27. Dia

7.6K 1K 22
                                    

"Lo serius mau nikah muda, Yo?"

Tio hanya tertawa menanggapi pertanyaan Haris, rekan sesama driver di Ojek Zone. Tadi Tio cuma iseng bertanya seputar pernikahan, tapi Haris kayaknya menanggapi dengan serius.

"Emang kenapa sih Lek (panggilan untuk Haris oleh teman-temannya karena pria itu memiliki postur tubuh kelewat kurus sehingga sering disamakan dengan bentuk wayang golek) kalo gue nikah muda?"

Haris menggedikkan kedua bahunya bersamaan. "Ya gak nyangka aja gitu. Lu kan masih muda, Yo. Apa gak sayang sama masa muda lu? Gue aja kalau bisa mau balik single lagi."

"Terus gue harus nikah umur berapa, Lek?"

"Nanti-nanti aja gitu, Yo. Asli deh kalau udah berumah tangga tuh kebutuhan lu bakal beda. Duit yang tadinya bisa buat beli sepatu jadi buat beli susu anak, belom lagi kalau istri minta beliin bedak baru, lipstick baru, tas baru. Hadeeh puyeng."

Tio tertawa terbahak-bahak. Bukan karena statement Haris, tapi karena mimik wajah Haris saat mengucapkan kalimat itu terlihat melas sekali. "Lo sendiri belom siap nikah tapi udah nikah," ledek Tio.

"Iye gue lupa kebablasan. Nabungnya bukan di celengan tapi di perut cewe gue. Jadi dah tuh."

"Anjrit!" Kalau gak inget Haris lebih tua darinya Tio pingin banget noyor kepala rekannya itu.

Perhatian mereka teralih pada ponsel Haris yang berdering. "Yang jelas kalau udah nikah nanti lo harus siap dengan teror ini, Yo."

Haris menunjukkan layar ponselnya ke hadapan Tio, dengan sedikit menyipit Tio membaca tulisan yang tertera di layar.

Incoming call: Ketombe

"Itu siapa?" tanya Tio kemudian.

"Bini gue."

"Lah anjir kok namanya ketombe?"

"Iya, soalnya dia kecil tapi ganggu."

"Sarap lu Lek!" seru Tio saat Haris beranjak untuk menjawab panggilan masuk dari istrinya. Tio hanya geleng-geleng kepala sambil tertawa. Rekannya yang satu itu biar usianya udah kepala tiga juga kelakuannya masih kayak anak SMA.

Sambil menunggu Haris kembali, Tio iseng mengecek sosial medianya. Begitu melihat updatean status BBM Tia yang menyatakan kalau dosennya tidak datang, Tio langsung mereplynya.

Tio Aryasetya: Dosen lu gak masuk?

Tia Andiniaji: Iya nih. Kzl.

Tio Aryasetya: Terus balik dong?

Tia Andiniaji: Iya paling tapi nanti dulu masa baru nyampe udah balik.

Tio Aryasetya: Mau dijemput?

Tia Andiniaji: is writing a message...

Tio menunggu cukup lama untuk balasan Tia selanjutnya. Tia ngetik apaan dah? pikirnya begitu balasan dari Tia tak kunjung datang.

Tia Andiniaji: boleh

Buset! Ngetik lama yang nongol cuma 'boleh'? Tio mengelus dadanya sabar. Cewek memang gitu. Isi kepalanya gak pernah bisa ditebak.

Tio Aryasetya: Oke, meluncur

***

Tia menutup aplikasi BBMnya, tadinya ia ingin menolak tawaran Tio untuk menjemputnya. Ia sudah mengetik kalimat penolakan halus untuk Tio tapi ia menghapusnya lagi. Tiba-tiba Tia terpikir kalau dia juga perlu membicarakan sesuatu dengan Tio terkait tentang pertanyaan pria itu seputar pernikahan.

Jika urusannya dengan Guntur telah selesai, kini giliran Tia memberi keputusan untuk Tio. Meski masih malu-malu, Tia tak bisa memungkiri bahwa Tio memberi warna dalam kehidupannya. Bersama Tio, Tia merasa kembali merasakan rona asmara seperti anak sekolah yang baru tertarik dengan lawan jenisnya.

Masalahnya, pernikahan tidak sebatas itu. Tia perlu mempertimbangkan banyak hal lain karena pernikahan bukan hanya menyangkut dua orang saja tapi juga dua pandangan, dua kepribadian, dua keluarga, bahkan bisa juga dua budaya.

"Astaghfirullah!" Tia berjengit kaget saat ponsel di genggamannya bergetar dan melantunkan lagu juara kedua yang dinyanyikan oleh suara khas fiersa besari. "Kak Hasmi?" gumamnya saat membaca nama yang tertera di layar.

"Halo, kenapa Kak?"

"Ti, Pak Guntur resign!"

Deg! "Coba ulang, Kak," pinta Tia sekali lagi untuk memastikan apa yang baru saja didengarnya.

"Pak Guntur, Ti!!! Dia udah ngajuin resign dan disetujui!"

Kali ini mata Tia membuka penuh. Pak Guntur resign? Tapi kenapa? "Lo dapat info darimana, Kak?"

"Dari Mbak Leoni. Mbak Leoni tahu langsung dari Bu Laras tadi siang. Pantesan orang-orang bagian sales yang biasanya kerja lapangan tadi banyak berseliweran di kantor. Pada bikin acara lunch bareng Pak Guntur yang bakal jadi ex-supervisor mereka ternyata."

Tia diam. Benar-benar gak bersuara sama sekali. Kalaupun ada suara yang Hasmi dengar di ujung telepon sana, itu cuma suara deru napas Tia.

"Lo hari ini kenapa gak masuk lagian?"

Hari ini Tia emang bolos kerja soalnya badannya demam. Dia lupa buat ngabarin orang kantor. Sepulang berobat tadi Tia langsung tidur dan baru bangun waktu ayahnya membangunkannya untuk menanyakan apa ia sudah minum obat lagi atau belum. Setelah itu ia langsung berangkat kuliah eh tapi dosennya malah gak datang.

"DOR!"

"KYAAA!!!"

Plak! Tia langsung memukul bahu Tio begitu tahu pria itu yang mengagetkannya.

"Kalau gue jantungan gimana?!" omelnya pada Tio yang masih tertawa karena berhasil membuat Tia terkejut. Detik kemudian ia sadar bahwa ia belum memutuskan sambungan di teleponnya. "Hallo, Kak?" sapanya kembali pada Hasmi.

"Lu lagi sama siapa dah, Ti?"

"Nanti kita lanjut lagi ya, Kak. Assalamualaikum!" tanpa mau repot-repot menjawab pertanyaan Hasmi yang nantinya malah bikin makin panjang, Tia memilih langsung mengakhiri saja pembicaraan mereka.

"Siapa?" tanya Tio setelah Tia menyimpan ponselnya ke dalam tas.

"Temen kantor."

"Oohh... mau langsung balik?"

Tia menatap Tio sekilas. Ah, pertanyaan klise. Tia tahu pasti Tio sebenarnya gak mau langsung mengantar Tia pulang, ngobrol-ngobrol dikit gitu lah. Lagian, Tia juga tahu diri kok. Tio kan bukan supir pribadi yang kerjaannya antar jemput doang.

"Mau makan? Di deket rumah gue ada warkop baru buka gitu. Kesitu aja yuk? Enak kok makanannya."

"Emang ada makanan apa aja?"

"Indomie hehehe."

Tio cuma bisa geleng-geleng kepala. "Dimana-mana juga rasa indomie sama aja, Tia."

***

To be continue

OJEK-ZONETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang