14. Kepergok

8.8K 1.4K 32
                                        

"Wangi amat, Mas," tegur Tania saat Tio menghampirinya yang sedang duduk menonton TV. "Kayak kuburan baru," timpalnya lagi yang langsung dihadiahi Tio oleh jitakan dari tangannya.

"Anak gadis mulutnya suka asal," balas Tio.

"Orang aku anak ibu bukan anak gadis," sahut Tania tak mau kalah sembari mengusap bekas jitakan Tio di kepalanya. Lumayan sakit juga ternyata.

"Oh anak Ibu doang? Awas kamu kalau Mas lihat minta duit ke Bapak."

"Anak Ibu sama Bapak," ralat Tania cepat membuat Tio terkekeh pelan.

"Mas mau kemana sih lagian rapi bener kayak jalanan baru diaspal." goda Tania lagi seolah tidak mengenal rasa kapok.

"Mau malem mingguan laah."

"Yahilah jomblo malem minggu keluyuran ngapain sih? Bikin macet aja."

Sambil mengenakan jaketnya Tio menoyor kepala Tania, "Sirik aja yang malem mingguannya di rumah doang," ledek Tio balik. "Nanti kalau Ibu sama Bapak udah pulang dari rumah Tante tolong bilangin Mas pergi ya."

Tania mengangguk mengiyakan. "Salam sama Kak Tia."

Tio langsung tersentak mendengarnya. "Kok tahu Mas mau pergi ketemu Tia?" Perasaan gue gak bilang apa-apa, timpalnya dalam hati.

"Halaaah ketebak. Udah sana ntar keburu ujan. Do'a para jomblo yang diam di rumah itu lebih dijabah."

"Kampret." Enak aja kalau sampai ujan. Tio nyocokin jadwal sama Tia aja susah banget. Weekend kemarin Tia lembur sedangkan Tio juga harus ke luar kota untuk bantu konfigurasi jaringan di kantor cabang. Baru weekend ini mereka berdua free bareng. "Mas jalan dulu ya. Assalamualaikum!"

"Wa'alaikumsalam."

***

Selama film Beauty and The Beast diputar, Tio gak sepenuhnya menaruh perhatian pada film itu. Ia lebih sering melirik ke arah Tia yang justru berkebalikan dengannya, gadis itu benar-benar fokus menonton.

Sesekali dalam rentang waktu tertentu Tio mencuri-curi pandang ke arah Tia. Bukan karena Tia lebih cantik dari Emma Watson, gak lah dia gak selebay itu. Tio cuma suka aja melihat ekspresi yang ditampilkan sama Tia saat dia serius menonton film itu.

Percayalah, untuk setiap wanita, pria menyukai ketika kalian serius dalam melakukan suatu aktivitas. Sebab hal itu membuat kalian terlihat menggemaskan.

"Yaahh udahan..." keluh Tia saat lampu bioskop kembali dinyalakan.

"Lah dia doyan," goda Tio. "Cari makan yuk, Ti?" ajaknya kemudian dan Tia pun mengangguk sebagai jawaban.

Keduanya memutuskan untuk makan malam di salah satu restaurant yang menyediakan menu ramen karena saat ini Tia lagi kepingin banget makan ramen sedangkan Tio mah yaa nurut-nurut aja makan apa juga, asal jangan makan hati.

"Btw, tadi kenapa nolak gue jemput di depan rumah deh? Biasanya gak masalah." Tio mencoba membuka obrolan selagi menunggu pesanan mereka yang mungkin sedang dimasak.

"Tadi lagi ada bokap gue di rumah. Dia mah mulutnya recet banget ntar yang ada malah jadi panjang urusannya." Waktu tahu kalau Tia sekarang ada yang antar-jemput dari kantor-kampus-rumah aja udah bikin Ayah Tia heboh di rumah, sampai mau gelar syukuran gara-gara anaknya udah 'laku', dikata Tia barang dagangan kali. Apalagi kalau sekarang sampai ketemu langsung sama orangnya. Duh, jangan dulu deh. Bukan apa-apa, Tia gak enak aja kalau Tio ikutan kena digodain sama mulut ayahnya yang jahil itu.

"Hahaha aturan gak apa-apa kali biar gue mampir ketemu bokap lu."

"Dih mau ngapain lu? Nawarin batu akik?"

"Batu akik hahaha udah bukan zamannya lagi, Ti." Lagian daridulu juga Tio gak pernah bisa bedain mana batu kali mana batu cincin. Gak bakat dia mah di bidang perbatuan.

"Eh kalau mau mampir ke rumah lu kira-kira bawain apa ya? Martabak mah gak cukup kali ya?"

Tia mengulum senyumnya, berusaha untuk membuat dirinya terlihat senormal mungkin padahal mah perutnya udah kayak jemuran yang lagi diperes-peres. Melilit coyy!

"Lagian ngapain bawa martabak dah?" tanyanya sok cool.

"Bawa roti aja kali ya? Roti buaya. Sama wali. He he he."

Anjiiirrrr!! seru Tia dalam hati. Besok-besok kayaknya Tia kudu belajar ngegombal sama Rasti nih supaya bisa balas Tio kalau lagi gini.

Tia mencoba mengalihkan pandangannya ke arah lain dengan niat untuk menetralisir wajahnya biar gak merah-merah banget kayak tomat rebus. Namun, matanya justru malah bertemu pandang dengan sosok yang dikenalnya. Sialnya bukan hanya satu tapi banyak. Seolah belum lengkap kesialannya, satu dari beberapa orang itu mengenalinya.

"Loh? Tia? Eh join disini aja kita. Boleh kan Tia?"

Mau gak mau Tia menganggukkan kepalanya. Mati gue, desisnya dalam hati. Tio sih tadi pakai ngomongin roti buaya, ini sih yang ada namanya Tia masuk sarang buaya.

***

To be continue

OJEK-ZONETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang