9. Kontak

9.2K 1.4K 18
                                    

"Mau kemana, Kak?" Tio mencoba berbasa-basi membuka obrolan. Padahal kan di applikasi ponselnya juga ada tulisannya.

"Emang--" Tia menggantung kalimatnya sesaat. Tadinya dia mau bilang 'Emangnya di applikasi mas gak ada tulisannya?' cuma kayaknya jutek banget kalau dia ngomong gitu. "Emang kenapa, Mas?" Akhirnya Tia meralatnya.

"Ehm... ya... nanya aja sih Kak hehehe, gak boleh ya?" Dalam hati Tio juga geli kenapa dia jadi kayak anak SMA yang baru mau PDKT sama adek kelas gini. Kayak maksain bahan obrolan banget kan?

"Oh hahaha santai aja, Mas." Tia kemudian mengeluarkan ponselnya yang tadi bergetar pertanda ada notifikasi yang masuk.

Rasti: Gue udah di sbux. Paling pojok ya.
Rasti: Minum lu juga udah gue pesenin

"Saya mau ke starbucks, Mas," jawab Tia sambil mengetik balasan untuk Rasti.

Tio membengkokan sedikit kaca spionnya agar bisa melihat wajah Tia meski sebenarnya sia-sia juga sih soalnya ketutup masker. Sedangkan mata Tia yang tidak tertutup masker terus melihat ke arah ponselnya. "Lagi ngabarin pacarnya, Kak?" tanya Tio iseng. Sekalian mancing juga sih supaya tahu Tia udah punya pacar atau belum.

Dari balik maskernya Tia tersenyum. "Bukan, Mas. Ini temen saya yang waktu itu godain Mas hahaha."

Tio diam sesaat sebelum akhirnya ikut tertawa. Tapi tawanya Tio bukan karena dia inget kejadian waktu itu, melainkan karena Tio senang kalau Tia juga ternyata masih mengenalinya. Soalnya daritadi kayaknya cuma Tio yang excited ketemu Tia lagi. Sedangkan Tia nya biasa aja malah kayak baru pertama ketemu. Tio sempet mikir jangan-jangan Tia udah lupa sama dia. Soalnya jarak pertemuan mereka yang sekarang sama waktu itu kan lumayan lama.

"Oh Kakak juga masih inget saya? Kirain saya doang yang keinget Kakak."

Tia sedikit menyipitkan matanya. Maksudnya gimana ya ini? tanyanya dalam hati.

"Kirain saya Kakak gak inget pernah di pick up sama saya gitu." Tio berinisiatif meralat ucapannya tadi begitu melihat kerutan di dahi Tia yang tampak sedang berpikir karena ucapannya itu. Duh ini mulut! gerutu Tio dalam hati.

"Oohh itu... Inget kok Mas. Nama Mas gampang diinget," jawab Tia jujur. Iyalah gampang diinget, orang nama depan mereka cuma beda satu huruf. Kalau dipikir-pikir lucu juga sih kayak anak kembar gitu namanya mirip. Tia-Tio.

Obrolan demi obrolan mengalir di sepanjang perjalanan. Tio paling bersyukur kalau ketemu lampu merah atau jalan macet. Soalnya lumayan dia bisa jadi lebih lama ngobrol sama Tia.

"Makasih ya, Mas." Setibanya di tujuan Tia menyerahkan helm yang tadi dikenakannya dan juga selembar uang dua puluh ribuan.

Tio mengambil helmnya namun tidak dengan uangnya. "Free, Kak," jawabnya seraya menolak halus uang pemberian Tia.

"Tapi Mas, saya gak pakai kode promo apa-apa."

"Iya gak apa-apa santai aja, Kak."

Gimana gak apa-apa coba? pikir Tia. Tapi Tia yakin mau dipaksa kayak apa cowok di depannya ini pasti gak bakal mau nerima uangnya. Yaudahlah Tia memilih untuk mengalah saja.

"Makasih loh, Mas. Ya udah saya duluan ya."

"Eh, bentar Kak!"

Tia kemudian kembali menoleh pada Tio sambil menaikkan kedua alisnya seolah bertanya 'apa?'

"Ehm, itu Kak. Boleh minta nomor WA kakak gak? Yaa kalau mau naik ojek lagi biar kakak langsung kontak saya aja." Yak akhirnya kalimat itu keluar juga. Asli sebenernya Tio ngerasa cheesy abis sih cuma yaudah lah dia buang dulu urat malunya demi mengenal gadis didepannya lebih dalam.

"Emangnya bisa ya Mas kalau gak dari applikasi gitu?" Tia bertanya dengan polos, membuat Tio jadi bingung gimana harus menjelaskannya.

Masa sih ini cewek gak nangkep kode gue? "Bisa tapi khusus Kakak ke saya doang."

Tia masih tampak berpikir. Kenapa bisa gitu ya? Ah!! Akhirnya Tia menyadari maksud ucapan Tio. Tia akhirnya paham kalau lelaki di hadapannya ini ingin 'berkenalan' dengannya lebih jauh dari sekadar driver-customer.

Setelah menimang-nimang sejenak akhirnya Tia memberikan nomor ponselnya. Tio sendiri berpura-pura mengetik padahal begitu ia memasukkan beberapa digit nomor, nama Tia langsung muncul di layarnya. Tak hanya sepihak, Tio pun berinisiatif memberikan kontaknya pada Tia. Biar seimbang katanya sih.

"Makasih ya, Kak Tia," ujar Tio malu-malu. Tia sendiri hanya mengangguk sungkan. "Nanti kalau pulangnya mau dijemput WA aja ya Kak," timpalnya lagi sedangkan Tia hanya tertawa menanggapinya.

"Saya pergi dulu ya, Kak. Assalamualaikum."

"Ya, wa'alaikumsalam." Masih dengan sisa-sisa tawanya, Tia kemudian melangkah masuk ke dalam dan langsung menuju posisi Rasti.

"Lama amaaat!" seru Rasti langsung ketika melihat wajah Tia.

Yang disindir hanya terkekeh sambil mengangkat jari telunjuk dan tengahnya bersamaan membentuk huruf V. "Macet tau," terangnya.

"Ya, ya, ya," jawab Rasti malas sambil menyeruput vanillanya yang sudah tinggal setengah karena terlalu lama menunggu Tia.

"Ish! Maafin sih. Yaudah gue traktir deh, pindah ke tempat makan aja yuk?" ajak Tia. Mungkin lebih tepatnya memaksa karena sekarang ia sudah menarik tangan Rasti dan menghelanya untuk mengikuti langkahnya.

Mereka hanya perlu berjalan beberapa langkah untuk menemukan restaurant cepat saji. Setelah memesan makanan, keduanya pun duduk di bangku pojok dekat jendela sambil menunggu pesanan mereka datang.

"Kenapa sih lu bete banget kayaknya?" Tia mencoba membuka obrolan. Soalnya daritadi Rasti diem aja, gak kayak biasanya cewek itu kan selalu ngelakuin hal-hal konyol.

Rasti melipat kedua tangannya di atas meja dan kemudian menyembunyikan wajahnya. "Gue malu banget, Ti," lirihnya. "Gue abis dilabrak istri abang ojek tahu gak sih?!"

"HAH??!!"

***

To be continue

OJEK-ZONETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang