23. Pertimbangan

7.5K 1.1K 12
                                        

"Lo mau diangkat jadi anak menantuu!"

"Isshhhh!" Tia mengacak rambutnya gemas. Sejak Tio ngomong gitu kenapa Tia jadi kepikiran mulu ya? Apalagi tiap chatting sama Tania anak itu suka bilang 'Kak Tia dapat salam dari Ibu.'

Kalau gini kan siapa yang jadi gak baper?

Tia: Ras, lu dimana?

Rasti: Di kulkas. Deket kentang.

Tia: Ahelah yang bener kek kecebong laut.

Tiap kali ngechat Rasti, Tia tuh tekanan batin. Tapi tetep aja biar udah tahu begitu Tia tetep milih Rasti buat tempat curhatnya.

Rasti: Lagi di jalan.

Tia: Mau kemana?

Rasti: Ihh posesif deeh. Belum tahu nih. Bosen aja di rumah.

Tia: Najiz.
Tia: Ke Mcd deket kantor gue dong. Ntar gue nyusul bentar lagi jam makan siang.

Rasti: Traktir es krim ya?

Tia: Hmmmm.

Rasti: Oke deh qaqa tua.
Rasti: *tia.
Rasti: Typo hehe.

Tia: Bzzzz.

Waktu istirahat masih sepuluh menit lagi. Cukuplah nanti pas Rasti sampai Tia juga sudah disana. Sambil nunggu, Tia kembali mengerjakan pekerjaannya.

"Eh, Kak. Ikut ke Mcd gak? Si Rasti lagi disana," ajak Tia pada Hasmi.

"Gue nyusul deh Ti. Lagi tanggung banget soalnya," jawab Hasmi tanpa memalingkan wajah dari layar komputernya.

"Mau dipesenin dulu ga?"

"Pesen salam-salam aja buat keluarga di rumah."

"Bodoamat!" Tia kemudian mengambil dompetnya dari dalam slingbag yang ia sampirkan di kursi. "Gue duluan yaa," pamitnya sekali lagi dan Hasmi mengangguk.

Sesampainya di Mcd rupanya Rasti sudah lebih dulu menempati tempat duduk untuk mereka. Di sudut ruangan, sebelah jendela, dekat colokan. Sempurna.

"Dari tadi?" tanya Tia seraya menarik kursi di hadapan Rasti.

"Engga. Dari rumah."

"Dafuk!" Tia kemudian kembali berdiri untuk memesan makanan. "Lu mau apa? Minta dibeliin ice cream tapi udah beli duluan," ujarnya pada Rasti yang masih asik menjilat sendok ice cream Sundae-nya.

"Hehehe lu lama abisan. Minum aja lah, Ti. Cola." Tia mengangguk kemudian menuju meja kasir untuk memesan dua cola, dua burger dan satu french fries.

"Tumben lu Ras bosen di rumah. Biasa juga tidur seharian."

"Suntuk sama suasana aja sih," jawab Rasti malas sambil menyeruput cola-nya.

"Abis berantem sama kakak-kakakan lu yaa?" goda Tia yang sepertinya tepat karena raut wajah Rasti yang berubah makin masam.

"Gak usah ngomongin yang udah gak ada, Ti," jawab Rasti datar tapi terdengar cukup ketus.

"Kenapa sih emang kakak lo itu?"

"Gapapa. Cuma lucu aja dia yang bilang sama gue kalau pacaran itu gudang dosa tapi sekarang dia pacaran. Such a funny story." Rasti mengakhiri ceritanya dengan senyum getir. Tia sendiri tak bisa memberi banyak nasihat. Setahu Tia, Rasti memang sudah cukup lama dekat dengan tetangganya yang merupakan seorang pria yang lebih tua dan Rasti memanggilnya 'kakak'. Tia sudah memperingati Rasti akan 'rasa' yang mungkin timbul tapi Rasti selalu mengelak dengan alasan 'gue menghormati dia sebagai kakak'. Nah sekarang kalau udah kayak gini apa alasan itu masih berlaku?

"Lo terlalu baik buat dia, Ras."

Rasti menggeleng cepat. "Engga, Ti. Masalahnya bukan di dia kok. Masalahnya di gue dan perasaan gue sendiri." Rasti menatap jendela di sampingnya dengan tatapan kosong sebelum ia mengalihkan pandangannya pada Tia. "Gimana waktu ke kondangan saudaranya Tio?" tanyanya kemudian.

Tia tahu betul Rasti sedang mengalihkan topik pembicaraan. Untuk itu Tia mengikuti keinginan Rasti. Tia pun menceritakan semua hal yang terjadi saat ia berada di pernikahan saudara Tio termasuk tentang 'calon anak' itu.

"Mantaaap! Itu sih kode, Ti. Udah sikat ajaaa!" seru Rasti begitu Tia mengakhiri ceritanya.

"Maen sikat aja lu kata gigi?"

"Ya abis lu nunggu apa lagi?"

"Nunggu hati gue bilang 'ya'. Entahlah selama ini gue emang nyaman sama Tio tapi hati gue selalu bilang 'tunggu dulu' gitu."

"Lo punya pertimbangan lain ya?" selidik Rasti membuat Tia merasa dipanah tepat sasaran.

Dengan hati-hati Tia mengangguk. "Pak Guntur," ujarnya pelan. "Dia sempet bilang 'Kalau selama ini menurutmu saya bercanda, boleh kali ini saya meminta izin untuk serius?' Gue harus gimana, Ras?"

"Sejak kapan lu peduli sama Pa Guntur itu?"

"Sejak gue sadar kalau ada yang salah dari cara gue menilai dia selama ini. Kok kayaknya tega aja gitu gue langsung nilai dia negatif. Gimana dong?"

Rasti tampak berpikir. Ia menautkan kesepuluh jemari tangannya untuk menopang kepalanya. Tiba-tiba saja dengan gerakan tak terduga Rasti menjentikkan jarinya, hampir membuat Tia tersedak. "Ambil dua-duanya aja, Ti!" usulnya yang membuat Tia geram.

"Sarap!"

***

To be continue

==================

Haiii! Maaf udah lama gak update dan sekarang dikit updatenya he he he. Soalnya aku lagi mempersiapkan cerita baru juga. InsyaAllah ojek-zone akan segera tamat. Ayoooo Tia jadinya sama siapa?? Coba divote teamnya masing-masing wkwkwk

Much love,

Asty K.

OJEK-ZONETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang