11. Unpredictable

9.3K 1.4K 21
                                        

Tio melihat layar ponselnya untuk yang kesekian kalinya. Ini sudah pagi lagi tapi chatnya bahkan belum ada tanda-tanda akan dibalas.

"Elah Tio sadar! Jangan kayak anak SMP baru jatuh cinta kek!" omelnya pada diri sendiri.

"Oke, let's make it simple. Kalau dia tertarik sama lo dia pasti bales. Kalau gak yaaa yaudah."

Tio sudah membuat perjanjian dengan dirinya sendiri. Bukannya 'gak mau berjuang', hanya saja semakin dewasa usia seseorang dia pasti secara otomatis akan pilah-pilih dalam bertindak. Buat Tio, udah bukan massanya lagi menggebu-gebu dalam hal cinta. Toh target dia juga bukan untuk sekadar have fun, tapi yang bisa diajak merancang masa depan. Jadi menurut Tio mending dapatnya lama tapi pasti daripada cepat tapi putus-putus.

"Mas, sarapan." Tio menoleh dan mendapati kepala Tania--adiknya-- menyembul dari pintu kamarnya.

"Iya bentar," sahutnya sambil mempercepat gerakannya mengaitkan kancing kemeja merah bata yang hari ini dikenakannya.

"Mas, nanti sore bisa antar aku ke gramed?"

"Jam berapa?"

"Pulang Mas kerja aja. Aku tunggu di sekolah. Jadi dari sekolah langsung cus ke gramed."

"Duh gimana ya? Kayaknya hari ini Mas bakal sibuk deh." Tio tampak berpikir seraya mengatur panjang tali tas kerjanya.

"Aku traktir makan!"

"Oke, Mas bisa!" sahut Tio langsung dengan tawa yang menghiasi bibirnya.

"Cih!" cibir Tania. "Malu heh udah kerja malah ditraktir anak SMA," timpalnya.

"Uang Mas buat traktir yang lain soalnya," canda Tio.

"Aku bilangin Bapak!" Tania langsung ambil langkah seribu sambil berteriak memanggil ayah mereka.

"HEH! HEH! TANIA, MAS BERCANDAA!!!"

***

"Siang, Dek Tiaa."

Duh, mulai dah, batin Tia. Tia ngelirik ke sampingnya. Hasmi udah nahan-nahan senyum meski matanya tetap ke layar komputer. Sedangkan Rizki udah dehem-dehem gak jelas kayak bocah SD.

"Siang, Pak Guntur. Ada yang bisa dibantu?" jawab Tia seformal mungkin. Lebih formal dari nada operator malah.

"Bantu bangun rumah bisa?" tanya Guntur.

Ah, kalau gue jawab rumah apa jawaban dia pasti rumah tangga. Tia sudah mengantisipasi hal itu dalam hati. Untuk itu dia mengganti jawabannya, "Saya bukan kuli, Pak."

"Saya juga tahu kamu CSA," sahut Guntur.

"Iy--"

"(C)uma (S)ayang (A)ku."

Anjriiittt!!!

Kalau aja Guntur gak di depannya Tia pasti langsung getok-getok meja atau gak elus-elus perut sambil bilang 'amit-amit'. Padahal Tia udah ngeles tapi tetep aja kena. Elah ini orang. Jadi good-looking sih good-looking cuma kalo kelakuannya annoying gini tetep aja bikin ilfeel.

Belum selesai Tia ngedumel dalam hati, suara kresek yang diletakan dengan sengaja membuat Tia kembali menatap pria di hadapannya dengan pandangan bertanya.

Yang ditatap hanya menyunggingkan seulas senyum. Tangan kanannya kemudian terulur untuk menepuk puncak kepala Tia yang terbalut hijab dan setelahnya berlalu begitu saja tanpa sepatah kata pun.

Tia sendiri seketika mematung. Asli dia gak tahu harus apa. Kalau Guntur bersikap aneh sih Tia udah biasa. Cuma kalau Guntur mendadak bersikap manis kayak gitu Tia bener-bener gak tahu harus berespon kayak apa.

"Panggilan dari bumi kepada Tia!" suara bass itu lah yang menyadarkan Tia untuk pertama kali.

"Apaan sih, Ki?!" sahut Tia ketus kemudian kembali melanjutkan pekerjaannya yang tadi sempat terhenti karena kedatangan Guntur.

"Coba cek tuh Mi kakinya napak ga? Takutnya Tia masih melayang," goda Rizki lagi.

Tanpa menghiraukan godaan-godaan dari Rizki, mata Tia justru tertarik pada plastik yang diletakkan Guntur di mejanya. Kira-kira apa isinya ya? Didorong rasa penasaran yang tinggi, Tia pun mengambil plastik itu dan melihat dalamnya.

Pocky.

Nescaffe latte.

Keripik singkong.

Saltcheese

Cokelat Cadburry

You C 1000.

Tia hampir tidak berkedip menatap isi kantung itu. Gimana bisa? pikirnya. Gimana bisa Guntur tahu cemilan favoritnya itu? Tiap hari Tia pasti beli satu atau dua dari produk-produk untuk nemenin ganjel perut sebelum makan siang ataupun di jam-jam sore sebelum pulang kerja.

Perut Tia mendadak jadi mules. Mendingan Guntur bertingkah konyol deh daripada cute begini. Asli!

***

"Mas tunggu di luar deh ya?" Tio sudah mulai merasa pegal menemani adiknya keliling-keliling rak buku. Entah nyari buku apa Tio juga gak tahu. Katanya sih tadi mau nyari buku pelajaran tapi malah nyasar ke rak komik.

"Ya udah," jawab Tania tanpa memalingkan wajah dari buku di tangannya.

Tio langsung bergegas mencari jalan keluar, namun saat melewati ruangan khusus novel langkah Tio terhenti. Tepat di dekat seorang gadis yang sedang mengapit ponsel di telinga kanannya dengan bahu sedangkan kedua tangannya memegang buku novel.

"Gue lagi refreshing nyari novel. Lo mau nyusul?"

Gadis itu kemudian nampak terdiam, mungkin menunggu giliran bicara dari seseorang yang sedang tersambung lewat jaringan telepon dengannya

"Apaan sih dikit-dikit Pak Guntur. Fans berat dia lo ya?"

Tio hafal betul suara itu meski baru dua kali bertemu. Tidak diragukan lagi. Tio yakin itu pasti...

"Tia?"

Dan, yang dipanggil pun menoleh. Ekspresi Tia sendiri jauh lebih kaget dari Tio.

"H-hai," sapa Tia kikuk. Ya gimana gak canggung sih, chat Tio aja belum Tia bales dan sekarang keduanya ketemu disini. Kenapa hari ini semuanya serba gak terduga untuk Tia sih?

***

To be continue

##########

Haiii!!!

Aku mau minta maaf banget karena jarang update. Cause kuliah aku juga lagi sibuk-sibuknya sama praktek dan tugas yang harus aku prioritasin. Cukup aku aja yang gak dijadiin prioritas sama doi, tugas-tugasku harus tetep jadi prioritas wkwkwk (punya doi juga kaga lu ty). Jadi, mohon bersabar untuk yang nungguin Tio-Tia-Igun yaa. Update sih pasti, cuma waktunya gak nentu. Ini aku update 3 part sekaligus bua nebus karena kemarin-kemarin ga update.
Happy reading!

Much love,

Asty K

OJEK-ZONETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang