderan yang nyangkut ke handphonenya. Ini adalah bulan ketiganya sebagai driver ojek online di perusahaan yang dikelola sama sahabatnya itu. So far sih Tio suka sama kerja sampingannya ini. Dia gak terikat dan gak harus kejar target. Gak ganggu kerjaan utamanya pula. Dan, yang paling penting adalah bisa nambah pemasukan perbulannya buat tabungan modal masa depan.

Hal yang seru dari kerjaan sampingannya ini adalah karena Tio bisa ketemu banyak orang. Sebagai IT Support di kantornya Tio biasanya ngurusin hardware, software, jaringan. Kalaupun ngobrol sama temen kantornya yaa itu-itu juga yang diobrolin. Paling kalau sama Deri ada tambahan ngegosipin anak magang dedek-dedek emesh sih.

Walau terkadang Tio ngerasa bosen sama rutinitasnya, Tio sebenarnya menyukai pekerjaannya. That's why Tio nerima tawaran dari Galang buat jadi salah satu driver Ojek-Zone. Dengan gitu dia jadi punya kegiatan baru buat dijalanin tanpa harus melepaskan kerjaan lamanya.

Drrttt!

Handphone Tio tiba-tiba saja bergetar. Pria itu lantas menghentikan motornya di tepi jalan. Rupanya ada orderan yang masuk ke ponselnya. Mata Tio terbuka lebar begitu melihat nama yang tertera di layarnya. Buru-buru dia langsung menekan tanda 'pick up' sebelum kesempatan ini diambil orang.

Tio menoleh ke sampingnya. Matanya tertuju pada bangunan yang berada di seberang jalan.

Jadi dia kerja di kantor itu?

Tio menyunggingkan senyumnya. Dia hanya perlu putar balik di bawah rambu putar balik yang tak terlalu jauh di depan sana. Tuhan memang hebat. Belum ada setengah jam Tio berharap untuk bisa bertemu dengan gadis itu lagi, dan kini Tuhan mengabulkannya.

***

"Mau bolos lu ya?" tegur Hasmi saat Tia tengah merapikan meja kerjanya.

"Dih kok lu tahu sih, Kak?" sahutnya. "Iya nih gue mau ketemuan sama Rasti," terangnya kemudian.

"Alasan aja ketemu Rasti, paling bolos kuliah karena gak konsen mikirin Pak Guntur jadi tampan."

Tia langsung melirik sinis pada Rizki. Gara-gara makhluk berwujud pria tapi berjiwa wanita itu, Tia jadi makin digosipin di kantor.

Pas istirahat jam makan siang tadi di kantin Tia jadi disiul-siulin mulu kayak burung. Ditambah ada yang nyeletuk, "Tia, Mas Gunturnya kan udah balik, kok gak makan bareng? Tadi pagi katanya sampai nyambut ke lobi saking kangennya gak ketemu dua minggu," jadi lah di kantin pada heboh. Tia bersyukur pas itu Guntur gak ada di tempat kejadian. Kalau iya, bisa makin parah.

Asli lah Tia cuma bisa nunduk sambil senyum-senyum canggung aja seharian ini. Kalau gak ada hal yang penting banget Tia gak mau keluar ruangan sama sekali. Malu banget masalahnya. Dia juga gak enak sama atasan-atasannya. Berasa artis aja dia tiap hari disapa plus digosipin mulu.

"Duluan, Kak," pamitnya pada Hasmi. Saat melewati meja Rizki, Tia berhenti sesaat.

"Kalau ntar malem anu lo ilang, itu jin kiriman gue yang nyunat!" ketus Tia sebelum berlalu meninggalkan wajah Rizki yang memucat.

"TIA!! JANGAN SEMBARANGAN LO KALO NGOMONG!!"

Tia menyunggingkan sedikit senyum jahilnya. Biarin aja nanti malem Rizki pasti bakal susah tidur. Tia tahu banget Rizki anaknya parnoan sama hal-hal kayak gitu. Kalau lagi lembur lihat tisu goyang-goyang karena ketiup angin aja dia udah jerit-jerit.

Rasain!

Tia kemudian mengeluarkan ponselnya dari saku untuk mengecek nama dan plat nomor driver yang mempick-upnya karena tadi ia belum sempat melihatnya. Begitu melihat nama yang tertulis di layar, kedua alis Tia bertaut.

Masa sih dia lagi?

"Kak Tia!"

Dan pertanyaan Tia terjawab oleh suara berat milik seorang pria yang menunggunya tepat di depan gerbang kantornya lengkap dengan motor Honda Vario yang masih Tia ingat.

Iya, benar, dia lagi.

Tia ketemu Tio untuk yang kedua kalinya.

***

To be continue

OJEK-ZONETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang