P.21

3.6K 165 1
                                    

Terpaan angin malam menyapu setiap inci tubuhku. Langit gelap serta taburan bintang menemani malamku.  Tak lupa cahaya bulan menerangi setiap inci kegelapan malam.

Jika dulu aku berkata maaf ku tak bisa. Maka sekarang aku akan berkata , aku akan terus berusaha.

Jika aku hanya berperan untuk mengagguminya dari jauh. Semua sama saja seperti danau yang beku. Jika tidak ada air, takkan ada yang mampu menghancurkannya.

Biarkan aku bermain di dalan dramaku, akulah pemerannya, jika aku memulainya. Aku akan mengakhirinya nanti. Di saat bibir ku tak mampu berbicara lagi, ketika air mataku yang akan mengakhiri semuanya.

"ngapain di luar?. Ntar lu sakit ya". Ujar seseorang yang ada di sebelahku.

Ku pandang wajah yang pastinya duplikat wajahku. " lo juga ngapain ikut ke luar?"  tanyaku setelah memperhatikan tubuhnya yang mulai menduduki ayunan berdesign minimalis di sebelahku.

Ziu menghela nafasnya dengan kasar. Ku dapati wajah kusut penuh masalah. Hei. Ada apa dia?. "lo kenapa zi?". Tanyaku sambil menggeser dudukku mendekatinya. "lo gamau cerita ke gue?".

Tubuh yang hampir sama besarnya menghantam tubuhku. Memeluk erat seakan butuh pelukan. Aliram basah terasa menembus tubuhku. Apa ia menangis?.

Ku balas pelukan kasihnya. Memberikan ketenangan yang mungkin membuat dirinya sedikit melega. "nangis lah, tapi setelah puas. Jangan pernah tumpahin air mata lo lagi. Karna ziu yang dingin ga bakal lemah di hadapan orang lain". Ucapanku semakin membuat tubuh ziu bergetar hebat. Ada apa ini?.

Ku biarkan baju ku dibasahi oleh air matanya. Ziu jarang sekali untuk menjatuhkan air matanya. Jika ia menangis, beruntunglah. Karna yang ia tangisi adalah orang yang sangat ia sayang.

Ku  elus lembut rambut tebalnya. Memberikan kekuatan , dan meyakinkannya. Ada aku disini.

Tak lama tangis ziu mereda. Namun sesekali masi terdengar isakan yang ia tahan.

Ku lepaskan pelukanku. Memandang mata sembab yang baru saja menumpahkan air yang mungkin sangat berharga.

"gg...ggu..g..gu.ee rriin..nnn..d..uu aaa...bbb...bii..". Ujarnya masi dengan isakan. Ku lihat ia menarik nafas panjang. Berusaha menetralkam kondisinya. "gue.. N..nye..sal.. U.daah sia sia iinnn dd.dddiaaa". Sambungnya . Tangan yang tadi di pahanya, menyapu kasar air mata yang masi merembes di pipinya.

"ssst, lo ga usah cerita sekarang kalau ga kuat". Tegahku. Namun ziu menggelengkan kepalanya.

"apa gue salah?. Kalau gguee mencinta..iiii nyaa selambat ini?". Ujarnya. Mata yang tadi hangat kini penuh luka yang sangat dalam. "gue menyadarii. Dd.ddii saat dddiaa udah jaauh ninggalin gue . Gue bodoh ya?". Lanjutnya masi menyalahlan diri sendiri. "gguee riindu ddiaa ya, ggue pengen diaa ng..ngeerecokin gue lagil..ii".

"udah, jangan salahin diri lo terus. Lo ga salah, ga ada yang salah. Karna cinta yang asli ketika cinta yang datang sendirinya..bukan dengan  paksaan waktu. ". Timpalku menenangkannya. "sekarang tidur yuk?. Besok kita bakalan kesekolah loh. Lo ga mau kan kalau datang ke sekolah dengan mata kodok begitu??". Gurauku.

Ku lihat senyum ziu yang menyelimuti bibir tipisnya. "yaudah, mm..makaas..ssii". Balasnya.

Ku baawa tubuh duplikatku menuju kamar mandi . Menyuruhnya untuk membasuh wajah, dan mengompres mata sembabnya.

Kisahku seperti pria itu.
Pria yang ngerecoki kembaranku.

Tapii..
Apakah dia  bakalan seperti ziu?.
Di saat aku beneran cape, dan dia baru menyadarinya?.

Aku tak berharap ia seperti ziu..
Hanya saja yang ku inginkan,
Ia akan sadar sebelum air mataku jatuh untuk mengakhirinya~

-zia

Zia [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang